Lingkungan Biologi Geologis dan Jenis Tanah

nusantara. Kedatangan mereka di Kerinci melalui Semenanjung Malaka sekarang Malaysia, menyeberangi Selat Malaka, menyusuri pantai timur Sumatera arah ke selatan, membelok masuk ke Sungai Batang Hari, terus ke Sungai Batang Merangin dan sampai ke hulunya, daerah Kerinci sekarang. Sampai disana mereka menemukan orang-orang yang sudah lebih dahulu ada berdiam, namun tidak diketahui asal-usul mereka. Hal ini menguatkan anggapan bahwa suku asli Kerinci lebih tua dari suku Inka dari Amerika, yang sudah ada sejak zaman Paleothikum. Pendapat kedua menyebutkan bahwa masyarakat asli suku Kerinci berasal dari Papua Melanoid setengah juta tahun yang lalu, sisa-sisa suku ini masih banyak terdapat di Indonesia yang tinggal di pedalaman seperti suku Kubu di pedalaman Sumatera dan suku Pagai di kepulauan Mentawai. Tetapi di Kerinci suku ini sudah punah atau diduga mereka menyebar lagi ke pedalaman Sumatera. Pendapat ketiga menyebutkan kedatangan suku Kerinci pada zaman nirleka yaitu zaman paleothikum dan mesolithikum menjelang 10 000 tahun sebelum masehi. Sedangkan di zaman neolithikum, suku Kerinci datang dua gelombang dari daerah Yunan di Cina yaitu suku bangsa Melayu Austronesia. Kedatangan mereka secara bergelombang yaitu: a Gelombang pertama adalah suku bangsa Proto Melayu Melayu Tua yang datang pada tahun 6 000 – 2 000 sebelum masehi yaitu di zaman batu tua dan b Gelombang kedua adalah suku bangsa Dento Melayu Melayu Muda sekitar 2 000 – 3 000 sebelum masehi, yang berlangsung dari zaman batu muda sampai kepada zaman perunggu Zakaria et al. 2012. Kerinci sebelum kedatangan Belanda adalah daerah kerajaan Manjuto yang berbatas dengan kerajaan Minangkabau dan kerajaan Jambi. Kerajaan Manjuto disebut dengan ‘Kerajaan Pamuncak nan Tigo Kaum’ dengan pusat pemerintahan di Tanjung Kaseri di bawah kekuasaan Sanggindo Balak. Kerajaan ini sudah memiliki mata uang sendiri sebagai alat tukar Zakaria 2014 3 . Setelah Sanggindo Balak wafat, kerajaan dipimpin oleh Pamuncak Tuo dan ibu negeri kerajaan Manjuto dipindah ke Pulau Sangkar. Kemudian setelah sebagian daerah dikuasai oleh Belanda, kepemimpinan dipindahkan kepada Depati Anum. 2 Bahasa Masyarakat Kerinci Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri Kridalaksana 2009. Bahasa masyarakat Kerinci berbeda dengan bahasa daerah lainnya di Sumatera, namun masih berpokok kepada bahasa Melayu Tua Austronesia yang dituturkan dengan dialek Kerinci. Perbedaan ini disebabkan oleh letak daerah Kerinci yang terpencil sehingga mempunyai dialek tersendiri. Dialeknya berbeda dengan suku-suku Sumatera lainnya, namun pada umumnya mereka mengerti akan bahasa Melayu atau bahasa Indonesia. Karakteristik dari bahasa Kerinci juga tampak pada dialek yang banyak, berbeda pada setiap daerah. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap dusun asli Kerinci memiliki dialek sendiri-sendiri ± 177 dialek sesuai dengan jumlah dusun asli. Di antara faktor yang menyebabkan perbedaan dialek adalah lebih dominannya hubungan genealogis teritorial, sekalipun dusun bertetangga yang hanya dibatasi oleh jalan atau seberangan sungai. Perbedaan dialek tidak menyebabkan 3 Hasil depth interview dengan Bapak Zakaria Iskandar dan bukti mata uang yang beliau simpan komunikasi antara dusun terhambat, karena mereka saling mengerti dialek satu sama lain. Perbedaan dialek ini juga ditandai dengan perbedaan budaya yang ada di masing-masing dusun seperti pengucapan anda, di Dusun Baru Lempur diucapkan dengan kaya di Kecamatan Sungai Penuh diucapkan dengan kayo. Beberapa contoh kata untuk membandingkan bahasa Kerinci dengan bahasa minangkabau, jambi dan bahasa Indonesia sebagaimana Tabel 2.6. Pemakaian dialek yang masih dipakai sampai sekarang yaitu penggunaan huruf ‘i’ pada akhir kata dibunyikan ‘ai’ seperti kerinci menjadi kincai saja, kami menjadi kamai. Huruf r umumnya dibunyikan ha kalau akhir kata berbunyi r misalnya kemari menjadi kamahai. Tabel 2.6 Contoh perbedaan kata bahasa Kerinci dengan bahasa lainnya Bahasa Indonesia Bahasa Minang Kabau Bahasa Jambi Bahasa Kerinci Kerinci Sungai Penuh kaya berjumpa tamu duduk belum kemari surat luput orang kamu kakek kami Kurinci Sungai Panuah “rang kayo bajumpo tamu duduak alun kamari surek lupuik urang waang inyiak kami Kerinci Sungai Penuh kayo berjumpo tamu duduk belun kemari surat luput orang kau datuk kami Kincai, Kinci Sunge Penoh Kayou basuou mendah dudeuk lao, lun kamahai suhat lupoik uhang ikoa nantan, nanggut kamai Selain dialek yang berbeda pada setiap dusun asli, Kerinci juga memiliki aksara atau huruf sendiri yang disebut dengan aksara incung. Aksara incung telah digunakan orang Kerinci zaman dahulu memiliki bentuk yang khas. Keberadaan aksara incung dapat ditemukan pada dokumen-dokumen lama masyarakat Kerinci. Penulisan tanda bunyi untuk satu aksara incung diantaranya ditemukan 2 atau 3 macam, namun tidak sampai mempengaruhi pembentukan kata atau kalimat dalam sastra incung. Semuanya merupakan hasil kreasi yang tumbuh dari para pujangga Kerinci masa silam untuk mengangkat nilai-nilai estetis dalam khazanah kesusasteraan incung. Ciri-ciri khas dalam kesusasteraan incung menunjukkan bahwa masyarakat pendukungnya memiliki kearifan dalam mengemas nilai-nilai lokal dan luar yang kemudian mewujudkan kreatifitasnya dalam bentuk sastra incung yang khas. Aksara incung dibentuk oleh garis-garis lurus, patah terpancung dan melengkung. Kemiringan garis-garis pembentuk huruf itu rata-rata 45 , jadi bukan aksaranya ditulis miring seperti penulisan huruf latin yang ditulis miring bersambung Gambar 2.4. Namun sayang, berdasarkan informasi masyarakat bahwa saat ini, tulisan incung kurang dikenal lagi oleh masyarakat Kerinci terutama generasi muda. Menurut mereka hal ini disebabkan karena aksara incung tidak diajarkan di