Kerangka Pemikiran Rainfed areas quality control model based on community empwerment in Ponorogo district

5 pada lokasi penelitian, bahwa dalam kehidupan sehari-hari terlihat keterkaitan yang erat antara degradasi lahan dengan kemiskinan masyarakat tani. Lahan kering yang rusakterdegradasi akan menjadi lahan kritis sehingga lahan tersebut rendah produktifitasnya. Rendahnya produktifitas lahan akan menyebabkan turunnya tingkat pendapat petani. Mengingat sumber pendapatan petani lahan kering sebagian besar bertumpu pada lahan kering, apabila lahan kering menurun produktifitasnya, maka petani juga akan mengalami penurunan pendapatannya. Dampak negatif dari kemiskinan masyarakat tani lahan kering dapat memicu terjadinya gejolak sosial yang bisa mengganggu kehidupan masyarakat, seperti meningkatnya kejahatan pencurian, persengketaan lahan dan sebagainya. Dampak lain dari kemiskinan masyarakat adalah terjadinya perusakan lingkungan dan keanekaragaman hayati, akibat tindakan yang tidak disadari atau tidak bertanggungjawab, seperti penebangan pohon-pohon tanaman keras penyangga tanah, yang tidak diikuti oleh penanaman atau penghijauan kembali. Keterkaitan antara degradasi lahan dan kemiskinan serta persoalan sosial yang muncul, saling terkait seperti lingkaran setan. Agar lingkaran setan ini terputus maka perlu ditelaah berbagai faktor yang berhubungan dengan degradasi lahan ini. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan degradasi lahan kering di Kabupaten Ponorogo perlu ditelaah secara intensif dan perlu diidentifikasi kebutuhan stakeholder dalam kondisi eksisting yaitu: pertama, faktor kependudukan; kedua, faktor lingkungan; dan ketiga, faktor layanan pemerintah. Aspek yang perlu ditelaah dalam faktor kependudukan yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk. Aspek kesehatan komponen yang perlu ditelaah yaitu umur harapan hidup UHH, angka kematian ibu melahirkan AKIM, dan angka kematian bayi AKB; aspek pendidikan yang perlu ditelaah yaitu angka melek huruf AMH, angka rata-rata lama sekolah ARLS; dan dalam aspek ekonomi yang perlu ditelaah yaitu mata pencaharian penduduk, dan pertumbuhan ekonomi. Aspek kependudukan juga yang perlu ditelaah yaitu strategi coping coping strategy yang menunjukkan pada berbagai upaya masyarakat tani lahan kering, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan suatu situasi atau kejadian atau tekanan yang ada. Untuk itu dilakukan analisis hubungan antara strategi coping 6 dengan karakteristik individu faktor sosial, faktor ekonomi, faktor ekologi atau lingkungan, dan tingkat kecakapan hidup life skill serta tingkat keberdayaan masyarakat. Aspek yang perlu ditelaah dalam faktor lingkungan yaitu sumberdaya air, keadaan tanaman keras atau pohon, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, termasuk perkembangan teknologi pertanian mencakup aspek biologi, fisika, dan kimiawi yang dapat mendukung pengendalian mutu lahan kering. Sedangkan aspek yang perlu ditelaah dalam faktor layanan pemerintah yaitu sumberdaya manusia, anggaran atau dana, sarana, dan metode kerja pemerintah di masyarakat. Masalah kompleks yang dihadapi tersebut perlu diselesaikan dengan menggunakan pendekatan sistem atau metode sistem dinamis, dengan tahapan mulai dari analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi model, implementasi, dan evaluasi periodik Manetsch dan Park 1977, diacu dalam Marimin 2007. Pada tahap analisis kebutuhan diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem stakeholder menurut pendapatnya masing-masing. Pada tahap ini ditentukan komponen-komponen apa saja yang berpengaruh dan berperan dalam sistem. Pada tahap formulasi permasalahan dilakukan identifikasi kebutuhan stakeholder yang sinergis dan kontradiktif yang dapat menyebabkan kejadian konflik pada pencapaian tujuan Hartrisari 2007. Pada tahap identifikasi sistem disusun diagram lingkar sebab-akibat causal-loop diagram, diagram input-output black box diagram, dan diagram alir. Berdasarkan hasil identifikasi itu kemudian disusun model pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo yang holistik yang memenuhi semua kepentingan stakeholder. Model yang telah melewati uji validitas struktur akan menghasilkan keyakinan tentang bangunan model yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Validasi harus ditunjang oleh kebenaran yang bersifat obyektif Hartrisari, 2007. 7 Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 47 Permentan OT.140102006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan Kebijakan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Mutu Lahan Kering Lingkungan  Sumberdaya Air  Tanaman Keras  Curah Hujan  Suhu Udara  Kelembaban Udara  Angin  Teknologi pertanian Pelayanan Pemerintah  Dana  Sarana  Sumberdaya Manusia  Metode Kerja Kependudukan  Kesehatan  Pendidikan  Ekonomi  Budaya  Coping strategy Peningkatan layanan Pemerintah Peningkatan gerakan penghijauan Peningkatan pemberdayaan masyarakat Peningkatan pemupukan lahan kering Model Pengendalian Mutu Lahan Kering Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Ponorogo 8 Model yang dibangun harus lulus uji verifikasi dan validasi; untuk itu dilakukan uji kebenaran struktur model yang dapat menunjukkan jika ada kesalahan. Langkah selanjutnya ialah membuat beberapa skenario model, dan masing-masing disimulasikan untuk menetapkan skenario yang paling cocok untuk direkomendasikan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo. Gambaran secara skematis dari kerangka pemikiran penelitian ini seperti tampak pada Gambar 1.

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pejabat dinas dan instansi terkait tingkat kabupaten, kecamatan, desa, dan masyarakat tani lahan kering di wilayah Kabupaten Ponorogo dapat dirumuskan masalah yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat Kabupaten Ponorogo berkaitan dengan keadaan dan usaha tani lahan kering yaitu: 1 mutu lahan kering di beberapa kecamatan di Kabupaten Ponorogo kurang optimal; hal ini tercermin dari hasil produksi lahan kering di 12 desa dalam empat kecamatan Bungkal, Balong, Sawoo, Sambit dalam tiga tahun terakhir masih di bawah target yang ditentukan; bahkan delapan desa di antaranya pernah mengalami kejadian gagal panen; 2 tingkat kerusakan atau degradasi lahan kering di beberapa desa tersebut masih terjadi pada kisaran satu sampai dua persen per tahun Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo 2010. Penyebab timbulnya masalah-masalah tersebut diduga berhubungan dengan berbagai faktor yang saling mempengaruhi yaitu: pertama, faktor kependudukan, tingkat pendidikan rata-rata yang masih rendah, tingkat kesehatan masih belum optimal, tingkat pendapatan masyarakat masih rendah; kedua, faktor lingkungan sumberdaya air untuk lahan kering sangat minim, jumlah pohon tanaman keras yang masih kurang, angka curah hujan yang kurang memadai, penerapan teknologi pertanian masih minim; dan ketiga, faktor layanan pemerintah, berupa jumlah dan mutu penyuluh dan pembimbing teknis pertanian lahan kering kurang memadai, jumlah anggaran atau dana bantuan untuk petani lahan kering sangat minim, sarana bantuan untuk petani lahan kering sangat minim, dan metode kerja layanan pemerintah belum optimal. Permasalahan yang berkaitan dengan faktor kependudukan ialah Indeks Pembangunan Manusia IPM; pada tahun 2009 baru mencapai angka 69,55. 9 Angka ini lebih tinggi dibandingkan IPM tahun 2008 sebesar 69,07 namun lebih rendah dari standar United Nations Development Program UNDP sebesar 88. IPM yang rendah ini adalah akibat rendahnya salah satu atau beberapa indeks komponennya yaitu: indeks kesehatan umur harapan hidup atau UHH, angka kematian ibu melahirkan atau AKIM, dan angka kematian bayi atau AKB; indeks pendidikan masyarakat angka melek huruf atau AMH dan angka rata-rata lama sekolah atau ARLS; dan indeks ekonomi masyarakat pekerjaan atau mata pencaharian, dan pertumbuhan ekonomi. Menurut data dari BPS Kabupaten Ponorogo besarnya UHH di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2007 adalah 68,97 tahun sedangkan standar UNDP adalah 85 tahun; AKIM sebesar 101,83 per seratus ribu ibu melahirkan sedangkan standar UNDP adalah sebesar satu per seratus ribu ibu melahirkan; AKB sebesar 13,24 per seribu kelahiran bayi; AMH sebesar 87,20, sedangkan target sesuai UNDP adalah 100; ARLS adalah 11 tahun sedangkan standar UNDP 15 tahun; dan konsumsi per kapita Rp. 400.000,00 per tahun sedangkan standar UNDP Rp.732.730,00. Permasalahan yang berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat adalah bahwa proporsi melek huruf penduduk usia di atas 10 tahun di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2009 baru mencapai 87,20 dengan penyebaran yang tidak merata di tiap kecamatan. Permasalahan lainnya yang dihadapi ialah proporsi keluarga miskin pada tahun 2008 dan 2009 masih relatif tinggi yaitu berturut-turut sebesar 32,10 158.646 keluarga dan 61,91 312.854 keluarga BPS Kabupaten Ponorogo 2010. Masih besarnya angka buta huruf dan kemiskinan ini relatif menjadi hambatan dalam hal penerimaan hal-hal baru atau inovasi baru berkenaan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masalah lain yang berhubungan dengan kependudukan ialah tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku petani lahan kering dalam hal pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan masih relatif rendah atau belum sesuai dengan yang diharapkan. Upaya konservasi sumberdaya alam atau pelestarian lingkungan, pencegahan erosi tanah dan areal lahan kritis, dengan peremajaan pohon tanaman keras atau penghijauan lahan masih kurang. Masyarakat petani lahan kering masih kurang optimal memanfaatkan sumber-sumber bimbingan teknis dan edukatif dari pihak pemerintah, swasta, dan LSM untuk meningkatkan kualitas lahan kering garapannya Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan Kabupaten Ponorogo 2009. 10 Permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan fisik di antaranya ialah sumberdaya air, keadaan pohon tanaman keras, keadaan curah hujan, keadaan suhu dan kelembaban udara. Sumberdaya air yang dapat dipergunakan untuk mengairi lahan kering di Kabupaten Ponorogo relatif sulit; sumber air utama ialah dari air hujan, sementara angka curah hujan rata-rata per tahun adalah 1.590 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 91 hari per tahun. Waktu atau musim hujan di daerah ini sulit diprediksi untuk merencanakan waktu tanam setiap tahun. Pada musim hujan air berlebihan sehingga mengikis lahan dengan hara yang dikandungnya dan menyebabkan lahan semakin lama semakin kurang subur, sebaliknya pada musim kemarau lahan kekurangan air dan mengakibatkan lahan menjadi kurang berfungsi baik. Keadaan jumlah pohon tanaman keras di sekitar lahan kering usahatani pada umumnya relatif kurang memadai, padahal pohon di sekitar lahan sangat diperlukan dalam jumlah tertentu untuk menampung atau menyimpan air dalam tanah. Layanan pemerintah kepada masyarakat petani lahan kering yang belum optimal diantaranya berkenaan dengan frekuensi dan mutu layanan penyuluhan dan bimbingan teknis pertanian kepada masyarakat oleh penyelenggara program. Keadaan ini diduga berkaitan dengan masalah keterbatasan dana, sarana, tenaga, dan lainnya, baik di tingkat kabupaten, kecamatan, maupun tingkat desa, atau dengan kata lain berkaitan dengan masalah kebijakan sistem pengelolaan lahan kering dan implementasinya. Masalah-masalah tersebut di atas perlu dianalisis lebih mendalam melalui penelitian sehingga diketahui penyebab terjadinya masalah, apa saja dampak negatif dari masalah tersebut, bagaimana upaya penyelesaiannya. Sehubungan dengan hal tersebut penulis mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan mutu lahan kering di Kabupaten Ponorogo? 2. Apa kebutuhan stakeholder dalam rangka pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo? 3. Bagaimana urutan kepentingan relatif dari elemen-elemen pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo? 4. Apa saja faktor kunci strategi pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo?