Urutan prioritas “Strategi” berdasarkan “Kriteria”

118 Gambar 11 Struktur hierarki antar elemen pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo 5.4. Hasil Interpretative Structural Modelling ISM Setelah diperoleh hasil AHP kemudian dilanjutkan dengan analisis dengan pendekatan ISM. Tujuan utama dari penggunaan ISM ini untuk menemukan faktor kunci dan faktor-faktor penting dan strategis lainnya sebagai bahan masukan dalam perumusan dan penyusunan model kebijakan pengendalian 119 mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo. Faktor-faktor yang dianalisis berjumlah 12 buah yang keseluruhannya merupakan sub elemen dari elemen strategi dalam AHP setelah disinergikan hasil analisis pendapat responden dan stakeholder. Seperti halnya AHP, untuk keperluan ISM, juga dilakukan pengumpulan data yang relevan dari para pakar berdasarkan materi kuesioner yang telah dipersiapkan. Semua jawaban responden pakar kemudian diolah dan dianalisis menurut langkah-langkah ISM. Dari jawaban responden pakar dalam structural self-interaction matrix SSIM diperoleh nilai atau bobot beserta urutan masing- masing sub elemen strategi pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo, baik nilai atau bobot driver power DP maupun nilai dependence D seperti tertera dalam Tabel 37. Tabel 37 Nilai atau bobot sub elemen strategi pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo berdasarkan pendapat responden pakar No Sub elemen Strategi ke-i Nilai DP Nilai D 1. Peningkatan kesiapan masyarakat untuk menerima pengetahuan dan berperilaku tani yang lebih baik. SESt1 8 4 2. Peningkatan kesiapan masyarakat untuk bersikap positif dalam mengelola lahan kering. SESt2 9 3 3. Pengembangan kesadaran atau ketaatan hukum tentang pertanahan di masyarakat. SESt3 6 5 4. Peningkatan kemampuan teknis masyarakat tani dalam mengelola lahan kering secara baik. SESt4 8 4 5. Pengembangan koperasi usahatani lahan kering di desa. SESt5 1 9 6. Peningkatan produksi lahan kering dan IPM indeks pembangunan manusia. SESt6 1 9 7. Peningkatan jumlah dan jenis pohon tanaman keras di sekitar areal lahan kering. SESt7 5 6 8. Pencegahan penebangan pohon tanaman keras, terutama di areal lahan kering. SESt8 2 8 9. Pengembangan kelompok masyarakat penghijauan di desa. SESt9 6 5 10. Peningkatan frekuensi dan mutu layanan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat. SESt10 10 2 11. Peningkatan kerjasama lintas program dan sektoral di semua tingkat administrasi pemerintahan. SESt11 11 1 12. Peningkatan gerakan pengolahan dan penggunaan pupuk organik atau alamiah. SESt12 4 7 Keterangan: SESt = Sub elemen Strategi D = Dependence DP = Driver power Nilai DP ialah nilai yang menunjukkan kekuatan atau daya dorong atau daya pengaruh sub elemen terhadap sub elemen terkait lainnya. Nilai D ialah nilai yang menunjukkan ketergantungan sub elemen dalam kaitannya dengan sub elemen pasangannya yang lain. Setelah diketahui nilai DP dan D masing-masing, kemudian setiap sub elemen dipetakan ke dalam diagram Independent, Linkage, Autonomous, dan Dependent seperti tampak pada Gambar 12. Tujuan pemetaan 120 ialah untuk mengetahui posisi sub elemen hasil perpaduan kedua nilai yang melekat padanya. Gambar 12 Posisi seluruh sub elemen strategi pengendalian mutu lahan kering dalam matriks berdasarkan nilai atau bobot driver power- dependence Hasil pemetaan menunjukkan bahwa sub elemen strategi SESt 12 masuk dalam Sektor I Autonomous artinya SESt 12 memiliki daya dorong yang lemah dan ketergantungan yang kecil; Sub-elemen strategi SESt 3, 5, 6, 7, 8, 9 masuk dalam Sektor II Dependent artinya SESt 3, 5, 6, 7, 8, 9 memiliki daya dorong yang lemah dan ketergantungan yang tinggi; Sub-elemen strategi SESt 1 dan 4 masuk dalam Sektor III Linkage artinya SESt 1 dan 4 memiliki daya dorong yang kuat dan ketergantungan yang tinggi; Sub-elemen strategi SESt 2, 10, 11 masuk dalam Sektor IV Independent artinya SESt 2,10,11 memiliki daya dorong yang kuat dan ketergantungan yang rendah. Dari hasil pemetaan ini dapat diketahui sub elemen mana yang menjadi faktor kunci yaitu sub elemen yang mempunyai nilai DP terbesar dengan nilai D kecil. Demikian pula sekanjutnya dapat diketahui peringkat sub elemen atau faktor yang lainnya setelah diurutkan dari nilai terbesar ke nilai terkecil seperti tampak pada Gambar 13. 121 Keterangan: IPM = indeks pembangunan manusia Gambar 13 Diagram hierarki peringkat nilai pendapat responden pakar tentang sub elemen strategi pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo Pada Gambar 13 tampak faktor kunci yaitu peningkatan kerjasama lintas program dan sektoral di semua tingkat administrasi pemerintahan yang memiliki daya dorong yang paling tinggi namun dengan ketergantungan yang rendah dibandingkan dengan sub elemen lain. Peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektoral di semua tingkatan administrasi pemerintahan dinilai paling penting mengingat bahwa penyelesaian masalah berkaitan dengan pengendalian Level 5 Pengembangan kesadaran dan ketaatan hukum tentang pertanahan di masyarakat Pengembangan kelompok masyarakat penghijauan di desa Peningkatan frekuensi dan mutu layanan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat Peningkatan kesiapan masyarakat untuk bersikap positif dalam mengelola lahan kering Peningkatan kerjasama lintas program dan sektoral di semua tingkat administrasi pemerintahan Peningkatan kesiapan ma- syarakat untuk menerima pengetahuan dan berperilaku tani yang lebih baik Pengembangan kemampuan teknis masyarakat tani dalam mengelola lahan kering secara baik Peningkatan jumlah dan jenis pohon tanaman keras di sekitar areal lahan kering Level 6 Peningkatan gerakan pengolahan dan penggunaan pupuk organik atau alamiah Level 7 Pencegahan penebangan pohon tanaman keras, terutama di areal lahan kering Level 8 Pengembangan koperasi usahatani lahan kering di desa Level 9 Peningkatan produksi lahan kering dan IPM Level 10 Level 4 Level 1 Level 3 Level 2 122 mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat bersifat kompleks dan multi dimensi yang harus ditangani oleh banyak sektor yang berkaitan. Kurang baiknya kerjasama lintas program atau sektoral, maka langsung atau tidak langsung akan berdampak negatif terhadap proses pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat yang telah atau sedang direncanakan oleh pemerintah bersama masyarakat. Faktor berikutnya berturut-turut dari yang memiliki daya dorong tinggi sampai yang paling rendah ialah: peningkatan frekuensi dan mutu layanan penyuluhan dan bimbingan petugas pertanian kepada masyarakat; peningkatan kesiapan masyarakat untuk bersikap positif dalam mengelola lahan kering; peningkatan kesiapan masyarakat untuk menerima pengetahuan dan berperilaku tani yang lebih baik, peningkatan kemampuan teknis masyarakat tani dalam mengelola lahan kering secara baik, pengembangan kesadaran dan ketaatan hukum tentang pertanahan di masyarakat; pengembangan kelompok masyarakat penghijauan di desa; peningkatan jumlah dan jenis pohon tanaman keras di sekitar areal lahan kering; peningkatan gerakan pengolahan dan penggunaan pupuk organik; pencegahan penebangan pohon tanaman keras, terutama di areal lahan kering; pengembangan koperasi usaha tani lahan kering di desa, meningkatnya produksi lahan kering dan indeks pembangunan manusia IPM. 5.5. Pendekatan Sistem dalam Pengendalian Mutu Lahan Kering Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Ponorogo

5.5.1. Analisis kebutuhan

Berdasarkan hasil identifikasi bahwa stakeholder yang terlibat dalam sistem pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat pada dimensi kebijakan publik adalah pemerintah yang mewakili kepentingan publik, petani, masyarakat petani lahan kering di lokasi penelitian dan lembaga swadaya masyarakat LSM yang mewakili kepentingan masyarakat, serta akademisi yang mewakili kalangan intelektual dan kepakaran. Adapun kebutuhan stakeholder dalam sistem pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo pada dimensi kebijakan publik yaitu seperti tertera dalam Tabel 38. 123 Tabel 38 Kebutuhan-kebutuhan stakeholder dalam rangka pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo Pihak berkepentingan Kebutuhan Pemerintah  Terbentuk dan berkembangnya forum komunikasi lintas program dan sektoral tingkat Kabupaten, Kecamatan, desa, dan kelurahan  Produksi pertanian dan pendapatan terus meningkat  Kesiapan masyarakat semakin meningkat  Berkembangnya koperasi usahatani lahan kering  Optimalisasi kerjasama lintas program dan sektoral  Peningkatan gerakan penghijauan atau tanam pohon Petani  Hasil produksi tani dan pendapatan terus meningkat  Terjaminnya harga dari hasil produksi lahan kering  Bimbingan keterampilan dari pemerintah  Peningkatan penyuluhan dan bimbingan pertanian  Bantuan dana untuk modal usaha tani  Pembuatan dan penggunaan pupuk organik  Sosialisasi hukum terkait pertanahan Masyarakat  Peningkatan gerakan penghijauan  Transparansi dan sosialisasi peraturan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dan Peneliti  Peningkatan gerakan penghijauan  Sosialisasi peraturan pertanahan  Kesiapan diri masyarakat memadai  Berkembangnya koperasi usaha tani  Peningkatan penyuluhan dan bimbingan pertanian  Peningkatan kerjasama lintas program dan sektoral Akademisi  Peningkatan penyuluhan dan bimbingan pertanian  Adanya tanggapan dari pemerintah dan swasta atas temuan-temuan ilmiah atau akademis yang ada untuk dapat diupayakan sebagai alat bantu pengendalian mutu lahan kering  Pembinaan kerjasama lintas program dan sektoral

5.5.2. Formulasi permasalahan

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan stakeholders, adapun permasalahan dalam sistem pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat yaitu: 1. kurang optimalnya kerjasama lintas program dan sektoral di semua tingkat administrasi pemerintahan; 2. kurang optimalnya frekuensi dan mutu layanan penyuluhan dan bimbingan petugas pertanian kepada masyarakat; 124 3. kurang optimalnya kesiapan masyarakat untuk bersikap positif dalam mengelola lahan kering; 4. kurang optimalnya kesiapan masyarakat untuk menerima pengetahuan dan berperilaku tani yang lebih baik; 5. kurangnya kemampuan teknis masyarakat tani dalam mengelola lahan kering secara baik; 6. kurang berkembangnya kelompok masyarakat penghijauan di desa; 7. kurang berkembangnya kesadaran atau ketaatan hukum tentang pertanahan di masyarakat; 8. kurang optimalnya peningkatan jumlah dan jenis pohon tanaman keras di sekitar areal lahan kering; 9. kurang optimalnya peningkatan gerakan pengolahan dan penggunaan pupuk organik atau alamiah; 10. Kurang optimalnya pencegahan penebangan pohon tanaman keras, terutama di areal lahan kering; 11. belum berkembangnya koperasi usaha tani lahan kering; dan 12. belum optimalnya produksi lahan kering dan IPM. Permasalahan yang muncul ini perlu mendapat perhatian dan penyelesaian dari pemerintah dan masyarakat serta stakeholders dalam kerjasama harmonis agar sistem dapat bekerja secara konstruktif dalam rangka mencapai tujuan.

5.5.3. Identifikasi sistem

5.5.3.1. Diagram lingkar sebab akibat

Untuk melihat hubungan antar variabel-variabel dalam sistem, berikut ini dikemukakan diagram lingkar sebab-akibat Gambar 14. Dari diagram tersebutdiketahui bahwa dalam sistem, aspek-aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan ternyata memiliki peranan atau pengaruh terhadap tingkat mutu lahan kering di Kabupaten Ponorogo.