Kebijakan peningkatan bantuan sarana dan prasarana pertanian

157 Pihak yang berperan atau bertanggungjawab dalam rangka usaha mengimplementasikan kebijakan ini ialah Bupati Ponorogo dibantu oleh Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo bekerjasama dengan Dinas Perindustrian, dan Dinas Sosial. Masalah yang dihadapi dalam rangka pengimplementasian kebijakan peningkatan bantuan teknologi tepat guna untuk pengendalian mutu lahan kering tersebut selama ini ialah bahwa realisasi bantuan dari banyak pihak sangat minim. Di samping itu, seperti telah dikemukakan di atas bahwa kerjasama lintas program dan sektoral masih kurang memadai.

6.2. Kebijakan Pendukung Pengendalian Mutu Lahan Kering Berbasis

Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Ponorogo Dari uraian hasil penelitian di atas tampak bahwa upaya pengendalian mutu lahan kering di Kabupaten Ponorogo belum sepenuhnya menggunakan pendekatan sistem yang mencakup sub sistem kependudukan, layanan pemerintah, dan lingkungan. Penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat petani lahan kering selama ini bersifat parsial dan reduksionisme; dan hal ini kurang berdampak positif terhadap produksi lahan kering, dalam arti hasil yang diperoleh belum sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mendukung dan melengkapi kebijakan Pemerintah Kabupaten Ponorogo tentang peningkatan dan pengendalian mutu lahan kering tersebut, berikut ini penulis merumuskan beberapa kebijakan yang berfokus pada dimensi kependudukan, dimensi kelembagaan, dan dimensi lingkungan dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan otonomi daerah, serta visi dan misi Kabupaten Ponorogo. Kebijakan ini dirumuskan berdasarkan data dan informasi yang relevan dari hasil penelitian, yaitu: 1 data dan informasi hasil analisis jawaban responden masyarakat petani lahan kering, 2 data dan informasi hasil analisis jawaban responden pejabat dinas dan instansi pemerintah tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa, 3 data dan informasi hasil analisis jawaban responden pakar dalam ISM, 4 data dan informasi hasil analisis jawaban responden pakar dalam AHP, 5 data dan informasi hasil simulasi skenario-skenario model yang 158 dibangun dan hasil expert judgment, dan 6 data dan informasi tentang kebutuhan stakeholder untuk pengendalian mutu lahan kering di Kabupaten Ponorogo. Selain berbasis data dan informasi yang relevan dan mutakhir, perumusan kebijakan-kebijakan juga didasarkan pada sejumlah prinsip pokok yaitu: 1. berorientasi pada tujuan, dalam arti kebijakan tersebut diimplementasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu peningkatan mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan pendapatan masyarakat petani sehingga semua bebas dari kemiskinan; 2. layak dan realistis, dalam arti bahwa kebijakan-kebijakan tersebut benar-benar layak diimplementasikan dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang dengan adaptasi sesuai dengan situasi dan kondisi setempat; 3. berimplikasi untuk aksesibilitas, dalam arti bahwa dengan kebijakan tersebut para petani lahan kering memperoleh kemudahan akses kepada pihak-pihak pemangku kepentingan, perbankan atau lembaga keuangan; pendukung sumberdaya manusia, sarana dan teknik baik pemerintah maupun swasta; 4. berimplikasi untuk kredibilitas dalam jangka panjang, dalam arti hasil kebijakan tersebut benar-benar menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan semua pihak; 5. berimplikasi untuk efisiensi, dalam arti bahwa kebijakan tersebut memiliki sifat termudah dari segi mental; tercepat dari segi waktu; terringan dari segi tenaga; termurah dari segi biaya; paling hemat dari segi material, paling singkat dari segi jarak penggunaan ruang; 6. berimplikasi untuk kesetaraan, dalam arti bahwa hasil implementasi kebijakan tersebut memenuhi kebutuhan para petani lahan kering dan keluarga masing- masing berdasarkan kebutuhan needs; 7. berimplikasi bagi mutu layanan, dalam arti bahwa dengan adanya kebijakan tersebut memacu pemerintah untuk meningkatkan layanan kepada petani lahan kering, khususnya dalam hal peningkatan program penyuluhan dan bimbingan teknis pertanian; 8. berimplikasi kerjasama lintas program dan lintas sektoral, dalam arti bahwa dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut harus ditangani secara terpadu oleh