Kebijakan Penyuluhan dan Bimbingan Kepada Petani

155 Rancangan frekuensi dan bentuk penyuluhan dan bimbingan teknis di setiap kecamatan bervariasi; disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing- masing daerah. Sebagai contoh di 12 desa dalam 4 kecamatan yang pernah mendapat bantuan program swasta PIDRA, frekuensi penyuluhan dan bimbingan teknis dengan sistem pendampingan oleh petugas pertanian dan petugas lembaga sosial masyarakat LSM ditentukan sebanyak 2 kali dalam satu bulan dengan jumlah sasaran 10 kelompok petani desa; selain itu dilakukan pula kunjungan rumah sesuai kebutuhan. Sementara di desa-desa lainnya rancangan frekuesi penyuluhan dan bimbingan teknis hanya bersifat umum dan rutin sekitar satu kali per bulan dengan sasaran para petani dan kelompok petani desa. Pihak yang bertanggungjawab atas kebijakan penyuluhan di Kabupeten Ponorogo ialah Dinas Pertanian dibantu oleh kelompok jabatan fungsional penyuluhan yaitu BAPELUH Badan Pelaksana Penyuluhan hasil penetapan Bupati Ponorogo. Di setiap kecamatan dibentuk BPK Badan Penyuluh Kecamatan yang bertanggungjawab kepada BAPELUH. Dalam menjalankan tugas sehari-hari BPK berkoordinasi dengan UPTD Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian Kecamatan semacam Cabang Dinas Pertanian yang bertanggungjawab terhadap Kepala Dinas Pertanian Kabupaten. Masalah yang dihadapi dalam rangka pengimplementasian kebijakan penyuluhan dan bimbingan kepada petani atau kelompok petani selama ini ialah kurang melembaganya kerjasama lintas program dan lintas sektoral; ditambah lagi dengan minimnya dana dan sarana yang dapat digunakan untuk operasional. Masalah lainnya yang perlu diselesaikan yaitu penyempurnaan metode kerja dalam kaitannya dengan prosedur penyuluhan dan bimbingan teknis yang baku dan berbasis kebutuhan masyarakat.

6.1.2. Kebijakan peningkatan bantuan sarana dan prasarana pertanian

kapada petani lahan kering Kebijakan ini ditujukan untuk mendukung petani agar benar-benar mampu menyelenggarakan aktivitas pertanian di lahan kering dengan baik atau berproduksi secara optimal. Dasar hukum kebijakan ini, di antaranya ialah tentang otomomi daerah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 156 Programa yang dikembangkan dalam rangka implementasi kebijakan ini dalam dua tahun belakangan pemberian sejumlah bantuan bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ponorogo yaitu: 1. Alat penepung singkong kepada 12 federasi yang telah dirintis oleh program PIDRA satu federasi sekitar 150 orang. 2. Kambing etawa kepada masyarakat tani untuk meningkatkan populasi kambing dan perbaikan genetika terhadap kambing lokal kambing kacang. Bantuan ini tidak diberikan setiap tahun. Bantuan pada tahun pertama 2009 dialokasikan pada 6 desa bekas program PIDRA, dan bantuan pada tahun 2011 dialokasikan ke 5 desa selain desa bekas garapan PIDRA yang membutuhkan. Satu paket bantuan berupa 4 ekor kambing etawa 3 ekor betina dan 1 ekor jantan. 3. Program perbaikan pekarangan; pada tahun 2009 di 10 desa bekas program PIDRA dan di 10 selain desa bekas garapan PIDRA tapi dalam kecamatan- kecamatan bekas program PIDRA. Pihak yang berperan bertanggungjawab mengimplementasikan kebijakan ini ialah Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo beserta jajarannya di tingkat kecamatan. Dinas yang terkait ialah Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Perindustrian. Masalah yang dihadapi dalam rangka pengimplementasian kebijakan peningkatan bantuan sarana dan prasarana pertanian kapada petani lahan kering tersebut selama ini ialah bahwa realisasi bantuan dari pemerintah pusat dan provinsi adalah senantiasa tidak sesuai dengan jumlah dan jenis usulan yang diajukan.

6.1.3. Kebijakan peningkatan bantuan teknologi tepat guna untuk

pengendalian mutu lahan kering Kebijakan ini ditujukan untuk mendukung petani agar semakin mampu menyelenggarakan aktivitas pertanian di lahan kering dengan produktivitas yang optimal. Upaya yang dilakukan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut ialah antara lain dengan cara meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, seperti lembaga pendidikan tinggi, lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi, serta lembaga atau institusi lainnya. Di samping itu setiap tahun dibuat dan diajukan usulan bantuan kepada pemerintah pusat dan provinsi. 157 Pihak yang berperan atau bertanggungjawab dalam rangka usaha mengimplementasikan kebijakan ini ialah Bupati Ponorogo dibantu oleh Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo bekerjasama dengan Dinas Perindustrian, dan Dinas Sosial. Masalah yang dihadapi dalam rangka pengimplementasian kebijakan peningkatan bantuan teknologi tepat guna untuk pengendalian mutu lahan kering tersebut selama ini ialah bahwa realisasi bantuan dari banyak pihak sangat minim. Di samping itu, seperti telah dikemukakan di atas bahwa kerjasama lintas program dan sektoral masih kurang memadai.

6.2. Kebijakan Pendukung Pengendalian Mutu Lahan Kering Berbasis

Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Ponorogo Dari uraian hasil penelitian di atas tampak bahwa upaya pengendalian mutu lahan kering di Kabupaten Ponorogo belum sepenuhnya menggunakan pendekatan sistem yang mencakup sub sistem kependudukan, layanan pemerintah, dan lingkungan. Penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat petani lahan kering selama ini bersifat parsial dan reduksionisme; dan hal ini kurang berdampak positif terhadap produksi lahan kering, dalam arti hasil yang diperoleh belum sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mendukung dan melengkapi kebijakan Pemerintah Kabupaten Ponorogo tentang peningkatan dan pengendalian mutu lahan kering tersebut, berikut ini penulis merumuskan beberapa kebijakan yang berfokus pada dimensi kependudukan, dimensi kelembagaan, dan dimensi lingkungan dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan otonomi daerah, serta visi dan misi Kabupaten Ponorogo. Kebijakan ini dirumuskan berdasarkan data dan informasi yang relevan dari hasil penelitian, yaitu: 1 data dan informasi hasil analisis jawaban responden masyarakat petani lahan kering, 2 data dan informasi hasil analisis jawaban responden pejabat dinas dan instansi pemerintah tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa, 3 data dan informasi hasil analisis jawaban responden pakar dalam ISM, 4 data dan informasi hasil analisis jawaban responden pakar dalam AHP, 5 data dan informasi hasil simulasi skenario-skenario model yang