Kebijakan Pendukung Pengendalian Mutu Lahan Kering Berbasis
159
banyak instansi di semua tingkat administrasi pemerintahan mulai tahap perencanaan sampai tahap evaluasi.
Hasil analisis data jawaban responden masyarakat tani menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan signifikan secara statistik dalam
= 0,05 dengan mutu lahan kering di Kabupaten Ponorogo ialah pengetahuan bertani p-
value = 0,03 dan perilaku bertani p-value=0,04. Tampak ada perbedaan antara
masyarakat yang memiliki pengetahuan yang cukup dengan masyarakat yang memiliki pengetahuan kurang terhadap pengendalian mutu lahan kering.
Implikasinya diperlukan tindak lanjut dari pemerintah dan para stakeholder berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat tani lahan kering
melalui program penyuluhan dan bimbingan teknis secara terorganisir dan berjenjang pada setiap administrasi pemerintahan. Mutu lahan kering yang
terjaga dengan baik diharapkan mampu mengentaskan petani dalam menjalankan usaha taninya secara baik, sehingga semakin berdaya dalam menjalankan
kehidupannya. Seiring dengan itu perlu dikembangkan pula perilaku positif bertani lahan kering dalam kalangan masyarakat petani lahan kering, seperti
mengembangkan kebiasaan menanam dan memelihara pohon tanaman keras di areal lahan kering miliknya, kebiasaan menggunakan pestisida secara tertib dan
proporsional, kebiasaan memupuk lahan dari bahan organik. Hasil uji statistik menunjukkan pula bahwa keberdayaan masyarakat tani
lahan kering yang diindikasikan melalui indikator ketahanan gizi dan pangan, tempat tinggal dan sanitasi, dan pendidikan nilai
γ = 1, 0.23, dan 0.24
dipengaruhi secara positif oleh kemampuan petani dalam melakukan coping strategy
β=0.41. Tampak kecenderungan bahwa semakin baik kemampuan petani melakukan coping strategy maka tingkat keberdayaan petani akan semakin
baik. Implikasinya diperlukan pembinaan berkala dari pemerintah dan pihak terkait berkenaan dengan peningkatan kemampuan masyarakat tani melakukan
upaya coping strategy yaitu kemampuan petani dalam mengelola emosi stress dan upaya pemecahan nyata atas persoalan yang dihadapi terkait dengan kegiatan
produksi, konsumsi, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Sementara itu hasil penelitian menunjukkan bahwa coping strategy
masyarakat tani dipengaruhi secara positif oleh faktor faktor ekonomi β=0.22;
160
artinya semakin baik keadaan ekonomi petani akan meningkatkan kemampuan masyarakat tani dalam melakukan coping strategy. Implikasinya diperlukan
pembinaan dari pemerintah dan pihak terkait berkenaan dengan perbaikan keadaan ekonomi petani sehingga meningkatkan kemampuan masyarakat tani
melakukan upaya coping strategy. Salah satu upaya coping strategy yang dilakukan oleh sebagian masyarakat tani lahan kering adalah menjadi tenaga kerja
Indonesia TKI, sebagian besar ke Malaysia dan Korea Selatan bagi laki-laki dan menjadi TKI ke Arab Saudi dan Hongkong untuk kaum wanitanya. Ada kaitan
secara tidak langsung antara keberadaan TKI ke luar negeri dengan mutu lahan kering. Perbaikan keadaan ekonomi masyarakat tani lahan kering, diindikasikan
mengurangi tekanan terhadap lahan kering yang ada di sekitarnya, karena tindakan eksploitatif terhadap lahan untuk mendapatkan pendapatan berbasis
lahan kering sedikit berkurang. Adapun upaya penting untuk meningkatkan mutu lahan kering menurut
sebagian besar responden dinas dan instansi adalah pentingnya melakukan konservasi lahan kering. Sejalan dengan itu mereka berpendapat bahwa faktor
yang berhubungan dengan masalah degradasi lahan kering adalah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang bertani lahan kering. Hal ini menunjukkan
bahwa masyarakat tani lahan kering menghendaki konservasi lahan kering dapat berhasil dengan baik melalui gerakan penghijauan oleh masyarakat melalui
bimbingan pemerintah. Implikasinya perlu tindak lanjut pembinaan masyarakat tani lahan kering melalui penyuluhan dan bimbingan teknis konservasi lahan
kering dengan melibatkan sektor-sektor terkait secara terpadu. Menurut sebagian besar responden dinas dan instansi, metode yang paling
efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam rangka pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat ialah metode
pendidikan atau penyuluhan serta bimbingan teknis oleh petugas pertanian dengan cara mengembangkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral serta
partisipasi aktif masyarakat desa. Adapun cara paling efektif untuk meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral ialah pembagian tugas yang jelas
disertai pendanaannya, meningkatkan pertemuan berkala, dan pengembangan sistem kerjasama. Implikasinya perlu tindak lanjut peningkatan pengetahuan dan
161
keterampilan petani lahan kering melalui penyuluhan dan bimbingan teknis pengendalian mutu lahan kering dengan melibatkan sektor-sektor terkait dalam
kerjasama secara terpadu. Untuk itu perlu pula disusun pedoman atau petunjuk pelaksanaan kerjasama lintas program dan lintas sektoral tentang pengendalian
mutu lahan kering untuk semua tingkat administrasi pemerintahan. Metode yang paling efektif untuk mencegah kerusakan lingkungan,
menurut sebagian besar responden dinas dan instansi, ialah dengan penegakan hukum dan sistem pendidikan. Hasil ini dinilai dapat menggambarkan kebutuhan
para pejabat dinas dan instansi di Kabupaten Ponorogo. Implikasinya perlu sosialisasi sejumlah peraturan perundangan kepada seluruh masyarakat berkaitan
dengan sumberdaya alam dan lingkungan secara efektif. Sejalan dengan itu perlu dikembangkan pula teladan yang baik dari para tokoh masyarakat dan para
penyelenggara negara dalam hal pelestarian lingkungan di kawasan lahan kering. Faktor utama yang paling berkaitan dengan tingkat mutu layanan petugas
kepada petani lahan kering, menurut sebagian besar responden dinas dan instansi, ialah sumberdaya manusia, dana, teknologi, dan sarana. Implikasinya perlu
adanya tinjauan ulang terhadap alokasi dana pengendalian mutu lahan kering dalam APBN, APBD; ketersediaan sumberdaya manusia penyuluh dan
pembimbing teknis, dukungan teknologi tepat guna, dan bantuan sarana dan prasarana untuk meningkatkan produksi. Sejalan dengan itu, cara pengembangan
dana operasional pengendalian mutu lahan kering menurut pendapat sebagian besar responden dinas dan instansi ialah dengan pengajuan usulan tambahan
anggaran kepada Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten, serta penggalian swadaya masyarakat. Implikasinya perlu adanya kesepakatan sumber pendanaan
pengendalian mutu lahan kering mengacu pada prinsip-prinsip otonomi daerah. Mengenai cara meningkatkan pendapatan petani, menurut pendapat
sebagian besar responden dinas dan instansi, ialah dengan pelatihan pemanfaatan potensi di masyarakat, menanami tanaman tumbuhan, dan mengendalikan harga
pemasaran. Implikasinya jelas yaitu pemerintah atau swasta memberi bantuan permodalan usaha untuk mengembangkan sumber-sumber pendapatan di daerah,
misalnya dengan menumbuhkan industri kerajinan rumah tangga yang bernilai seni dan ekonomis dengan jaminan pemasaran yang kondusif. Cara
162
meningkatkan dukungan tokoh masyarakat dalam rangka pengendalian mutu lahan kering, menurut pendapatsebagian besar responden dinas dan instansi, ialah
mengaktifkan mereka dalam wadah organisasi partisipasi masyarfakat atau dengan pendekatan perorangan. Implikasinya perlu ditingkatkan hubungan yang
harmonis antara pemerintah dan tokoh masyarakat melalui mekanisme pertemuan berkala
Menurut pakar berdasarkan AHP, adapun urutan “aktor” pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo
yaitu prioritas pertama ialah Pemerintah Kabupaten Ponorogo, prioritas kedua ialah pemerintah desa di Kecamatan Bungkal, Balong, Sambit, dan Sawoo;
prioritas ketiga ialah Lembaga Kemasyarakatan; dan prioritas keempat ialah Pemerintah Kecamatan Bungkal. Implikasinya perlu memprioritaskan penguatan
wewenang Pemerintah Kabupaten Ponorogo untuk meninjau dan merumuskan kembali kebijakan pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan
masyarakat di Kabupaten Ponorogo dengan mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
khususnya otonomi daerah. Aktor-aktor penting dalam urutan prioritas berikutnya berkewajiban mendukung dan menjabarkan kebijakan pemerintah kabupaten
dalam program-program aksi sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing- masing. Adapun urutan “faktor” pengendalian mutu lahan kering berbasis
pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo, menurut pakar berdasarkan AHP, yaitu prioritas pertama ialah lingkungan: prioritas kedua ialah teknologi;
prioritas ketiga ialah layanan pemerintah; dan prioritas keempat ialah kependudukan. Implikasinya perlu diprioritaskan peningkatan sosialisasi tentang
pentingnya pelestarian lingkungan dalam rangka pengendalian mutu lahan kering, seperti penghijauan dengan penanaman pohon keras, pengawasan penggunaan
pestisida dalam pertanian, mencegah penebangan pohon yang menyalahi aturan, dan sebagainya. Faktor-faktor penting dalam urutan prioritas berikutnya:
teknologi, layanan pemerintah, dan kependudukan penting pula diperhatikan dalam rangka pengendalian mutu lahan kering, karena semua merupakan kesatuan
yang utuh saling berhubungan, saling mempengaruhi.
163 Dari sisi “tujuan” pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan
masyarakat di Kabupaten Ponorogo, menurut pakar berdasarkan AHP, prioritas pertama ialah tercegahnya degradasi lahan kering degradasi lahan kering; prioritas
kedua ialah meningkatnya produktivitas lahan kering; dan prioritas ketiga ialah meningkatnya pendapatan masyarakat. Implikasinya semua kegiatan diarahkan
kepada perwujudan berkurangnya kerusakan lahan kering akibat pengelolaan yang tidak tepat, atau akibat perbuatan manusia yang salah; sekaligus meningkatkan
upaya pengelolaan hingga mutu lahan kering semakin baik, produktivitas lahan semakin meningkat, dan pada gilirannya pendapatan masyarakat tani semakin
meningkat pula. Urutan prioritas dari “kriteria” pengendalian mutu lahan kering berbasis
pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo menurut pakar berdasarkan AHP ialah edukatif; prioritas kedua ialah sumberdaya manusia; prioriras ketiga
ialah dana; dan prioritas keempat ialah sarana. Implikasinya adalah bahwa seluruh rangkaian kegiatan pengendalian mutu lahan kering perlu didasari oleh
prinsip edukatif, bukan dengan cara serampangan atau cara-cara yang berdampak negatif. Kriteria penting lainnya yaitu keadaan sumberdaya manusia, dana, dan
sarana untuk pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat perlu terus dimonitor, dievaluasi, diteliti, dan direncanakan ulang sehingga jumlah
yang dianggarkan semakin mendekati jumlah yang dibutuhkan. “Strategi” pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan
masyarakat di Kabupaten Ponorogo yang menjadi prioritas pertama menurut pakar berdasarkan AHP ialah peningkatan pemberdayaan masyarakat; prioritas
kedua ialah peningkatan layanan Pemerintah; prioriras ketiga ialah peningkatan gerakan penghijauan; dan prioritas keempat ialah peningkatan pemupukan lahan
kering. Implikasinya perlu upaya sistematis dan berkesinambungan dari pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat, sikap positif
masyarakat; atau motivasi masyarakat; atau sarana dan prasarana sesuai jumlah dan jenis yang dibutuhkan masyarakat sehingga mereka benar-benar siap dan
semakin mampu meningkatkan produktivitas lahan kering hingga sampai pada taraf yang optimal. Strategi prioritas berikutnya yaitu peningkatan layanan
pemerintah; peningkatan gerakan penghijauan; dan peningkatan pemupukan lahan
164
kering untuk pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat perlu dilanjutkan dengan teknik atau metode terkini tanpa meninggalkan kearifan
lokal. Faktor kunci pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan
masyarakat di Kabupaten Ponorogo menurut pakar berdasarkan ISM ialah peningkatan kerjasama lintas program dan sektoral di semua tingkat administrasi
pemerintahan. Empat faktor penting dalam urutan berikutnya yaitu peningkatan frekuensi dan mutu layanan penyuluhan dan bimbingan petugas pertanian kepada
masyarakat; peningkatan kesiapan masyarakat untuk bersikap positif dalam mengelola lahan kering; peningkatan kesiapan masyarakat untuk menerima
pengetahuan dan berperilaku tani yang lebih baik, peningkatan kemampuan teknis masyarakat tani dalam mengelola lahan kering secara baik. Implikasinya perlu ada
evaluasi terhadap kerjasama lintas program dan lintas sektoral selama ini kemudian ditindaklanjuti dengan perencanaan kembali tentang bentuk dan
langkah-langkah kerjasama pada masa yang akan datang. Kerjasama lintas program dan sektoral yang baik akan mendorong semakin meningkatnya
frekuensi dan mutu layanan penyuluhan dan bimbingan petugas pertanian kepada masyarakat. Keadaan ini selanjutnya akan mendorong semakin meningkatnya
frekuensi peningkatan kesiapan masyarakat untuk bersikap positif dalam mengelola lahan kering; dan juga mendorong peningkatan kesiapan masyarakat
untuk menerima pengetahuan dan berperilaku tani yang lebih baik. Dampak lain dari kerjasama yang baik tersebut ialah meningkatnya frekuensi peningkatan
kemampuan teknis masyarakat tani dalam mengelola lahan kering secara baik. Implikasi dari semua ini perlu ditangani oleh pemerintah dengan baik mulai dari
evaluasi terhadap kerjasama lintas program dan lintas sektoral selama ini kemudian ditindaklanjuti dengan perencanaan kembali tentang hal-hal yang akan
dicapai pada masa yang akan datang. Dari skenario model yang dibangun: eksisting, optimistik, moderat dan
pesimistik, disimpulkan bahwa hasil simulasi skenario kondisi optimistik selama 20 tahun 2011-2030 menunjukkan dampak yang lebih baik dibandingkan
dengan hasil simulasi skenario kondisi lainnya. Beberapa gambaran perbandingan atau perbedaan hasil simulasi skenario tersebut adalah sebagai berikut:
165
1. Pendapatan domestik regional bruto PDRB menurut hasil simulasi skenario optimistik pada tahun 2011 sebesar Rp 8.007.063.080.000,00 meningkat menjadi
Rp 38.620.048.920.000,00 pada tahun 2030; kenaikan rata-rata per tahun sebesar Rp 1.530.649.292.000,00 lebih besar dari kenaikan rata-rata per tahun pada hasil
simulasi kondisi moderat, pesimistik, dan eksisting, PDRB berturut-turut sebesar Rp
1.446.873.540.000,00; Rp
1.359.144.200.000,00; dan
Rp 1.369.286.000.000,00.
2. Kesejahteraan yang dalam penelitian ini merupakan nilai transformasi manfaat langsung dari pendapatan, menurut hasil simulasi skenario optimistik pada tahun
2011, selisih pendapatan setelah semua kebutuhan pokok petani dipenuhi rata- rata sebesar Rp 39.845,46 KKbulan meningkat menjadi Rp 259.307,50
KKbulan pada tahun 2030; kenaikan rata-rata per tahun sebesar Rp 10.978,10 KKbulan lebih besar dari kenaikan rata-rata per tahun pada hasil simulasi
kondisi moderat, pesimistik, dan eksisting, berturut-turut sebesar Rp 9.981,53; Rp 8.937,95; dan Rp 9.058,59 KKbulan.
3. Persepsi masyarakat terhadap pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat menurut hasil simulasi skenario optimistik pada tahun
2011 sebesar 62,81 meningkat menjadi 94,93 pada tahun 2030; kenaikan rata- rata per tahun sebesar 1,60 lebih besar dari kenaikan rata-rata per tahun pada
hasil simulasi kondisi moderat, pesimistik, dan eksisting, berturut-turut sebesar 1,23; -0,54; dan 0,287.
4. Luas lahan kering yang dapat digarap untuk usaha tani menurut hasil simulasi skenario optimistik pada tahun 2011 sebesar 45.530,49 ha menurun menjadi
42.586,48 ha pada tahun 2030; penurunan rata-rata per tahun sebesar 147,2 ha lebih kecil dari penurunan rata-rata per tahun pada hasil simulasi kondisi moderat,
pesimistik, dan eksisting, berturut-turut sebesar 478,55 ha; 885,92 ha; dan 760,97 ha.
Implikasi dari hasil ini perlu dikembangkan sistem peningkatan pendapatan masyarakat dengan menggunakan skenario optimistik model yang
dibangun, sehingga berdampak positif terhadap kesejahteraan mereka. Hal ini juga akan mendorong persepsi positif mereka ke arah yang lebih baik sesuai
dengan yang diharapkan. Dari hasil analisis data penelitian tergambar berbagai
166
masalah yang dihadapi dan perlu diselesaikan dalam rangka pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo. Seiring
dengan itu diperoleh pula banyak bahan yang dapat dijadikan masukan untuk menyusun kebijakan alternatif pemecahan masalah tersebut. Adapun pokok
permasalahan utama yang dihadapi dan perlu segera diselesaikan yaitu 1 kerjasama lintas program dan sektoral di semua tingkat administrasi pemerintahan
kurang optimal; 2 frekuensi dan mutu layanan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat kurang optimal; 3 kesiapan masyarakat untuk bersikap
positif dalam mengelola lahan kering kurang optimal; 4 kesiapan masyarakat untuk menerima pengetahuan dan berperilaku tani kurang optimal; dan 5
kemampuan teknis masyarakat tani dalam mengelola lahan kering kurang optimal. Sebagian besar masalah ini merupakan masalah mengenai keberdayaan dan
pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengendalian mutu lahan kering. Mengacu pada hasil penelitian tersebut berikut ini penulis uraikan rumusan
beberapa kebijakan pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat sebagai pendukung kebijakan yang sedang dilaksanakan:
1. Kebijakan intensifikasi forum koordinasi antar penanggungjawab program dan stakeholder
tingkat kabupaten, kecamatan dan desa dalam rangka pengendalian mutu lahan kering.
Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan koordinasi atau keterpaduan dalam sistem pembinaan masyarakat petani lahan kering di Kabupaten Ponorogo,
khususnya di Kecamatan Bungkal, Balong, Sawoo, dan Sambit. Hasil pembinaan yang terpadu, efektif, dan efisien diharapkan masyarakat tani lahan kering
semakin mampu meningkatkan dan memelihara mutu lahan kering garapannya. Keadaan ini akan meningkatkan hasil atau produktivitas lahan kering dan akan
meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat tani. Indeks pendapatan atau tingkat konsumsi masyarakat yang meningkat, langsung atau tidak langsung, akan
menunjang terhadap laju pertumbuhan indeks pendidikan dan indeks kesehatan masyarakat; dan pada akhirnya meningkatkan indeks pembangunan manusia
IPM masyarakat. Strategi yang digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan ini antara lain a penyusunan matrik kerja bersama dalam rangka
pengendalian mutu lahan kering; b pertemuan berkala antar penanggungjawab
167
program dan stakeholder tingkat kabupaten, kecamatan dan desa dalam rangka pengendalian mutu lahan kering; c penyediaan informasi terpadu yang
dibutuhkan petani lahan kering, yang dapat diakses secara mudah oleh semua stakeholder,
seperti: peta potensi lahan pertanian, daftar perbankan atau lembaga keuangan mikro, daftar lembaga pendukung teknologi, perkembangan harga
sarana produksi pertanian, perkembangan harga jual hasil pertanian, dan informasi perkembangan usahatani.
2. Kebijakan peningkatan kesiapan masyarakat untuk menerima pengetahuan dan berperilaku tani lahan kering yang lebih baik.
Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, motivasi, disiplin, keterampilan, dan ketersediaan dana dan sarana para petani dalam rangka
pengelolaan lahan kering garapannya. Perwujudan tujuan ini akan memudahkan proses pembinaan kepada petani, khususnya dalam adopsi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang relevan dengan pengendalian mutu lahan kering. Kondisi ini akan berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas lahan kering garapan para
petani; dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat petani lahan kering serta menunjang pengentasan kemiskinan masyarakat.
Strategi yang digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan ini antara lain a pemantapan koordinasi antar penanggungjawab program dan stakeholder tingkat
kabupaten, kecamatan dan desa penyuluhan kepada masyarakat secara rutin dan sistematis dalam hal usahatani lahan kering; b peningkatan bina suasana dan
hubungan baik antara penanggungjawab program, stakeholder dan pihak terkait lainnya dengan masyarakat; c menciptakan iklim dan suasana pertanian lahan
kering yang kondusif, termasuk pengaturan pemasaran dan harga-harga hasil produksi lahan kering yang menggairahkan petani; d pemberian insentif kepada
para petani lahan kering yang berprestasi baik; d pembinaan kerjasama dengan pihak perguruan tinggi dan lembaga sosial masyarakat dalam rangka mendukung t
enaga, dana, dan sarana pengendalian mutu lahan kering; e meningkatkan peran serta tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh wanita, tokoh
seni dalam penyuluhan lahan kering.
168
3. Pengembangan kemampuan teknis masyarakat tani dalam mengelola lahan kering secara baik.
Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan keterampilan petani lahan kering dalam mengelola garapannya. Dengan keterampilan yang memadai maka
diharapkan hasil produksi lahan kering semakin mendekati target yang diharapkan. Strategi yang digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan ini
ialah a pelatihan intensif kepada masyarakat tani lahan kering secara sistematis dan berjenjang; b peningkatan kegiatan praktek kelas dan lapangan tentang
manajemen usaha tani lahan kering, manajemen transportasi pengangkutan hasil panen, pengelolaan pasca panen; c pengembangan tenaga penyuluh dan
pembimbing teknis dengan merekrut ketua-ketua kelompok tani untuk kemudian disebarluaskan kepada anggota-anggota kelompoknya; d pengembangan sistem
insentif berbasis kinerja atau prestasi bagi petugas pembina dan masyarakat tani. 4. Kebijakan gerakan penghijauan terpadu di wilayah Kabupaten Ponorogo
Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan luasan lahan kering yang bermutu baik untuk usaha tani masyarakat. Dengan tercapainya tujuan ini, maka
seiring dengan tersedianya dana dan sarana secara memadai, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan per kapita masyarakat tani
lahan kering, yang selanjutnya akan memberi konstribusi yang besar dalam upaya pengentasan kemiskinan. Strategi yang digunakan untuk mengimplementasikan
kebijakan tersebut adalah dengan penentuan target dan pembagian tugas per wilayah, termasuk penanggungjawab masing-masing berdasarkan musyawarah
dan mufakat; diikuti dengan acara-acara edukatif, seperti: lomba hasil tanam pohon, cerdas cermat tentang manfaat tanam pohon, loka-karya penghijauan dan
pelestarian lingkungan, studi banding dan semacamnya dengan melibatkan stakeholder
. 6.3.
Implikasi Keilmuan
Beberapa temuan penting penelitian ini akan berimplikasi pada beberapa bidang ilmu yang terkait antara lain ilmu pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan, ilmu pemberdayaan masyarakat dan ilmu penyuluhan. Implikasi keilmuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
169
1. Implikasi terhadap keilmuan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan Pengendalian mutu lahan kering adalah bagian penting dari upaya
mencapai pembangunana berkelanjutan, khususnya pilar yang ketiga dari pembangunan berkelanjutan yang dikemukakan Munasinghe 1993, yaitu tujuan
ekologis. Hasil penelitian ini memperkaya teori pembangunan berkelanjutan tersebut, bahwa tiga tujuan pembangunan berkelanjutan yang harus dicapai secara
simultan dengan kombinasi ketiganya sesuai dengan kondisi dan tingkat kemajuan masyarakat yaitu 1 tujuan ekonomi: pertumbuhan ekonomi, peningkatan output,
pembentukan modal dan peningkatan daya saing; 2 tujuan sosial: kesejahteraan sosial, pemerataan, kenyamanan dan ketenteraman; 3 tujuan ekologis:
pemeliharaan dan peningkatan kualitas lingkungan, mengurangi dampak eksternalitas negatif dan mendorong dampak ekternalitas positif dalam proses
kegiatan pembangunan. Hasil simulasi model pengendalian mutu lahan kering di Kabupaten
Ponorogo dari penelitian ini menunjukkan bahwa untuk mencapai kondisi ekologis mutu lahan yang baik perlu memperhatikan: 1 sejauh mana tingkat
keseriusan pemerintah melakukan layanan kepada stakeholder dalam upaya pengendalian ekologis tersebut; 2 faktor kependudukan yang selalu
bersinggungan secara langsung dengan lahan ekologi, baik dalam konteks memanfaatkan, mengeksploitasi dan sekeligus memelihara atau mengkonservasi;
dan 3 keadaan lingkungan, baik yang bersifat given seperti curah hujan, ketersediaan mata air, jenis tanah, topografi, angin, kelembaban, dan lain-lain
maupun yang bisa diusahakan seperti jumlah pohon tanaman tegakan, teknologi yang ada untuk melakukan rekayasa atas kondisi yang telah given pada
lingkungan tersebut. Hasil penelitian yang diuraikan di atas merupakan cara pandang alternatif
yang melengkapi atau memperkaya teori pembangunan berkelanjutan yang menjadi arus utama mainstream dalam ilmu pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan yang selama ini dipahami. Cara pandang baru ini bisa menjadi cara pandang alternatif atau merinci lebih detail metode yang telah pernah
dikembangkan sehingga khasanah ilmu pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan menjadi lebih kaya.
170
2. Implikasi terhadap keilmuan pemberdayaan masyarakat Penelitian ini juga mengungkapkan secara jelas bahwa mutu lahan kering
sangat terkait dengan tingkat keberdayaan masyarakat. Hasil penelitian ini juga menjelaskan aspek apa yang perlu mendapat perhatian dalam proses
pemberdayaan masyarakat. Orientasi pemberdayaan masyarakat hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlunya meningkatkan coping strategy agar masyarakat
survive dalam mengarungi kehidupan lahan kering yang sulit. Agar masyarakat
survive, kemudian berdaya maka masyarakat harus memiliki kemampuan
pengendalian emosi dan kemampuan problem solving secara kreatif dalam memecahkan persoalan yang dihadapi dalam aspek produksi dalam arti luas:
bertani, berkebun dan beternak; dalam aspek pengolahan hasil produksi untuk meningkatkan nilai tambah; dalam aspek pemasaran hasil produksi danatau
pengolahan hasil serta dalam aspek konsumsi, baik dalam arti konsumsi asupan intake
gizi untuk menjaga kualitas hidupnya maupun konsumsi dalam arti mengatur pengeluaran rumah tangganya sehingga ekonomi rumah tangganya
berlangsung dengan baik. Temuan yang diuraikan di atas memberikan arah kegiatan pemberdayaan
masyarakat tani lahan kering secara jelas dan rinci. Arah atau fokus kegiatan pemberdayaan masyarakat tani lahan kering ini penting dan merupakan kontribusi
yang sangat berharga dalam pengembangan ilmu pemberdayaan masyarakat. Hal ini disebabkan dengan modifikasi seperlunya, pola yang sama bisa diterapkan
untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan tipe yang lain. 3. Implikasi terhadap keilmuan penyuluhan
Sasaran penyuluhan pada umumnya selalu ditujukan untuk meningkatkan tiga ranah: kognitif pengetahuan, afektif sikap dan psikomotorik
keterampilan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan perilaku bisa disetarakan dengan ranah psikomotorik berhubungan nyata dengan
mutu lahan kering. Namun dijelaskan lebih rinci dalam alat analisis yang lain AHP bahwa menurut para pelaku actor dana menjadi hal yang prioritas. Dana
dalam hal ini bisa bermakna untuk menggerakan sarana dan prasarana penyuluhan pada tahap awal, namun bisa juga bermakna bahwa masyarakat perlu segera
mendapatkan pertolongan cepat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sebelum
171
ditingkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan mengelola lahan agar bermutu baik. Namun setelah kebutuhan dasar terpenuhi, menurut hasil AHP juga baik
dari sudut pandang aktor, faktor, tujuan dan kriteria menjelaskan bahwa strategi yang berfokus pada peningkatan tiga ranah di atas strategi pemberdayaan
menjadi prioritas. Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di atas dapat disimpulkan
bahwa dalam proses penyuluhan penting memperhatikan kondisi ekonomi masyararakat yang menjadi sasaran penyuluhan. Penyuluhan akan efektif jika
secara paralel juga memperhatikan upaya perbaikan ekonomi masyarakat sasaran penyuluhan. Tata urutan sequence dalam melakukan kegiatan penyuluhan
sebaiknya dilaksanakan sebagai berikut: melihat keadaan ekonomi kelompok sasaran penyuluhan
– memberikan intervensi perbaikan jika kondisi ekonominya buruk
– melakukan penyuluhan- pengetahuan, sikap dan keterampilan meningkat – kondisi ekonomi sasaran penyuluhan meningkat – inovasi mudah diterima
kelompok sasaran – meningkatkan kesejahteraan kelompok sasaran penyuluhan.
Uraian di atas menjelaskan kontribusi hasil penelitian ini terhadap ilmu penyuluhan pertanian dan konservasi lingkungan. Kegiatan penyuluhan yang
akan datang diharapkan akan lebih efektif jika mengikuti tata urutan sequence sebagaimana yang direkomendasikan dari hasil penelitian ini.
172
VII. KESIMPULAN DAN SARAN