Batasan Istilah Rainfed areas quality control model based on community empwerment in Ponorogo district

60 9. Pengetahuan bertani adalah pemahaman petani tentang hal-hal yang berhubungan dengan pengendalian mutu lahan kering, mencakup: ciri-ciri lahan kering yang bermutu baik dan tidak baik, faktor-faktor mempengaruhi mutu lahan kering, akibat atau dampak negatif dari mutu lahan kering yang tidak baik, dampak positif dari mutu lahan kering yang baik, pokok-pokok pengendalian mutu lahan kering agar sesuai dengan yang diharapkan, tugas dan tanggung jawab pengandalian mutu lahan kering di daerah. Tingkat pengetahuan bertani responden dikategorikan “kurang” jika “jawaban benar” responden dinilai kurang dari atau sama dengan 50 “jawaban benar” seharusnya; dikategorikan “cukup” jika “jawaban benar” responden dinilai lebih dari 50 dari jawaban benar. 10. Perilaku bertani responden ialah penampilan seseorang dalam mengelola lahan kering garapannya. Penilaian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi terhadap: frekuensi penggunaan pestisida dalam bertani, jumlah penanaman tanaman pohon keras di areal lahan, jumlah penebangan tanaman pohon keras, frekuensi mengikuti penyuluhan dan bimbingan teknis yang diprogramkan pemerintah dan swasta, frekuensi konsultasi kepada petugas pertanian. Perilaku bertani dinilai ”kurang” jika persentase penampilan mereka lebih rendah atau sama dengan 50 dari yang diharapkan; dinilai ”cukup” jika persentase penampilan mereka dinilai lebih rendah atau sama dengan 50 dari yang diharapkan.

3.5. Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data

Sebelum pengumpulan data, terlebih dahulu ditetapkan: a faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan pengendalian mutu lahan kering di empat kecamatan penelitian; b data sekunder dan data primer yang akan dikumpulkan untuk keperluan analisis deskriptif dan bivariat, AHP dan ISM; c sumber data sekunder; d responden untuk data primer e alat atau instrumen pengumpulan data; f teknik pengumpulan data menurut ketegori responden. Adapun perincian faktor-faktor dan aspek yang dianalisis secara univariat dan bivariat dalam rangka membangun model kebijakan pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur yaitu tertera dalam Tabel 3. Untuk keperluan pengumpulan data primer ini 61 disusun questionnaire untuk responden masyarakat dan untuk responden dinas dan instansi. Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif dan bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-square  2 yang tata cara dan rumus-rumusnya telah baku seperti tercantum dalam buku statistik karangan Walpole 1990 dengan tingkat signifikansi p value α dalam 0,05. Hasil analisis data ini digunakan untuk membangun model pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo. Tabel 3 Faktor-faktor dan aspek yang dianalisis dalam membangun model pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo Faktor-faktor Aspek yang dianalisis Hasil 1. Lingkungan  Sumberdaya air  Pohontanaman keras  Curah hujansuhu udara kelembaban udara 1. Perolehan air untuk pertanian 2. Keadaan pohontanaman keras 3. Angka curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara Mode l Pe m be rday aa n Ma syar ak at T ani dal am Penge n dal ian Deg rad as i Laha n K er ing di K abupa ten Po nor ogo 2. Kependudukan  Pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat  Pendidikan formal masya-rakat  Pendapatan masyarakat 4. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang lahan kering 5. Sikap masyarakat terhadap pengendalian degradasi lahan kering 6. Tingkat perilaku masyarakat 7. Tingkat pendidikan formal masyarakat 8. Tingkat pendapatan pengeluaran per kapita keluarga masyarakat 3. Layanan Pemerintah  Penanganan erosi dan atau degradasi lahan kering  Penyuluhan pertanian  Bimbingan teknis pengendalian degradasi lahan kering 9. Cakupan layanan penanganan degradasi lahan kering 10. Frekuensi layanan penyuluhan pengendalian degradasi lahan kering. 4. Teknologi  Biologi  Fisika  Kimia Dampak penerapanpenggunaan hasil teknologi pertanian. Data primer untuk keperluan AHP dikumpulkan dari pendapat pakar menggunakan questionnaire khusus yang disusun berdasarkan struktur hierarki antar elemen pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo. 62 Data primer untuk keperluan ISM yang dikumpulkan dari responden pakar menggunakan questionnaire kedua yaitu sejumlah sub elemen dari elemen- elemen ”strategi” pengendalian degradasi lahan kering di Kabupaten Ponorogo. Hasil ISM berupa perolehan elemen kunci akan dipergunakan sebagai predictor dalam penyusunan skenario. Data sekunder yang diperlukan untuk analisis deskriptif dan bivariat ialah data faktor-faktor atau aspek lingkungan, kependudukan, layanan Pemerintah, dan teknologi seperti terurai dalam Tabel 3.

3.5.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan oleh penulis dibantu oleh beberapa orang tenaga yang telah dilatih. Data sekunder dikumpulkan dari hasil pengamatan obyek dan tanya jawab di lapangan. Data primer dikumpulkan dengan wawancara langsung serta pengisian kuesioner oleh responden. Dalam proses pengumpulan ada kemungkinan terjadi kesalahan, kekurangan, atau ketidakjelasan; oleh karena itu dilakukan monitoring dan koreksi agar semua data yang diperlukan lengkap. Focus group discussion FGD dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dengan tata cara menurut pedoman umum penyelenggaraan FGD, dengan modifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Tentang waktu dan tempat pelaksanaan wawancara mendalam sesuai kesepakatan responden dan peneliti.

3.5.2. Pengolahan Data

Tahapan kegiatan pengolahan data hasil responden masyarakat yaitu: pertama, pengeditan data; kedua, pengkodean data; ketiga, pemasukan data ke dalam komputer; dan keempat, pembersihan data. Pengolahan data menggunakan program komputer di antaranya paket program Statistical program for social science SPSS 13.0 for Windows. Pengolahan data AHP yang tertera dalam matriks perbandingan lokal yang telah diisi oleh pakar yaitu nilai-nilai kepentingan atau perbandingan berpasangan suatu elemen terhadap elemen yang lain, digunakan perangkat lunak Criterium Decision Plus V3.04. Dalam rangka penyelesaian ISM, setelah ketiga Structural Self-Interaction Matrix SSIM diisi lengkap oleh responden dengan simbol V, A, X, atau O, kemudian dimasukkan ke dalam Reachability Matrix RM dengan mengkonversi simbol V menjadi angka 1 dan sebaliknya O; huruf A menjadi angka O dan