106
penyebarluasan informasi, membentuk tim khusus penegak hukum, dan contoh teladan dari penyelenggara negara; 10 cara meningkatkan pendapatan petani
ialah dengan pelatihan untuk memanfaatkan potensi masyarakat, menanami tanaman tumbuhan dan mengendalikan harga pemasaran; 11 cara meningkatkan
dukungan tokoh masyarakat dalam rangka pengendalian mutu lahan kering ialah dengan cara mengaktifkan mereka dalam wadah organisasi partisipasi
masyarfakat atau dengan pendekatan perorangan. Dari jawaban responden diketahui pula bahwa selama ini kegiatan
penyuluhan telah dilakukan secara rutin, terutama di daerah-daerah yang menjadi lokasi intensifikasi program pemerintah atau swasta. Dalam periode lima tahun
belakangan penyuluhan perorangan dilakukan 270 kali oleh 5 responden; 986 kali penyuluhan kelompok oleh 20 responden, titip pesan melalui radio 403 kali oleh 9
responden; penyampaian informasi melalui televisi lima kali oleh 2 orang; melalui media cetak 12 kali oleh tiga orang; dan titip pesan melalui media tradisional.
Adapun kebutuhan prioritas dalam rangka pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat menurut responden pada dasarnya senada
dengan jawaban yang telah dikemukakan, yakni berkaitan dengan pengembangan kerjasama lintas program dan lintas sektoral. Mereka menilai kerjasama lintas
program dan lintas sektoral selama ini belum optimal dan perlu ditingkatkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winoto et al. 2008 yang menekankan perlunya
koordinasi antar departemen koordinasi horizontal dan koordinasi antar tingkatan yang berbeda dalam pemerintahan koordinasi vertikal.
Kebutuhan lain responden ialah meningkatnya frekuensi dan mutu penyuluhan serta bimbingan teknis pengendalian mutu lahan kering berbasis
pemberdayaan masyarakat atau peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dengan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya, sumber dana,
dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tetap menjunjung tinggi kearifan atau budaya lokal. Hal ini sejalan dengan pendapat Roseland 2000
bahwa pembangunan masyarakat yang berkelanjutan yang tidak datang dengan mudah itu membutuhkan perubahan-perubahan perbaikan yang signifikan; bahwa
pendidikan, pelatihan dan penyediaan informasi dilihat sebagai suatu yang amat penting pada masa depan pertanian.
107
5.3. Hasil Analytical Hierarchy Process AHP
Sebagaimana dijabarkan dalam bab sebelumnya penggunaan AHP dimaksudkan untuk mendukung kelancaran pengambilan keputusan dalam rangka
pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo. Untuk keperluan AHP, juga dilakukan pengumpulan data yang relevan
dari para pakar berdasarkan kuesioner yang telah dipersiapkan. Jawaban responden pakar kemudian diolah dan dianalisis dengan bantuan komputer.
Tujuan analisis ini ialah untuk mendapatkan urutan prioritas elemen- elemen “Aktor” berdasarkan “Fokus,” “Faktor” berdasarkan “Aktor,” “Tujuan”
berdasarkan “Faktor,” “Kriteria” berdasarkan “Tujuan,” dan “Strategi” berdasarkan “Kriteria” sebagaimana tertera dalam struktur AHP.
5.3.1. Urutan prioritas “Aktor” berdasarkan “Fokus”
Menurut responden pakar, urutan prioritas elemen “Aktor” berdasarkan
“Fokus” pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo: prioritas pertama Pemerintah Kabupaten Ponorogo;
prioritas kedua ialah Pemerintah Desa di Kecamatan Bungkal, Balong, Sambit, dan Sawoo; prioritas ketiga ialah Lembaga Kemasyarakatan; dan prioritas
keempat ialah Pemerintah Kecamatan Bungkal, Balong, Sambit, dan Sawoo. Perbandingan nilai masing-masing elemen dapat dilihat dalam Tabel 26.
Responden pakar berpendapat bahwa dalam lingkup kabupaten, aktor atau pihak yang memiliki sumberdaya manusia, sarana, dan prasarana yang relatif
memadai untuk menyusun dan merumuskan kebijakan pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat ialah Pemerintah Kabupaten Ponorogo.
Hal ini sejalan pula dengan ketetapan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pemerintahan daerah
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
108
Tabel 26 Matriks perbandingan antar elemen “Aktor” berdasarkan “Fokus”
pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo
Fokus pengendalian mutu lahan kering di Kabupaten Ponorogo
Urutan prioritas
Bobot
1,000
A kt
or
Ak1 0,610
I Ak2
0,071 IV
Ak3 0,182
II AK4
0,137 III
Consistency ratio 0,048
Keterangan: Ak1: Pemerintah Kabupaten Ponorogo
Ak2 : Pemerintah Kecamatan Bungkal, Balong, Sambit, dan Sawoo Ak3 : Pemerintah Desa di Kecamatan Bungkal, Balong, Sambit, dan Sawoo
Ak4 : Lembaga kemasyarakatan
5.3.2. Urutan prioritas “Faktor” berdasarkan “Aktor”
Urutan prioritas elemen “Faktor” berdasarkan “Aktor” pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo: prioritas
pertama ialah lingkungan. Faktor lingkungan dipandang sangat penting, mengingat lingkungan sangat mempengaruhi mutu lahan kering. Jika lingkungan
baik maka lahan kering akan bermutu baik dan sebaliknya. Faktor lingkungan antara lain mencakup ketersediaan air hujan, pengelolaan air hujan, pengelolaan
penghijauan, pengelolaan keanekaragaman hayati, keadaan suhu udara, kelembaban, dan lainnya
Prioritas kedua ialah teknologi; prioritas ketiga ialah layanan pemerintah; dan prioritas keempat ialah kependudukan. Perbandingan nilai masing-masing
elemen dapat dilihat dalam Tabel 27. Sejalan dengan itu faktor penting lainnya yaitu kependudukan, layanan pemerintah, dan teknologi juga perlu diperhatikan
atau dipertimbangkan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan.
109
Tabel 27 Matriks perbandingan antar elemen “Faktor” berdasarkan “Aktor”
pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo
Aktor Global
priority Urutan
Elemen
Ak1 Ak2
Ak3 Ak4
Bobot
0,610 0,071
0,182 0,137
Fakt o
r
Fk1 0,043
0,694 0,072
0,095 0,102
IV Fk2
0,290 0,135
0,378 0,046
0,262 III
Fk3 0,333
0,098 0,275
0,497 0,328
I Fk4
0,334 0,073
0,275 0,362
0,308 II
Consistency ratio
0,016 0,067
0,057 0,056
Keterangan: Fk1 : Kependudukan Fk2 : Layanan pemerintah
Fk3 : Lingkungan Fk4 : Teknologi
5.3.3. Urutan prioritas “Tujuan” berdasarkan “Aktor”
Urutan prioritas elemen “Tujuan” berdasarkan “Aktor” pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo: prioritas
pertama ialah tercegahnya degradasi lahan kering; prioritas kedua ialah meningkatnya produktivitas lahan kering; dan prioritas ketiga ialah meningkatnya
pendapatan masyarakat. Perbandingan nilai atau bobot masing-masing elemen tertera dalam Tabel 28.
Tabel 28 Matriks perbandingan antar elemen “Tujuan” berdasarkan “Aktor”
pengendalian lahan mutu kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo
Aktor Global
priority Urutan
Elemen Ak1
Ak2 Ak3
Ak4 Bobot
0,610 0,071
0,182 0,137
Tujua n
Tj1 0,594
0,333 0,131
0,687 0,504
I Tj2
0,249 0,570
0,661 0,186
0,338 II
Tj3 0,157
0,097 0,208
0,127 0,158
III Consistency ratio
0,046 0,021
0,046 0,001
Keterangan: Tj1 : Tercegahnya degradasi lahan kering
Tj2 : Meningkatnya produktivitas lahan kering
.
Tj3 : Meningkatnya pendapatan masyarakat