Kecamatan Bungkal, Kecamatan Balong, Kecamatan Sawoo, dan
72
No Variabel
Kecamatan Bungkal
Kecamatan Balong
Kecamatan Sawoo
Kecamatan Sambit
Ku p
u k
Ko rip
an Kar
an g
- p
atih an
Dad ap
an Ko
ri Pra
y u
n g
an Ng
ad is
an an
Ma g
u an
27 Jumlah Pegawai Negeri
SipilTNIPOLRIKaryawan Swasta orang
170 170
29 92
52 98
111 628
28 Jumlah pensiunan orang
3 3
18 3
10 45
2 8
29 Pemeluk agama Islam
orang 3.575
1.616 5.434
1.681 3.046
4.449 686
2.765 30
Pemeluk agama Kristen orang
3 -
- -
2 3
2 -
31 Jumlah tenaga kerja orang
1.955 855
2169 942
359 263
367 32
Jumlah gedung SD unit 2
1 4
1 4
2 2
2 33
Jumlah gedung SMP unit 1
1 2
1 2
2 1
1 34
Jumlah kelompok tani buah 5
3 4
6 7
8 5
6 35
Jumlah PuskesmasBalai Pengobatan unit
8 7
2 1
4 9
5 1
36 Jumlah Lembaga
Kemasyarakatan Desa buah 3
2 4
3 5
9 4
6 37
Jumlah sumur pompa unit 60
9 12
25 1
23 450
5 38
Jumlah sumur gali unit 652
230 784
465 467
315 18
530 39
Jumlah televisi buah 951
388 743
769 931
543 452
40 Masjid Mushola unit
13 10
27 8
10 20
13 ada
41 Panjang saluran primer
5.500 1.500
- -
1.590 1.000
- -
42 Panjang saluran sekunder
4.555 5.100
- -
2.000 2.200
- -
43 Panjang saluran tertier
3.500 1.500
- -
1.650 1.500
1.700 -
Keterangan : M = Merah; H = Hitam; K = Kuning; A = Abu-abu;
L = Lempungan; D = Debuan
Selain data sekunder yang dikemukakan di atas, berikut ini dikemukakan data hasil wawancara responden yang merupakan masyarakat petani lahan kering
di delapan desa atau di duabelas obyek penelitian; terdiri atas gambaran umum karakteristik responden serta variabel-variabel yang berkaitan dengan
pengendalian mutu lahan kering. 1. Umur Responden
Data umur responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden 84,67 berada pada kisaran umur 18-55 tahun usia kerja, hanya 15,33
responden yang berumur di atas 55 tahun. Responden dalam penelitian ini adalah
73
para pelaku pertanian lahan kering, yang umumnya memang berada dalam kelompok usia produktif usia kerja. Sebaran responden menurut umur disajikan
pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran responden menurut umur
No KecamatanDesa
Usia Usia Kerja
18-55 th Usia Tua
55 th Total
1. Kec.
Kupuk A n
26 4
30 Bungkal
86,7 13,3
100,0 2.
Kupuk B n
12 3
15 80,0
20,0 100,0
3. Koripan
n 22
8 30
73,3 22,7
100,0 4.
Kec. Karangpatihan A
n 29
1 30
Balong 96,7
3,3 100,0
5. Karangpatihan B
n 9
6 15
60 40,0
100,0 6.
Dadapan n
26 4
30 86,7
13,3 100,0
7. Kec.
Kori A n
23 7
30 Sawoo
76,7 23,3
100,0 8.
Kori B n
14 1
15 93,3
6,7 100,0
9. Prayungan
n 25
5 30
83,3 16,7
100,0 10.
Kec. Ngadisanan A
n 30
30 Sambit
100,0 0,0
100,0 11.
Ngadisanan B n
14 1
15 93,3
6,7 100,0
12. Maguan
n 24
6 30
80,0 20,0
100,0
2. Jenis kelamin responden Pelaku pertanian lahan kering di kabupaten Ponorogo terdiri dari laki-laki
dan perempuan, dan responden dalam penelitian ini adalah 51,67 laki-laki dan 48,33 perempuan. Sebaran responden laki-laki dan perempuan di setiap lokasi
penelitian tersaji pada Tabel 6. Responden yang mengikuti program pemberdayaan desa-desa A telah memiliki kesadaran gender yang baik, hal ini
terlihat dari indikator yang sangat sederhana yaitu adanya keseimbangan jumlah responden laki-laki dan perempuan yang bersedia diwawancarai. Artinya populasi
petani yang aktif pada desa-desa program memang seimbang antara petani laki- laki dan perempuan. Sedangkan pada kelompok responden desa-desa B
responden non peserta program tampak adanya nominasi laki-laki. Hal ini
74
menunjukkan bahwa program pemberdayaan yang ada telah berperpektif jender dan ini penting untuk peningkatan mutu lahan kering ke depan.
Tabel 6 Sebaran responden menurut jenis kelamin
No KecamatanDesa
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan Total
1. Kec.
Kupuk A n
15 15
30 Bungkal
50,0 50,0
100,0 2.
Kupuk B n
7 8
15 46,7
53,3 100,0
3. Koripan
n 14
16 30
46,7 53,3
100,0 4.
Kec. Karangpatihan A
n 14
16 30
Balong 46,7
53,3 100,0
5. Karangpatihan B
n 7
8 15
46,7 53,3
100,0 6.
Dadapan n
14 16
30 46,7
53,3 100,0
7. Kec.
Kori A n
17 13
30 Sawoo
56,7 43,3
100,0 8.
Kori B n
10 5
15 66,7
33,3 100,0
9. Prayungan
n 16
14 30
53,3 46,7
100,0 10. Kec.
Ngadisanan A n
15 15
30 Sambit
50,0 50,0
100,0 11.
Ngadisanan B n
11 4
15 73,3
26,7 100,0
12. Maguan
n 15
15 30
50,0 50,0
100,0
3. Tingkat pendidikan responden Tingkat pendidikan formal responden relatif rendah. Data responden
menurut tingkat pendidikan menunjukkan bahwa di sebagian besar lokasi, persentase responden tamat SD lebih banyak dari jumlah responden tamat SMP ke
atas. Persentase responden tamat SD terbesar terdapat di Kori A 90 dan terkecil di Dadapan 30. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan
formal pada setiap lokasi penelitian tertuang dalam Tabel 7. Tabel 7 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan
No KecamatanDesa
Tingkat Pendidikan Tdk
Skolah SD
SMP SMA
Sar- jana
Total 1.
Kec. Kupuk A
N 19
9 2
30 Bungkal
0,0 63,3
30,0 6,7
0,0 100,0
2. Kupuk B
N 8
5 2
15 0,0
53,3 33,3
13,3 0,0
100,0 3.
Koripan N
1 21
4 4
30 3,3
70,0 13,3
13,3 0,0
100,0
75
No KecamatanDesa
Tingkat Pendidikan Tdk
Skolah SD
SMP SMA
Sar- jana
Total 4.
Kec. Krgpatihan A
n 13
12 5
30 Balong
0,0 43,3
40,3 16,7
0,0 100,0
5. Krgpatihan B
n 11
4 15
0,0 73,3
26,7 0,0
0,0 100,0
6. Dadapan
n 9
19 2
30 0,0
30,0 63,3
6,7 0,0
100,0 7.
Kec. Kori A
n 27
2 1
30 Sawoo
0,0 90,0
6,7 0,0
3,3 100,0
8. Kori B
n 6
5 3
1 15
0,0 40,0
33,3 20,0
6,7 100,0
9. Prayungan
n 15
8 6
1 30
0,0 50,0
26,7 20,0
3,3 100,0
10. Kec.
Ngadisanan A n
24 6
30 Sambit
0,0 80,0
20 0,0
0,0 100,0
11. Ngadisanan B
n 9
4 2
15 0,0
60,0 26,7
13,3 0,0
100,0 12.
Maguan n
24 3
3 30
0,0 80,0
10,0 10,0
0,0 100,0
4. Pengeluaran rumah tangga responden Keadaan kesejahteraan responden diketahui melalui pendekatan
pengeluaran tiap bulan, karena bagi masyarakat petani agak sulit memperkirakan pendapatan mereka. Komponen pengeluaran adalah semua jenis kebutuhan
rumah tangga, baik pangan maupun non pangan. Semua kebutuhan yang dipenuhi dari rumah tangga sendiri tidak membeli dikonversi ke dalam nilai rupiah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani diketahui bahwa sebanyak 62,67 responden memiliki pengeluaran
≥ Rp 750.000,00 per bulan, dan hanya 37,33 memiliki pengeluaran Rp 750.000,00 per bulan. Dengan demikian sebagian
besar responden berada dalam tingkat kesejahteraan yang tidak terlalu memprihatinkan. Sebaran responden menurut pengeluaran per bulan secara
lengkap disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa di sembilan lokasi penelitian,
jumlah responden berpengeluaran ≥ Rp 750.000,00 per bulan lebih banyak dari
jumlah responden berpengeluaran Rp 750.000,00 per bulan. Persentase responden berpengeluaran
≥ Rp 750.000,00 per bulan terbesar yaitu di Kupuk A 80 dan Dadapan 80. Sedangkan di tiga lokasi lain, yaitu Karangpatihan B,
Prayungan, dan Ngadisanan A jumlah responden berpengeluaran Rp 750.000,00
76
per bulan lebih banyak dari jumlah responden berpengeluaran ≥ Rp 751.000,00
per bulan. Tabel 8 Sebaran responden menurut pengeluaran rumah tangga responden
Jumlah Pengeluaran No
KecamatanDesa Rp
750.000,00 ≥ Rp
750.000,00 Total
1. Kec.
Kupuk A n
6 24
30 Bungkal
20,0 80,0
100,0 2.
Kupuk B n
4 11
15 26,7
73,3 100,0
3. Koripan
n 10
20 30
33,3 66,7
100,0 4.
Kec. Karangpatihan A
n 7
23 30
Balong 23,3
76,7 100,0
5. Karangpatihan B
n 9
6 15
60,0 40,0
100,0 6.
Dadapan n
6 24
30 20,0
80,0 100,0
7. Kec.
Kori A n
12 18
30 Sawoo
40,0 60,0
100,0 8.
Kori B n
4 11
15 26,7
73,3 100,0
9. Prayungan
n 16
14 30
53,5 46,7
100,0 10. Kec.
Ngadisanan A n
19 11
30 Sambit
63,3 36,7
100,0 11.
Ngadisanan B n
5 10
15 33,3
66,7 100,0
12. Maguan
n 14
16 30
46,7 53,3
100,0
5. Makanan pokok responden Makanan pokok sebagian besar responden adalah beras 93. Sebagian
responden mendapatkan beras dari hasil panen sendiri, namun umumnya hasil panen sendiri tidak mencukupi sehingga harus ditambah dengan membeli. Hanya
sebagian kecil responden di beberapa lokasi saja yang kebutuhan berasnya bisa dicukupi dari hasil panen sendiri seperti di Kupuk A 16,7, Koripan 50,
Karangpatihan A 16,7, Dadapan 30, Kori A 10, Kori B 20, Prayungan 16,7, Ngadisanan A 10, Maguan 20. Beberapa responden
7 menyatakan mengkonsumsi makanan pokok selain beras yaitu singkong dan jagung, yaitu di Kupuk A 26,6, Kupuk B 20, Koripan 13,3,
Karangpatihan A 3,3, Dadapan 3,3, Prayungan 10, Maguan 3,3. Makanan pokok selain beras umumnya diperoleh dari hasil panen sendiri, tidak
ada responden yang mendapatkan makanan pokok selain beras dengan cara
77
membeli. Makanan non beras adalah makanan pengaman di saat masa paceklik datang yaitu pada saat mengolah lahan dan musim tanam.
Data tentang sumber dan jenis makanan pokok responden per lokasi penelitian tertuang dalam Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran responden menurut jenis dan cara mendapatkan makanan pokok
No KecamatanDesa
Jenis dan Cara Mendapatkan Makanan Pokok Beras
hasil panen
sendiri Beras hasil
panen sendiri ditambah
membeli Selain beras,
hasil menanam
sendiri Tidak
Tetap Total
1. Kec. Kupuk A
n 5
17 8
30 Bungkal
16,7 56,7
26,6 0,0
100,0 2.
Kupuk B n
12 3
15 0,0
80,0 20,0
0,0 100,0
3. Koripan
n 15
11 4
30 50,0
36,7 13,3
0,0 100,0
4. Kec. Karangpatihan A
n 5
24 1
30 Balong
16,7 80,0
3,3 0,0
100,0 5.
Karangpatihan B n
15 15
0,0 100,0
0,0 0,0
100,0 6.
Dadapan n
9 20
1 30
30,0 66,7
3,3 0,0
100,0 7. Kec.
Kori A n
3 27
30 Sawoo
10,0 90,0
0,0 0,0
100,0 8.
Kori B n
3 12
15 20,0
80,0 0,0
0,0 100,0
9. Prayungan
n 5
22 3
30 16,7
73,3 10,0
0,0 100,0
10 Kec. Ngadisanan A
n 3
26 1
30 Sambit
10,0 86,7
0,0 3,3
100,0 11
Ngadisanan B n
15 15
0,0 100,0
0,0 0,0
100,0 12
Maguan n
6 23
1 30
20,0 76,7
3,3 0,0
100,0
6. Frekuensi menanam padi per tahun Sebagaimana disampaikan dalam pembahasan sebelumnya, makanan
pokok sebagian besar responden adalah beras, yang pemenuhannya umumnya tidak cukup dari hasil panen sendiri sehingga sebagian harus membeli. Jika
dilihat dari frekuensi menanam padi, terlihat bahwa memang sebagian besar responden hanya bisa menanam padi satu kali dalam setahun Tabel 10.
78
Tabel 10 Sebaran responden menurut frekuensi menanam per tahun
No KecamatanDesa
Frekuensi Menanam 1x thn
1-2xthn 2x thn
Total 1.
Kec. Kupuk A
n 13
15 2
30 Bungkal
50,0 43,3
6,7 100,0
2. Kupuk B
n 11
2 2
15 60,0
13,3 13,3
100,0 3.
Koripan n
1 19
7 30
13,3 63,3
23,3 100,0
4. Kec.
Karangpatihan A n
22 4
4 30
Balong 73,3
13,3 13,3
100,0 5.
Karangpatihan B n
14 1
15 93,3
6,7 0,0
100,0 6.
Dadapan n
2 8
20 30
6,6 26,7
66,7 100,0
7. Kec.
Kori A n
15 7
8 30
Sawoo 50,0
23,3 26,7
100,0 8.
Kori B n
8 3
4 15
53,3 20,0
26,7 100,0
9. Prayungan
n 9
17 4
30 30,0
56,7 13,3
100,0 10. Kec.
Ngadisanan A n
20 7
3 30
Sambit 66,7
23,3 10,0
100,0 11.
Ngadisanan B n
13 2
15 86,7
13,3 0,0
100,0 12.
Maguan n
2 3
25 30
6,6 10,0
83,3 100,0
Dari dua belas lokasi penelitian, terdapat delapan lokasi penelitian yang respondennya sebagian besar menyatakan hanya menanam padi satu kali setahun.
Dua lokasi yaitu Koripan dan Prayungan sebagian besar responden menyatakan menanam padi 1-2 kali setahun berturut-turut 63,3 dan 56,7, dan di dua
lokasi lainnya sebagian besar responden menyatakan bisa menanam padi dua kali setahun yaitu di Dadapan 66,7 dan Maguan 83,3. Hal ini sesuai dengan
kondisi karakteristik lahan, bahwa Desa Dadapan dan Maguan bisa dominan ditanami padi pada musim hujan.
Perlakuan lahan pada lokasi penelitian pada umumnya sebagai berikut: lahan diolah pada November sampai dengan Desember, kemudian ketika mulai
turun hujan sekitar Januari ditanami jagung saja, akan panen setelah 120 hari. Menjelang panen jagung tersebut, kira-kira umur 105 hari, daun yang telah
menguning disembreti dilepas daunnya, kemudian mulai ditugal untuk ditanami jagung kembali. Jagung kedua akan dipanen pada bulan Mei, setelahnya akan
ditanami kacang hijau jika masih terdapat hujan dan akan panen setelah 60 hari, yaitu sekitar bulan Juli. Lahan akan bera selama 3 bulan. Di pematang ditanami
79
cabe, untuk kebutuhan keluarga sendiri, tidak dijual. Jika musim hujan, pematang pada umumnya ditanami cabe, bayam, kenikir, terong, kacang tunggak, gambas,
koro, kacang panjang, kecipir, bligo. Ketika tiba musin hujan, singkong yang telah berumur satu tahun dipanen untuk cadangan makanan keluarga.
7. Produksi lahan kering per tahun Sebagian besar responden di hampir semua lokasi menyatakan bahwa
produsi lahan kering per tahun selama lima tahun terakhir mengalami penurunan, bahkan di Kupuk B, Karangpatihan B, Kori B, Ngadisanan B, seluruh responden
menyatakan menurun. Di Karangpatihan A hanya sedikit responden yang menyatakan bahwa produsi lahan kering menurun hanya 16,7, sebagian besar
responden 56,7 menyatakan bahwa produsi lahan kering tetap, bahkan 26,7 menyatakan bahwa produksi meningkat. Responden di Koripan juga banyak yang
menyatakan meningkat 30. Data selengkapnya terkait pendapat responden mengenai produksi lahan kering dalam lima tahun terakhir disajikan pada Tabel
11. Dari data tersebut terlihat bahwa penurunan produksi lahan kering dirasakan oleh sebagian besar responden. Beberapa penyebab penurunan produksi yang
disampaikan oleh responden adalah gagal panen karena kekeringan di musim kemarau, banjir pada musim hujan, serta serangan hama dan penyakit.
Tabel 11 Sebaran responden menurut produksi lahan kering per tahun
No KecamatanDesa
Produksi Lahan Kering Menurun
Tetap Meningkat
Total 1.
Kec. Kupuk A
n 27
3 30
Bungkal 90,0
10,0 0,0
100,0 2.
Kupuk B n
15 15
100,0 0,0
0,0 100,0
3. Koripan
n 17
4 9
30 56,7
13,3 30,0
100,0 4.
Kec. Karangpatihan A
n 5
17 8
30 Balong
16,7 56,7
26,7 100,0
5. Karangpatihan B
n 10
15 100,0
0,0 0,0
100,0 6.
Dadapan n
24 4
2 30
80,0 13,3
6,7 100,0
7. Kec.
Kori A n
27 3
30 Sawoo
90,0 10,0
0,0 100,0
8. Kori B
n 15
15 100,0
0,0 0,0
100,0 9.
Prayungan n
27 3
30 90,0
10,0 0,0
100,0
80
No KecamatanDesa
Produksi Lahan Kering Menurun
Tetap Meningkat
Total 10. Kec.
Ngadisanan A n
20 7
3 30
Sambit 66,7
23,3 10,0
100,0 11.
Ngadisanan B n
15 15
100,0 0,0
0,0 100,0
12. Maguan
n 26
3 1
30 86,7
10,0 3,3
100,0
8. Pengalaman gagal panen Gagal panen merupakan salah satu penyebab menurunnya produksi lahan
yang dirasakan oleh responden. Gagal panen bisa disebabkan oleh adanya kekeringan atau sebaliknya terlalu banyak curah hujan, diserang hama dan
penyakit. Data hasil wawancara responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden pernah mengalami kejadian gagal panen dalam lima tahun terakhir.
Responden di Ngadisanan B semuanya menyatakan pernah mengalami gagal panen. Di Karangpatihan B dan Kori B, masing-masing 86,7 responden
menyatakan pernah mengalami gagal panen. Demikian pula di beberapa lokasi penelitian lainnya, persentase responden yang menyatakan pernah mengalami
gagal penen lebih banyak dari persentase responden yang menyatakan tidak pernah mengalami gagal panen. Beberapa lokasi penelitian yang persentase
responden yang menyatakan tidak pernah mengalami gagal penen lebih banyak dari persentase responden yang menyatakan pernah mengalami gagal panen hanya
di Maguan 90, Kupuk B 66,7, dan Prayungan 63,3. Pada tiga desa ini tidak banyak terjadi gagal panen, namun responden banyak yang menyatakan
hasil panennya menurun. Data sebaran responden menurut kejadian gagal panen yang pernah dialami disajikan dalam Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran responden menurut pengalaman gagal panen
No KecamatanDesa
Pengalaman Gagal Panen Pernah
Tidak Pernah Total
1. Kec.
Kupuk A n
21 9
30 Bungkal
70,0 30,0
100,0 2.
Kupuk B n
5 10
15 33,3
66,7 100,0
3. Koripan
n 15
15 30
50,0 50,0
100,0 4.
Kec. Karangpatihan A
n 22
8 30
Balong 73,3
26,7 100,0
5. Karangpatihan B
n 13
2 15
86,7 13,3
100,0
81
No KecamatanDesa
Pengalaman Gagal Panen Pernah
Tidak Pernah Total
6. Dadapan
n 22
8 30
73,3 26,7
100,0 7.
Kec. Kori A
n 16
14 30
Sawoo 53,3
46,7 100,0
8. Kori B
n 13
2 15
86,7 13,3
100,0 9.
Prayungan n
11 19
30 36,7
63,3 100,0
10. Kec.
Ngadisanan A n
21 9
30 Sambit
70,0 30,0
100,0 11.
Ngadisanan B n
15 15
100,0 0,0
100,0 12.
Maguan n
3 27
30 10,0
90,0 100,0
9. Keadaan tanaman keras di lahan garapan Tanaman keras di lahan garapan lahan kering berfungsi untuk penguat
lahan yang miring dari longsor dan mampu menciptakan iklim mikro yang bisa menambah kelembaban udara sehingga udara tidak terlalu panas pada musim
kemarau. Perakaran tanaman keras juga bisa menyimpan air sehingga bisa memelihara keberlangsungan mata air.
Tabel 13 menunjukkan data keberadaan tanaman keras di lahan garapan yang dikerjakan oleh responden. Responden yang menyatakan terdapat banyak
tegakan di lahan garapannya; dengan jumlah tegakan lebih dari 50 batang antara lain di Kori A 30, Kupuk A 26,7; dengan jumlah tegakan 25-50 batang
antara lain Karangpatihan A 36,7. Responden dari lokasi-lokasi tersebut adalah para peserta program, yang sudah mendapatkan bimbingan dalam
pengelolaan lahan kering. Namun responden di Ngadisanan A juga peserta program sebagian besar menyatakan tidak ada tegakan di lahan garapan mereka
43,3. Kelompok responden dari desa program namun mereka bukan peserta program sebagian besar menyatakan di lahan garapan terdapat tegakan namun
jumlahnya tidak banyak kurang dari 25 batang, yaitu Kupuk B 46,7, Karangpatihan B 53,3, Kori B 40, Ngadisanan B 73,3. Sedangkan
responden dari desa-desa non program umumnya menyatakan tidak ada tegakan di lehan garapannya, yaitu Koripan 43,3, Dadapan 66,7, Maguan 63,3,
dan Prayungan 20 menyatakan tidak ada tegakan; 36,7 menyatakan ada tegakan kurang dari 10 batang.
82
Data lengkap mengenai jumlah tegakantanaman keras di lahan garapan disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Sebaran responden menurut jumlah tanaman keras di lahan garapan
No KecamatanDesa
Jumlah Tanaman Keras di Lahan Garapan Tdk Ada
10 batang
10-24 batang
25-50 batang
50 batang
Total 1.
Kec. Kupuk A
N 7
5 7
3 8
30 Bungkal
23,3 16,7
23,3 10
,0 26,7
100,0 2.
Kupuk B N
1 2
7 3
2 15
6,7 13,3
46,7 20
,0 13,3
100,0 3.
Koripan N
13 11
5 1
30 43,3
36,7 16,7
3,3 ,0
100,0 4.
Kec. Krgpatihan A
N 6
7 4
11 2
30 Balong
20 ,0
23,3 13,3
36,7 6,7
100,0 5.
Krgpatihan B N
1 8
5 1
15 6,7
53,3 33,3
6,7 ,0
100,0 6.
Dadapan N
20 7
1 2
30 66,7
23,3 3,3
6,7 ,0
100,0 7.
Kec. Kori A
N 1
9 9
2 9
30 Sawoo
3,3 30
,0 30
,0 6,7
30 ,0
100,0 8.
Kori B N
2 6
4 3
15 13,3
40 ,0
26,7 ,0
20 ,0
100,0 9.
Prayungan N
6 11
9 4
30 20
,0 36,7
30 ,0
13,3 ,0
100,0 10. Kec.
Ngadisanan A N
13 9
4 2
2 30
Sambit 43,3
30 ,0
13,3 6,7
6,7 100,0
11. Ngadisanan B
N 3
11 1
15 20
,0 73,3
6,7 ,0
,0 100,0
12. Maguan
N 19
9 2
30 63,3
30 ,0
6,7 ,0
,0 100,0
10. Kondisi mutu lahan kering Secara umum responden berpendapat bahwa mutu lahan kering yang
mereka kerjakan kurang baik. Di Karangpatihan A, Kori A, dan Kori B lebih dari 50 responden menyatakan lahan kering bermutu baik. Selebihnya, responden
menyatakan mutu lahan kering kurang baik, bahkan di Karangpatihan B dan Ngadisanan B lebih dari 90 responden menyatakan lahan kering kurang baik.
Data selengkapnya mengenai pendapat responden terhadap mutu lahan kering disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Sebaran responden menurut keadaan mutu lahan kering
No KecamatanDesa
Mutu Lahan Kurang Baik
Baik Total
1. Kec.
Kupuk A n
15 15
30 Bungkal
50,0 50,0
100,0 2.
Kupuk B n
10 5
15 66,7
33,3 100,0
83
No KecamatanDesa
Mutu Lahan Kurang Baik
Baik Total
3. Koripan
n 15
15 30
50,0 50,0
100,0 4.
Kec. Karangpatihan A
n 14
16 30
Balong 46,7
53,3 100,0
5. Karangpatihan B
n 14
1 15
93,3 6,7
100,0 6.
Dadapan n
19 11
30 63,3
36,7 100,0
7. Kec.
Kori A n
10 20
30 Sawoo
33,3 66,7
100,0 8.
Kori B n
7 8
15 46,7
53,3 100,0
9. Prayungan
n 20
10 30
66,7 33,3
100,0 10.
Kec. Ngadisanan A
n 15
15 30
Sambit 50,0
50,0 100,0
11. Ngadisanan B
n 14
1 15
93,3 6,7
100,0 12.
Maguan n
17 13
30 56,7
43,3 100,0
11. Frekuensi penyuluhan dan bimbingan tehnis pengendalian lahan kering Upaya pengendalian lahan kering dilakukan oleh pemerintah, salah
satunya dengan mengadakan penyuluhan dan bimbingan teknis kepada para petani lahan kering. Tabel 15 menyajikan data berapa kali responden pernah menerima
penyuluhan dan bimbingan teknis pengendalian lahan kering dalam lima tahun terakhir.
Tabel 15 Sebaran responden menurut frekuensi penyuluhan dan bimbingan teknis Bintek pengendalian lahan kering selama lima tahun terakhir
No KecamatanDesa
Frekuensi Penyuluhan dan Bintek ≤30 kali
30-60 kali
≥60 kali Total
1. Kec.
Kupuk A n
19 8
3 30
Bungkal 63,3
26,7 10,0
100,0 2.
Kupuk B n
15 15
100,0 0,0
0,0 100,0
3. Koripan
n 19
11 30
63,3 36,7
0,0 100,0
4. Kec.
Karangpatihan A n
27 2
1 30
Balong 90,0
6,7 3,3
100,0 5.
Karangpatihan B n
15 15
100,0 0,0
0,0 100,0
6. Dadapan
n 29
1 30
96,7 3,3
0,0 100,0
7. Kec.
Kori A n
22 7
1 30
Sawoo 73,3
23,3 3,3
100,0 8.
Kori B n
15 15
100,0 0,0
0,0 100,0
84
No KecamatanDesa
Frekuensi Penyuluhan dan Bintek ≤30 kali
30-60 kali
≥60 kali Total
9. Prayungan
n 30
30 100,0
0,0 0,0
100,0 10. Kec.
Ngadisanan A n
20 10
30 Sambit
66,7 33,3
0,0 100,0
11. Ngadisanan B
n 15
15 100,0
0,0 0,0
100,0 12.
Maguan n
15 15
30 50,0
50,0 0,0
100,0
Sebagian besar responden menyatakan menerima penyuluhan dan bintek kurang dari 30 kali dalam lima tahun terakhir kurang dari satu kali per dua
bulan. Responden desa program tetapi bukan peserta program; yaitu di Ngadisanan B bahkan tidak pernah menerima penyuluhan dan bintek dalam lima
tahun terakhir; sedangkan responden di Kupuk B, Karangpatihan B, Kori B, semuanya menyatakan hanya satu kali menerima penyuluhan dan bintek dalam
lima tahun terakhir. Sebagian kecil responden menyatakan menerima penyuluhan dan bintek 30-60 kali dalam lima tahun terakhir satu kali setiap 1-2 bulan, yaitu
Kupuk A 26,7, Koripan 36,7, Karangpatihan A 6,7, Dadapan 3,3, Kori A 23,3, Ngadisanan A 33,3, Maguan 50,0. Beberapa responden
menyatakan mendapar penyuluhan dan bintek lebih dari 60 kali dalam lima tahun terakhir, yaitu responden peserta program; Kupuk A 10,0, Karangpatihan A
3,3, dan Kori A 3,3. Desa Kupuk, Ngadisanan, Kori, dan Karangpatihan ialah desa-desa yang
mendapat bantuan program khusus intensifikasi penyuluhan dan bimbingan pada periode tahun 2001 sampai 2008; sementara Desa Prayungan, Maguan, Koripan
dan Dadapan hanya mendapat program rutin Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo 2011.
12. Pengetahuan bertani Penyuluhan dan bimbingan teknis diharapkan akan meningkatkan
pengetahuan, persepsi, dan perilaku dalam pengendalian lahan kering. Pengetahuan responden mengenai bertani di lahan kering sebagian besar termasuk
kategori kurang baik, bahkan di Karangpatihan B dan Ngadisanan B semua responden memiliki pengetahuan yang kurang baik. Hanya di Kupuk A dan
Ngadisanan A masing-masing 60 responden memiliki pengetahuan yang baik.
85
Pengetahuan responden didasarkan pada jawaban mereka atas sejumlah pertanyaan yang diajukan. Jawaban responden pada umumnya belum sepenuhnya
tepat sebagaimana yang diharapkan khususnya tentang: ciri-ciri lahan kering yang dapat digunakan untuk berusaha, faktor-faktor penyebab produksi tani lahan
kering rendah, dampak dari mutu lahan kering yang rendah; cara-cara meningkatkan mutu lahan kering, faktor-faktor pendukung peningkatan mutu
lahan kering untuk usahatani, faktor-faktor pendukung penurunan mutu lahan kering untuk usaha tani, dampak positif dan negatif penggunaan pupuk buatan
atau kimia, hubungan antara pengelolaan sumberdaya dan lingkungan dengan mutu lahan kering untuk usahatani, sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan mutu lahan kering untuk usahatani. Data selengkapnya mengenai pengetahuan responden di setiap lokasi
penelitian disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16 Sebaran responden menurut pengetahuan bertani
No KecamatanDesa
Pengetahuan Bertani Kurang Baik
Baik Total
1. Kec.
Kupuk A n
12 18
30 Bungkal
40,0 60,0
100 2.
Kupuk B n
12 3
15 80,0
20,0 100
3. Koripan
n 29
1 30
96,7 3,3
100 4.
Kec. Karangpatihan A
n 25
5 30
Balong 83,3
16,7 100
5. Karangpatihan B
n 15
15 100,0
0,0 100
6. Dadapan
n 29
1 30
96,7 3,3
100 7.
Kec. Kori A
n 26
4 30
Sawoo 86,7
13,3 100
8. Kori B
n 9
6 15
60,0 40,0
100 9.
Prayungan n
27 3
30 90,0
10,0 100
10. Kec.
Ngadisanan A n
12 18
30 Sambit
40,0 60,0
100 11.
Ngadisanan B n
15 15
100,0 0,0
100 12.
Maguan n
28 2
30 93,3
6,7 100
86
13. Persepsi dalam bertani Meskipun pengetahuan responden bervariasi, namun seluruh responden
memiliki persepsi yang positif dalam bertani. Hal ini menunjukkan adanya kepedulian yang tinggi dari masyarakat tani lahan kering terhadap mutu lahan
kering di sekitarnya. Data persepsi responden dalam bertani disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17 Sebaran responden menurut persepsi dalam bertani
No KecamatanDesa
Persepsi dalam Bertani Posistif
Negatif Total
1. Kec.
Kupuk A n
30 0,0
30 Bungkal
100,0 0,0
100,0 2.
Kupuk B n
15 0,0
15 100,0
0,0 100,0
3. Koripan
n 30
0,0 30
100,0 0,0
100,0 4.
Kec. Karangpatihan A
n 30
0,0 30
Balong 100,0
0,0 100,0
5. Karangpatihan B
n 15
0,0 15
100,0 0,0
100,0 6.
Dadapan n
30 0,0
30 100,0
0,0 100,0
7. Kec.
Kori A n
30 0,0
30 Sawoo
100,0 0,0
100,0 8.
Kori B n
15 0,0
15 100,0
0,0 100,0
9. Prayungan
n 30
0,0 30
100,0 0,0
100,0 10. Kec.
Ngadisanan A n
30 0,0
30 Sambit
100,0 0,0
100,0 11.
Ngadisanan B n
15 0,0
15 100,0
0,0 100,0
12. Maguan
n 30
0,0 30
100,0 0,0
100,0
14. Perilaku dalam bertani Perilaku bertani merupakan praktek bertani yang biasa dilakukan oleh
petani lahan kering. Perilaku responden dalam mengelola lahan kering garapannya
dinilai antara lain dari segi: penanaman pohon atau tanaman keras di areal lahan kering garapan, penggunaan pestisida untuk pertanian, penggunaan pupuk buatan
atau pupuk kimia dan pupuk organik untuk tanaman. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar petani sudah
melakukan tatacara bertani yang positif terhadap lahan kering, terutama kelompok responden peserta program Kupuk A 80; Karangpatihan A 83,3; Kori A
87
86,7; Ngadisanan A 80. Kelompok responden yang tinggal di desa program tetapi bukan peserta program, pada sebagian responden masih melakukan praktek
bertani yang kurang positif seperti di Kupuk B 60, Kori B 86,7, dan Ngadisanan B 53,3. Sedangkan di Karangpatihan B, meskipun bukan peserta
program namun seluruh responden sudah melakukan praktek bertani yang positif terhadap lahan kering. Demikian pula di desa non program Koripan, Dadapan,
Prayungan, dan Maguan sebagian besar responden berperilaku positif dalam bertani. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Sebaran responden menurut perilaku dalam bertani
No KecamatanDesa
Perilaku Bertani Kurang Positif
Positif Total
1. Kec.
Kupuk A n
6 24
30 Bungkal
20,0 80,0
100,0 2.
Kupuk B n
9 6
15 60,0
40,0 100,0
3. Koripan
n 2
28 30
6,7 93,3
100,0 4.
Kec. Karangpatihan A
n 5
25 30
Balong 16,7
83,3 100,0
5. Karangpatihan B
n 15
15 0,0
100,0 100,0
6. Dadapan
n 12
18 30
40,0 60,0
100,0 7.
Kec. Kori A
n 4
26 30
Sawoo 13,3
86,7 100,0
8. Kori B
n 2
13 15
86,7 13,3
100,0 9.
Prayungan n
1 29
30 3,3
96,7 100,0
10. Kec.
Ngadisanan A n
6 24
30 Sambit
20,0 80,0
100,0 11.
Ngadisanan B n
8 7
15 53,3
46,7 100,0
12. Maguan
n 6
24 30
20,0 80,0
100,0
15. Sumber air untuk tanaman pertanian di lahan kering Hasil wawancara responden menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mendapatkan air untuk tanaman pertanian dari air hujan. Hanya ada satu responden di Koripan 3,3 mendapatkan air dari sumur biasa. Beberapa
responden mendapatkan air dari sumur bor, yaitu di Kupuk A 3,3, Prayungan 26,7, Ngadisanan A 3,3, Ngadisanan B 20,0, dan Maguan 3,3.
88
Beberapa responden menyatakan mendapatkan air dari irigasi, yaitu di Koripan 26.6, dan Prayungan 3,3.
Data selengkapnya mengenai sumber air untuk tanaman pertanian disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Sebaran responden menurut sumber air untuk pertanian di lahan kering
No KecamatanDesa
Sumber Air Air
Hujan Air
Sumur Sumur
Bor Irigasi
Total 1.
Kec. Kupuk A
n 29
1 30
Bungkal 96,7
0,0 3,3
0,0 100,0
2. Kupuk B
n 15
15 100,0
0,0 0,0
0,0 100,0
3. Koripan
n 21
1 8
30 66,6
3,3 0,0
26,6 100,0
4. Kec.
Karangpatihan A n
30 30
Balong 100,0
0,0 0,0
0,0 100,0
5. Karangpatihan B
n 15
15 100,0
0,0 0,0
0,0 100,0
6. Dadapan
n 30
30 100,0
0,0 0,0
0,0 100,0
7. Kec.
Kori A n
30 30
Sawoo 100,0
0,0 0,0
0,0 100,0
8. Kori B
n 15
15 100,0
0,0 0,0
0,0 100,0
9. Prayungan
n 21
8 1
30 70,0
0,0 26,7
3,3 100,0
10. Kec.
Ngadisanan A n
29 1
30 Sambit
96,7 0,0
3,3 0,0
100,0 11.
Ngadisanan B n
12 3
15 80,0
0,0 20,0
0,0 100,0
12. Maguan
n 29
1 30
96,7 0,0
3,3 0,0
100,0
16. Sumber pengadaan pupuk untuk tanaman pertanian di lahan kering Pengadaan pupuk untuk tanaman pertanian di lahan kering berbeda-beda
antar responden. Sebagian besar responden menggunakan pupuk olahan sendiri ditambah dengan membeli, karena hasil olahan sendiri tidak mencukupi. Namun
ada sebagian responden yang cukup menggunakan pupuk hasil olahan sendiri yaitu di Kupuk B 100, Koripan 76,7, Karangpatihan A 13,3,
Karangpatihan B 66,7, Dadapan 10, Prayungan 13,3. Beberapa responden bahkan tidak menggunakan pupuk, umumnya karena keterbatasan
biaya, yaitu Koripan 6,7, Kori A 3,3, Kori B 13,3. Sumber pengadaan pupuk untuk tanaman pertanian di semua lokasi
penelitian disajikan pada Tabel 20.
89
Tabel 20 Sebaran responden menurut sumber pengadaan pupuk untuk pertanian di lahan kering
No KecamatanDesa
Sumber Pupuk Meng-
olah sendiri
Mem- beli
Mengolah sendiri +
membeli Tidak
pakai pupuk
Total 1.
Kec. Kupuk A
n 8
22 30
Bungkal 0.0
26,7 73,3
0.0 100,0
2. Kupuk B
n 15
15 100,0
0.0 0.0
0.0 100,0
3. Koripan
n 23
5 2
30 76,7
16,7 0.0
6,7 100,0
4. Kec.
Karangpatihan A n
4 2
24 30
Balong 13,3
6,7 80,0
0.0 100,0
5. Karangpatihan B
n 10
5 15
66,7 33,3
0.0 0.0
100,0 6.
Dadapan n
3 13
14 30
10,0 43,3
46,7 0.0
100,0 7.
Kec. Kori A
n 7
22 1
30 Sawoo
0.0 13,3
73,3 3,3
100,0 8.
Kori B n
13 2
15 0.0
86,7 0.0
13,3 100,0
9. Prayungan
n 4
2 24
30 13,3
6,7 80,0
0.0 100,0
10. Kec.
Ngadisanan A n
8 22
30 Sambit
0.0 26,7
73,3 0.0
100,0 11.
Ngadisanan B n
2 13
15 0.0
13,3 86,7
0.0 100,0
12. Maguan
n 4
26 30
0.0 13,3
86,7 0.0
100,0
17. Sumber penggunaan pestisida untuk tanaman pertanian di lahan kering Penggunaan pestisida pada sebagian besar responden di semua lokasi penelitian
tidak teratur, tergantung kebutuhan keadaan hama dan penyakit tanaman dan ketersediaan biaya. Beberapa responden tidak menggunakan pestisida, yaitu di
Kupuk A, Karangpatihan A, Dadapan, Ngadisanan A masing-masing 3,3, Kori B dan Prayungan masing-maisng 6,7, serta Maguan 13,3. Namun
demikian cukup banyak pula responden yang menggunakan pupuk bahkan sampai empat kali dalam satu kali musim tanam. Data selengkapnya mengenai
penggunaan pestisida untuk tanaman pertanian di semua lokasi penelitian disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21
.
90
Tabel 21 Sebaran responden menurut sumber penggunaan pestisida untuk pertanian di lahan kering
Penggunaan Pestisida tiap 1 x Musim Tanam No
KecamatanDesa Tidak
Pernah Tidak
Tratur 1 kali
2 – 3
kali 4 kali
Total 1.
Kec. Kupuk A
N 1
17 1
6 5
30 Bungkal
3,3 56,7
3,3 20,0
16,7 100,0
2. Kupuk B
N 13
2 15
0,0 86,7
13,3 0,0
0,0 100,0
3. Koripan
N 30
30 0,0
100,0 0,0
0,0 0,0
100,0 4.
Kec. Krgpatihan A
N 1
14 2
12 1
30 Balong
3,3 46,7
6,7 40,0
3,3 100,0
5. Krgpatihan B
N 14
1 15
0,0 93,3
6,7 0,0
0,0 100,0
6. Dadapan
N 1
27 1
1 30
3,3 90,0
0,0 3,3
3,3 100,0
7. Kec.
Kori A N
23 4
3 30
Sawoo 0,0
76,7 13,3
10,0 0,0
100,0 8.
Kori B N
1 10
4 15
6,7 66,7
0,0 26,7
0,0 100,0
9. Prayungan
N 2
21 5
2 30
6,7 70,0
0,0 16,7
6,7 100,0
10. Kec. Ngadisanan A
N 1
17 1
6 5
30 Sambit
3,3 56,7
3,3 20,0
16,7 100,0
11. Ngadisanan B
N 1
14 15
6,7 93,3
0,0 0,0
0,0 100,0
12. Maguan
N 4
18 2
6 30
13,3 60,0
0,0 6,7
20,0 100,0
18. Keberadaan organisasi masyarakat petani lahan kering Ketika ditanyakan kepada responden mengenai keberadaan organisasi
masyarakat petani lahan kering, sebagian besar responden menyatakan belum ada, terutama kelompok responden desa program tetapi bukan peserta program; yaitu
Kupuk B, Karangpatihan B, Ngadisanan B; seluruh responden menyatakan belum ada. Demikan pula responden di Maguan desa non program, seluruh responden
menyatakan belum ada organisasi masyarakat petani lahan kering di wilayahnya. Berikut ini adalah data selengkapnya mengenai keberadaan organisasi masyarakat
petani lahan kering menurut responden di semua lokasi penelitian Tabel 22.
91
Tabel 22 Keberadaan organisasi masyarakat petani lahan kering
No KecamatanDesa
Keberadaan Organisasi Belum Ada
Ada Total
1. Kec.
Kupuk A n
20 10
30 Bungkal
66,7 33,3
100,0 2.
Kupuk B n
15 15
100,0 0,0
100,0 3.
Koripan n
22 8
30 73,3
26,7 100,0
4. Kec.
Karangpatihan A n
23 7
30 Balong
76,7 23,3
100,0 5.
Karangpatihan B n
15 15
100,0 0,0
100,0 6.
Dadapan n
18 12
30 60,0
40,0 100,0
7. Kec.
Kori A n
18 12
30 Sawoo
60,0 40,0
100,0 8.
Kori B n
7 8
15 46,7
53,3 100,0
9. Prayungan
n 28
2 30
93,3 6,7
100,0 10.
Kec. Ngadisanan A
n 20
10 30
Sambit 66,7
33,3 100,0
11. Ngadisanan B
n 15
15 100,0
0,0 100,0
12. Maguan
n 30
30 100,0
0,0 100,0
19. Deskripsi peta tanah lokasi studi Satuan peta tanah SPT merupakan pengelompokan berdasarkan
kesamaan jenis tanah dan faktor lingkungan lainnya, walaupun demikian satuan peta tanah yang benar-benar homogen sulit di temukan, oleh karena itu SPT
dibedakan atas tiga jenis, yaitu: a. Konsosiasi di mana ditemukan satu jenis tanah atau seri tanah utama
yang luasnya lebih dari 75 persen SPT tersebut b. Asosiasi di mana dalam SPT tersebut ditemukan dua atau tiga jenis
tanah atau seri tanah utama, tetapi tidak satupun dari jenis tanah atau seri tanah tersebut luasnya lebih dari 75 persen SPT tersebut dan pada tingkat
survey yang lebih detail, jenis tanah atau seri tanah tersebut dapat dipisahkan satu sama lain menjadi SPT tersendiri
c. Kompleks sama seperti asosiasi, tetapi pada tingkat survei yang lebih detail, jenis tanah atau seri tanah tersebut tidak dapat dipisahkan satu
sama lain menjadi SPT tersendiri
92
Perincian nama dan jenis tanah serta sebarannya di lokasi penelitian adalah seperti tertera dalam Tabel 23, Tabel 24, Tabel 25, dan Gambar 6.
Tabel 23 Sebaran jenis tanah di lokasi penelitian
No Jenis Tanah Pusat
Penelitian Tanah, 1983 Bahan
Induk Relief
Luas ha
1 Alluvial
Vulkanik Datar- Berombak
4221.635 14.80
2 Kompleks Mediteran
Merah Kuning; Lithosol Vulkanik Bergelombang-
Berbukit 24068.728
84.38 3
Kompleks Mediteran Merah Kuning; Grumusol
Vulkanik Bergelombang- Berbukit
234.089 0.82
TOTAL 28524.452
100
Tabel 24 Nama dan jenis tanah di lokasi penelitian
No Nama
Tanah Deskripsi Singkat
1 Tanah
Alluvial Disebut juga tanah endapan; tanah yang dibentuk dari lumpur sungai
yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian.
Tanah yang berkembang dari bahan aluvium muda, mempunyai susunan berlapis atau kadar C-organik tidak teratur dan tidak mempunyai horison
diagnostik kecuali tertimbun oleh 50cm atau lebih bahan baru selain horison A okrik, horison H histik, atau sulfurik dengan kadar fraksi pasir
kurang dari 60 pada kedalaman antara 25-100 cm dari permukaan tanah mineral.
2 Tanah
Mediteran Merah
Kuning Tanah jenis ini berasal dari batuan kapur keras limestone. Penyebaran
di daerah beriklim subhumid, topografi karst dan lereng vulkan dengan ketinggian di bawah 400 m. Warna tanah cokelat hingga merah.
Tanah lain yang mempunyai horison argilik, mempunyai kejenuhan basa NH4OAc lebih dari 5 sekurang-kurangnya pada beberapa bagian
horison B. Berbatasan langsung dengan horison argilik atau fragipan. 3
Litosol Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah
yang tidak begitu tebal. Bahannya berasal dari jenis batuan beku yang belum mengalami proses pelapukan secara sempurna. Jenis tanah ini
banyak ditemukan di lereng gunung dan pegunungan di seluruh Indonesia.
Tanah lain yang berada pada batuan kukuh sampai kedalaman 20 cm dari permukaan tanah.
4 Grumusol
Jenis ini berasal dari batu kapur, batuan lempung, tersebar di daerah iklim subhumid atau subarid, dan curah hujan kurang dari 2.500 mmtahun.
Tanah lain, setebal 20 cm dari lapisan atas dicampur kadar lliat 30 atau lebih sampai sekurang-kurangnya 50 cm dari permukaan. Jika tidak
terdapat pengaruh pengairan dan mempunyai satu atau lebih ciri berikut : bentukan gilgai, atau strukttur membaji yang jelas pada kedalaman antara
25-100 cm dari permukaan.
93
Tabel 25 Padanan nama tanah berdasarkan beberapa sistem klasifikasi
No PPT, 1983
FAO-UNESCO, 1974 Taksonomi Tanah, 1998-USDA
1 Tanah Alluvial
Fluvisol Entisol; Inceptisol
2 Tanah Mediteran
Merah Kuning Luvisol
Alfisol; Inceptisol 3
Litosol Litosol
Entisol 4
Grumusol Vertisol
Vertisol
Gambar 6 Peta jenis tanah di lokasi penelitian
94
V. HASIL DAN PEMBAHASAN