{ } "Maka tiada dosa bagi kamu." Mengenai firman Allah Ta’ala tersebut, az-Zuhri mengatakan: "Yaitu para wali mereka."

{ } "Maka tiada dosa bagi kamu." Mengenai firman Allah Ta’ala tersebut, az-Zuhri mengatakan: "Yaitu para wali mereka."

{ } "Membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka sendiri," yaitu para wanita yang telah menyelesaikan masa 'iddahnya. Alwani menceritakan dari Ibnu ‘Abbas ra, jika seorang wanita dicerai atau ditinggal mati suaminya, dan telah menyelesaikan masa 'iddahnya, maka tidak ada dosa baginya untuk berhias, berdandan, serta menampilkan diri untuk dipinang. Dan itulah yang ma'ruf(paxut). Hal senada juga telah diriwayatkan dari Muqatil bin Hayyan.

Masih mengenai firman Allah SWT } { "Maka tiada dosa bagi kamu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka sendiri menurut yang patut," Ibnu Juraij menceritakan dari Mujahid, ia

mengatakan: "Yaitu per-nikahan yang halal dan baik." Hal yang sama juga diriwayatkan dari al-Hasan, az-Zuhri, dan as-Suddi.

Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah babwa Allah Mahapengampun lagi Mahapenyantun. (QS. 2:235)

Allah SWT berfirman: "Dan tidak ada dosa bagi kamu," untuk melamar wanita- wanita yang masih menjalani 'iddahnya tanpa terang-terangan. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, mengenai firman-Nya: "Dan tidak ada dosa bagi kamu memindng wanita-wanita itu dengan sendirian." Yaitu dengan cara seseorang mengatakan: "Aku bermaksud untuk menikah," (atau mengatakan) "Wanita adalah bagian dari kebutuhanku," atau "Aku sangat berharap dimudahkan memperoleh isteri yang shalihah." Hal senada juga dikatakan oleh Mujahid, Thawus, 'Ikrimah, Sa'id bin Jubair, Ibrahim an-Nakha-i, asy-Sya'bi, Qatadah, az-Zuhri, Yazid bin Qasith, Muqatil bin Hayyan, Qasim bin Muhammad, dan beberapa ulama salaf dan para imam, berkenaan dengan masalah meminang wanita dengan sindiran (tanpa terang- terangan), mereka mengatakan, diboleh-kan melamar wanita yang ditinggal mati suaminya secara sindiran (tidak terus terang).

Demikian pula ketetapan bagi wanita yang ditalak ba-in (ketiga) bahwa ia dapat dilamar dengan sindiran, sebagaimana yang disabdakan Nabi Saw kepada Fatimah binti Qais ketika ia dicerai oleh suaminya, Abu 'Umar bin Hafsh dengan talak tiga. Beliau menyuruhnya untuk menjalankan 'iddah di rumah Ibnu Ummi Maktum seraya bertutur kepadanya: "Jika engkau telah halal (selesai masa 'iddah), beritahu aku." Setelah ia halal, Usamah bin Zaid, budak beliau, melamarnya, dan beliau pun menikahkan Fatimah dengan 'Usamah.

Sedangkan wanita yang ditalak raj'i, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa ia tidak boleh dilamar, baik secara terus terang maupun sindiran. Wallahu a'lam.

Dan firman Allah Ta’ala selanjutnya: ”kamu menyembunyikan (keinginan menikahi mereka) dalam hati kamu." Maksudnya, atau kalian menyembunyikan niat untuk melamar mereka dalam diri kalian "Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka." Yaitu dalam diri kalian, lalu Dia menghilangkan dosa dari diri kalian kerena perbuatan itu.

Setelah itu, Dia berfirman: { } "Tetapi janganlah kamu mengadakan janji nikah dengan mereka secara rahasia. "Abu Majlaz, Abu Sya'tsa', Jabir bin Zaid, al-Hasan al-Bashri, Ibrahim an-Nakha-i, Qatadah, adh-Dhahhak, Rabi' bin Anas, Sulaiman at-Taimi, Muqatil bin Hayyan, dan as-Suddi mengatakan: "Yakni zina." Dan itu merupakan pengertian riwayat al-'Aufi, dari Ibnu ‘Abbas ra, dan menjadi pilihan Ibnu Jarir.

Mengenai firman Allah Ta’ala: { } 'Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra:'"Janganlah engkau mengatakan kepada wanita itu, 'Aku benar-benar mencintaimu. Berjanjilah kepadaku bahwa engkau tidak akan menikah dengan laki-laki lain,' serta ungkapan lainnya."

Demikian juga diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair, asy-Sya'bi, 'Ikrimah, Abu Dhuha, adh-Dhahhak, az-Zuhri, Mujahid, dan ats-Tsauri, yaitu seorang laki-laki mengambil janji agar wanita itu tidak menikah dengan laki-laki lain.

Diriwayatkan dari Mujahid: "Maksudnya adalah ucapan seorang laki-laki kepada seorang wanita, 'Janganlah engkau meninggalkanku, karena aku pasti akan menikahimu.' Allah Ta’ala melarang hal itu, tetapi Allah SWT menghalalkan lamaran serta ucapan dengan cara yang baik."

Ayat ini bersifat umum dan mencakup semua hal tersebut di atas. Oleh karena itu Dia berfirman: {

} "Kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf." Ibnu 'Abbas, Mujahid, Sa'id bin Jubair, as-Suddi, ats-Tsauri, dan Ibnu Zaid mengatakan, yakni beberapa hal yang diper-bolehkan dalam rangka pelamaran, misalnya ucapan: "Sesungguhnya aku tertarik kepadamu," dan ucapan-ucapan lainnya yang serupa.

Muhammad bin Sirin berkata: "Pernah kutanyakan kepada 'Ubaidah, apakah makna firman Allah Ta’ala: {

} 'Ubaidah pun men-jawab, yaitu ucapan seorang laki-laki kepada wali seorang wanita, "Janganlah engkau menikahkannya sehingga ia mengenalku." Keterangan tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.

Firman Allah SWT berikutnya: { } "Dan janganlah kamu ber'azzam (berketetapan hati) untuk berakad nikah sebelum habis iddahnya. "Maksudnya, janganlah kalian mengadakan akad nikah hingga masa 'iddahnya berakhir. Berkata Ibnu ‘Abbas ra, Mujahid, asy-Sya'bi, Qatadah, Rabi' bin Anas, Abu Malik, Zaid bin Aslam, Muqatil bin Hayyan, az-Zuhri, 'Atha' al-Khurasani, as-Suddi, dan adh-Dhahhak, mengenai firman Allah Ta’ala: {