152
VI. KEBIJAKAN PENGENDALIAN MUTU LAHAN KERING
BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN PONOROGO
6.1. Kebijakan pada saat ini eksisting
Seperti telah dikemukakan di muka bahwa salah satu faktor yang menentukan baik tidaknya pengendalian mutu lahan kering adalah tingkat
keberdayaan masyarakat petani lahan kering, yang mencakup aspek: pengetahuan, sikap, motivasi, ketersediaan dana, dan ketersediaan sarana untuk operasional.
Sehubungan dengan itu, dalam penelitian ini digali pula informasi mengenai kebijakan Pemerintah Kabupaten Ponorogo tentang aspek-aspek pemberdayaan
masyarakat tersebut, termasuk masalah dan alternatif penyelesaiannya.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu pejabat Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo serta sejumlah pejabat dinas dan instansi terkait
dapat dikemukakan beberapa kebijakan Pemerintah Kabupaten Ponorogo berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengendalian mutu
lahan kering di Kecamatan Bungkal, Balong, Sambit, dan Sawoo sebagaimana diuraikan pada bagian berikut.
6.1.1. Kebijakan Penyuluhan dan Bimbingan Kepada Petani
Kebijakan ini ditujukan agar pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif masyarakat petani dalam hal pengendalian mutu lahan kering semakin meningkat,
kemudian diharapkan tingkat produktivitas mereka juga meningkat. Dasar hukum kebijakan ini di antaranya ialah: 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah; 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian; 3
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 Tentang: Pembiayaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006, Pasal 6 ditetapkan bahwa kebijakan penyuluhan ditetapkan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan memperhatikan asas dan tujuan sistem penyuluhan. Penyuluhan dilaksanakan secara terintegrasi
dengan subsistem pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan; dan
154
penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksanakan oleh pelaku utama atau warga masyarakat lainnya sebagai mitra pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara
sendiri-sendiri maupun bekerjasama, yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan programa pada tiap-tiap tingkat administrasi pemerintahan. Strategi penyuluhan
yang digunakan meliputi metode pendidikan orang dewasa; penyuluhan sebagai gerakan
masyarakat; penumbuhkembangan
dinamika organisasi
dan kepemimpinan; keadilan dan kesetaraan gender; dan peningkatan kapasitas pelaku
utama yang profesional. Badan pelaksana penyuluhan pada tingkat kabupaten oleh pejabat setingkat eselon II dan bertanggung jawab kepada bupati atau walikota,
yang pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati atau walikota. Balai penyuluhan yang ada di tingkat kecamatan mempunyai tugas: a
menyusun programa penyuluhan pada tingkat kecamatan sejalan dengan programa penyuluhan kabupaten atau kota; b melaksanakan penyuluhan berdasarkan
programa penyuluhan; c menyediakan dan menyebarkan informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan, dan pasar; c memfasilitasi pengembangan
kelembagaan dan kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha; e memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh PNS, penyuluh swadaya, dan penyuluh swasta
melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan; dan f melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan model usaha tani bagi
pelaku utama dan pelaku usaha. Balai Penyuluhan berfungsi sebagai tempat pertemuan para penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha. Balai Penyuluhan
bertanggung jawab kepada badan pelaksana penyuluhan kabupaten atau kota yang pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati atau walikota. Kerja
sama penyuluhan dapat dilakukan antar kelembagaan penyuluhan, baik secara vertikal, horisontal, maupun lintas sektoral. Pemerintah, pemerintah daerah,
kelembagaan penyuluhan swasta, dan kelembagaan penyuluhan swadaya menyediakan sarana dan prasarana penyuluhan. Sumber pembiayaan untuk
penyuluhan disediakan melalui APBN, APBD baik provinsi maupun kabupaten atau kota, baik secara sektoral maupun lintas sektoral, maupun sumber sumber
lain yang sah dan tidak mengikat. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakuk
an terhadap kelembagaan, ketenagaan,
penyelenggaraan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan.
155
Rancangan frekuensi dan bentuk penyuluhan dan bimbingan teknis di setiap kecamatan bervariasi; disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-
masing daerah. Sebagai contoh di 12 desa dalam 4 kecamatan yang pernah mendapat bantuan program swasta PIDRA, frekuensi penyuluhan dan
bimbingan teknis dengan sistem pendampingan oleh petugas pertanian dan petugas lembaga sosial masyarakat LSM ditentukan sebanyak 2 kali dalam satu
bulan dengan jumlah sasaran 10 kelompok petani desa; selain itu dilakukan pula kunjungan rumah sesuai kebutuhan. Sementara di desa-desa lainnya rancangan
frekuesi penyuluhan dan bimbingan teknis hanya bersifat umum dan rutin sekitar satu kali per bulan dengan sasaran para petani dan kelompok petani desa.
Pihak yang bertanggungjawab atas kebijakan penyuluhan di Kabupeten Ponorogo ialah Dinas Pertanian dibantu oleh kelompok jabatan fungsional
penyuluhan yaitu BAPELUH Badan Pelaksana Penyuluhan hasil penetapan Bupati Ponorogo. Di setiap kecamatan dibentuk BPK Badan Penyuluh
Kecamatan yang bertanggungjawab kepada BAPELUH. Dalam menjalankan tugas sehari-hari BPK berkoordinasi dengan UPTD Unit Pelaksana Teknis
Dinas Pertanian Kecamatan semacam Cabang Dinas Pertanian yang bertanggungjawab terhadap Kepala Dinas Pertanian Kabupaten.
Masalah yang dihadapi dalam rangka pengimplementasian kebijakan penyuluhan dan bimbingan kepada petani atau kelompok petani selama ini ialah
kurang melembaganya kerjasama lintas program dan lintas sektoral; ditambah lagi dengan minimnya dana dan sarana yang dapat digunakan untuk operasional.
Masalah lainnya yang perlu diselesaikan yaitu penyempurnaan metode kerja dalam kaitannya dengan prosedur penyuluhan dan bimbingan teknis yang baku
dan berbasis kebutuhan masyarakat.
6.1.2. Kebijakan peningkatan bantuan sarana dan prasarana pertanian
kapada petani lahan kering
Kebijakan ini ditujukan untuk mendukung petani agar benar-benar mampu menyelenggarakan aktivitas pertanian di lahan kering dengan baik atau
berproduksi secara optimal. Dasar hukum kebijakan ini, di antaranya ialah tentang otomomi daerah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah.