Kebijakan peningkatan bantuan teknologi tepat guna untuk
158
dibangun dan hasil expert judgment, dan 6 data dan informasi tentang kebutuhan stakeholder
untuk pengendalian mutu lahan kering di Kabupaten Ponorogo. Selain berbasis data dan informasi yang relevan dan mutakhir, perumusan
kebijakan-kebijakan juga didasarkan pada sejumlah prinsip pokok yaitu: 1. berorientasi pada tujuan, dalam arti kebijakan tersebut diimplementasikan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu peningkatan mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan pendapatan masyarakat
petani sehingga semua bebas dari kemiskinan; 2. layak dan realistis, dalam arti bahwa kebijakan-kebijakan tersebut benar-benar
layak diimplementasikan dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang dengan adaptasi sesuai dengan situasi dan kondisi setempat;
3. berimplikasi untuk aksesibilitas, dalam arti bahwa dengan kebijakan tersebut para petani lahan kering memperoleh kemudahan akses kepada pihak-pihak pemangku
kepentingan, perbankan atau lembaga keuangan; pendukung sumberdaya manusia, sarana dan teknik baik pemerintah maupun swasta;
4. berimplikasi untuk kredibilitas dalam jangka panjang, dalam arti hasil kebijakan tersebut benar-benar menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan semua
pihak; 5. berimplikasi untuk efisiensi, dalam arti bahwa kebijakan tersebut memiliki sifat
termudah dari segi mental; tercepat dari segi waktu; terringan dari segi tenaga; termurah dari segi biaya; paling hemat dari segi material, paling singkat dari segi
jarak penggunaan ruang; 6. berimplikasi untuk kesetaraan, dalam arti bahwa hasil implementasi kebijakan
tersebut memenuhi kebutuhan para petani lahan kering dan keluarga masing- masing berdasarkan kebutuhan needs;
7. berimplikasi bagi mutu layanan, dalam arti bahwa dengan adanya kebijakan tersebut memacu pemerintah untuk meningkatkan layanan kepada petani lahan
kering, khususnya dalam hal peningkatan program penyuluhan dan bimbingan teknis pertanian;
8. berimplikasi kerjasama lintas program dan lintas sektoral, dalam arti bahwa dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut harus ditangani secara terpadu oleh
159
banyak instansi di semua tingkat administrasi pemerintahan mulai tahap perencanaan sampai tahap evaluasi.
Hasil analisis data jawaban responden masyarakat tani menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan signifikan secara statistik dalam
= 0,05 dengan mutu lahan kering di Kabupaten Ponorogo ialah pengetahuan bertani p-
value = 0,03 dan perilaku bertani p-value=0,04. Tampak ada perbedaan antara
masyarakat yang memiliki pengetahuan yang cukup dengan masyarakat yang memiliki pengetahuan kurang terhadap pengendalian mutu lahan kering.
Implikasinya diperlukan tindak lanjut dari pemerintah dan para stakeholder berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat tani lahan kering
melalui program penyuluhan dan bimbingan teknis secara terorganisir dan berjenjang pada setiap administrasi pemerintahan. Mutu lahan kering yang
terjaga dengan baik diharapkan mampu mengentaskan petani dalam menjalankan usaha taninya secara baik, sehingga semakin berdaya dalam menjalankan
kehidupannya. Seiring dengan itu perlu dikembangkan pula perilaku positif bertani lahan kering dalam kalangan masyarakat petani lahan kering, seperti
mengembangkan kebiasaan menanam dan memelihara pohon tanaman keras di areal lahan kering miliknya, kebiasaan menggunakan pestisida secara tertib dan
proporsional, kebiasaan memupuk lahan dari bahan organik. Hasil uji statistik menunjukkan pula bahwa keberdayaan masyarakat tani
lahan kering yang diindikasikan melalui indikator ketahanan gizi dan pangan, tempat tinggal dan sanitasi, dan pendidikan nilai
γ = 1, 0.23, dan 0.24
dipengaruhi secara positif oleh kemampuan petani dalam melakukan coping strategy
β=0.41. Tampak kecenderungan bahwa semakin baik kemampuan petani melakukan coping strategy maka tingkat keberdayaan petani akan semakin
baik. Implikasinya diperlukan pembinaan berkala dari pemerintah dan pihak terkait berkenaan dengan peningkatan kemampuan masyarakat tani melakukan
upaya coping strategy yaitu kemampuan petani dalam mengelola emosi stress dan upaya pemecahan nyata atas persoalan yang dihadapi terkait dengan kegiatan
produksi, konsumsi, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Sementara itu hasil penelitian menunjukkan bahwa coping strategy
masyarakat tani dipengaruhi secara positif oleh faktor faktor ekonomi β=0.22;