Mengenai firman-Nya { } ini, Ibnu 'Abbas ra mengatakan: "Ialah salah satu kota."

Mengenai firman-Nya { } ini, Ibnu 'Abbas ra mengatakan: "Ialah salah satu kota."

Ibnu Jarir mengatakan: "Mungkin juga yang dimaksud dengan kata mishran tersebut adalah Mesir, di mana Fir'aun menetap." Yang benar, bahwa yang dimaksud dengan mishran di sini adalah salah satu kota, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra dan lain-lainnya. Karena Musa berkata kepada mereka: "Makanan yang kalian minta itu bukanlah suatu hal yang sulit diperoleh, bahkan banyak dijumpai di belahan kota mana saja yang kalian datangi. Dan karena rendah dan banyaknya makanan itu di seluruh kota, tidak sebanding jika aku memohon hal itu kepada Allah SWT." Maka Nabi Musa As berkata: {

} "Maukah kamu mengambil sesuatu yang lebih buruk sebagai pengganti yang baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pastilah kamu memperoleh apa yang kamu minta." Maksudnya, permintaan kalian itu hanya sebagai bentuk kesombongan dan mengkufuri nikmat juga bukan hal yang darurat, maka permintaan tersebut tidak dipenuhi. Wallahu a'lam.

Lalu ditimpakan kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah SWT. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat- ayat Allah SWT dan membunuhpara nabi tanpa alasan yang benar. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. (QS. 2:61)

Allah SWT berfirman: { } "Lalu ditimpakan kepada mereka nista dan kehinaan." Maksudnya, nista dan kehinaan itu ditimpakan dan ditetapkan atas mereka sesuai syari'at dan takdir. Artinya, mereka akan terus dan senantiasa dihinakan. Setiap orang yang menjumpai mereka akan memandang mereka hina dan rendah. Dan dengan demikian itu, mereka benar-benar menghinakan diri mereka sendiri.

Mengenai firman-Nya: "Lalu ditimpakan kepada mereka nista dan kehinaan," dari Ibnu 'Abbas ra, adh-Dhahhak menutur-kan: "Mereka itu adalah orang-orang yang membayar jizyah."

'Abdurrazzaq, dari Mu'ammar, dari al-Hasan dan Qatadah mengenai firman- Nya: 'Lalu ditimpakan kepada mereka nista,' mengatakan: 'Mereka membayar jizyah dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk.'"

Menurut adh-Dhahhak: "Adz-dzillah berarti kehinaan, kerendahan." Sedangkan al-Hasan al-Bashri mengatakan: "Allah SWT menghinakan mereka,

maka mereka tidak mempunyai kekuatan, dan menjadikan mereka berada di bawah kaki kaum Muslim ini. Dan ummat ini sempat menyaksikan orang-orang Majusi memungut jizyah dari mereka."

Abul 'Aliyah, Rabi' bin Anas, dan as-Suddi mengatakan: "Al-maskanah berarti kesusahan." Sedang menurut 'Athiyah al-'Aufi yaitu; "pajak."

Firman-Nya: { } "Dan mereka mendapat kemurkaan dari Allah SWT," adh-Dhahhak mengatakan: "Mereka berhak mendapat kemurkaan dari Allah SWT."

Sedang Rabi' bin Anas mengatakan: "Maka turun kepada mereka murka dari Allah SWT."

Dan masih mengenai firman Allah ini, Ibnu Jarir mengatakan: "Mereka pulang dan kembali. Dan tidak dikatakan "

'" (kembali) melainkan ber-sambungan dengan kata berikutnya, baik dengan suatu hal yang baik maupun yang buruk.

Misalnya dikatakan, si fulan itu kembali dengan membawa dosa-nya. "Sebagai contoh Misalnya dikatakan, si fulan itu kembali dengan membawa dosa-nya. "Sebagai contoh

Firman Allah selanjutnya: {

} "Hal itu terjadi karena mereka setalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar." Allah SWT Ta'ala menuturkan: Kenistaan, kehinaan, dan ke-murkaan yang Kami timpakan kepada mereka itu disebabkan oleh kesombongan mereka menolak kebenaran, dan kekururan mereka terhadap ayat-ayat Allah SWT, serta penghinaan mereka terhadap para pengemban amanat syari'at, yaitu para Nabi dan pengikut mereka. Mereka telah melecehkan hingga mencapai suatu titik keadaan yang menyeret mereka pada pembunuhan para Nabi. Tidak ada kekufuran yang lebih parah dari hal ini. Mereka ingkar terhadap ayat-ayat Allah SWT serta membunuh para Nabi dengan cara yang tidak dibenarkan.

Oleh karena itu di dalam hadits yang telah disepakati keshahihannya ditegaskan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:

"Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain." Yakni, menolak kebenaran, melecehkan dan meremehkan orang lain, dan

membanggakan diri mereka sendiri. Mengenai firman Allah SWT : {

} "Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas," Imam Ahmad mengatakan: "Ini merupakan alasan lain mengapa mereka senantiasa diberikan balasan seperti itu, yakni karena senantiasa berbuat maksiat dan bersikap melampaui batas. Maksiat itu melakukan berbagai larangan, sedang melampaui batas ialah melanggar ketentuan yang ditetapkan dan diperintahkan-Nya." Wallahu a'lam.

Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yabudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shahiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal shalih, mereka akan menerima pahala dari Rabb Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yabudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shahiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal shalih, mereka akan menerima pahala dari Rabb

Setelah Allah SWT menjelaskan keadaan orang-orang yang menyalahi perintah- Nya, melanggar larangan-Nya, mengerjakan hal-hal yang tidak di-izinkan-Nya, dan melakukan hal-hal yang telah diharamkan serta hukuman yang ditimpakan kepada mereka. Dia mengingatkan bahwa siapa yang berbuat baik dan menaati-Nya dari ummat-ummat terdahulu akan mendapatkan pahala kebaikan. Demikian itu terus berlanjut sampai hari Kiamat tiba. Setiap orang yang mengikuti Rasul, Nabi Muhammad SAW yang ummiy (yang buta huruf) akan memperoleh kebahagiaan abadi, dan tidak merasa khawatir dalam meng-hadapi apa yang akan terjadi di masa mendatang, juga tidak bersedih atas apa yang mereka tinggalkan dan terluput dari mereka, sebagaimana firman-Nya: {

} "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah SWT itu, tidak ada kekhawatiran ierhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati." (QS. Yunus: 62).

Juga seperti perkataan para Malaikat kepada orang-orang mukmin, ketika hendak dicabut nyawanya:

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Rabb kami adalah Allah SWT'. Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), Janganlah kalian merasa takut danjanganlah kalian merasa sedih dan bergembiralah kalian dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan kepada kalian." (QS. Fushshilat: 30).

Dari Mujahid, Ibnu Abi Hatim mengatakan: "Salman ra, bercerita: 'Aku pernah bertanya kepada Nabi, mengenai pemeluk suatu agama, yang aku pernah bersama mereka. Lalu aku kabarkan mengenai shalat dan ibadah mereka, maka turunlah firman Allah SWT:

{ } "Sesungguh- nya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang- orang Shalihin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, hari akhir, dan ayat seterusnya."

Mengenal hal ini, penulis (Ibnu Katsir) mengatakan: "Ini tidak ber-tentangan dengan riwayat 'Ali bin Abi Thalib dari Ibnu Abbas ra, mengenai firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shahi'in, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari akhir, "setelah itu, Allah SWT pun menurunkan ayat:

{ } "Barangsiapa yang mencari agama selain agama lslam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Ali-lmraan: 85).

Karena apa yang dikatakan oleh Ibnu 'Abbas ra itu merupakan pem-beritahuan bahwa Allah SWT tidak akan menerima suatu jalan atau amalan dari seseorang kecuali yang sesuai dengan syari'at Muhammad SAW setelah beliau diutus sebagai pembawa risalah. Sedangkan sebelum itu, maka semua orang yang mengikuti Rasul pada zamannya, mereka berada di atas petunjuk dan jalan keselamatan. Yahudi Karena apa yang dikatakan oleh Ibnu 'Abbas ra itu merupakan pem-beritahuan bahwa Allah SWT tidak akan menerima suatu jalan atau amalan dari seseorang kecuali yang sesuai dengan syari'at Muhammad SAW setelah beliau diutus sebagai pembawa risalah. Sedangkan sebelum itu, maka semua orang yang mengikuti Rasul pada zamannya, mereka berada di atas petunjuk dan jalan keselamatan. Yahudi

Kata Yahudi berasal dari kata hawadah, artinya kasih sayang, atau tawahliud yang berarti taubat. Seperti ucapan Musa AS, {

} "Sesungguhnya kami kembali kepada-Mu. "(QS. Al-A'raaf: 156). Maksudnya ialah: "Kami bertaubat." Kemungkinan mereka disebut demikian pada awal mulanya karena taubat mereka dan kecintaan sebagian mereka pada sebagian lainnya.

Ada pula yang berpendapat bahwa mereka dinamakan Yahudi karena hubungan silsilah mereka dengan Yahuda, putera tertua Nabi Ya'qub. Menurut Abu Amr bin al- 'Ala', disebut Yahudi, karena mereka, "

', yaitu mereka bergerak-gerak ketika membaca Taurat.

Ketika Isa AS diutus, diwajibkan kepada Bani Israil untuk mengikutinya serta tunduk kepadanya. Para Sahabat dan pemeluk agama yang dibawa ‘Isa As itu disebut Nasrani. Disebut demikian karena mereka saling mendukung di antara mereka. Mereka disebut juga Anshar, sebagaimana dikatakan ‘Isa As AS melalui firman Allah SWT: {

} "Siapa-kah yang akan menjadi anshari (penolong-penolongku) untuk (menegakkan agama) Allah SWT?" Para hawariyyun (Sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah Anshar (penolong- penolong) agama Allah." (QS. Ali Imran: 52).

Ada pula yang mengatakan, disebut demikian karena mereka mendiami daerah bemama Nashirah. Hal itu dikatakan oleh Qatadah dan Ibnu Juraij. Juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Wallahu ‘alam.

dan jama' dari

jama' dari kata

, seperti

jama' dari

Dan bagi wanitanya disebut . Seorang penyair mengata-kan: " " "Seorang wanita Nashranah yang belum menempuh jalan lurus." '

Namun setelah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir bagi seluruh anak cucu Adam, maka wajib bagi mereka untuk membenarkan apa yang dibawanya, mentaati apa yang diperintahnya, dan menjauhi apa yang dilarangnya. Mereka itulah mukmin yang haq (orang yang benar-benar beriman). Ummat Muhammad SAW disebut mukminin karena iman mereka yang sungguh-sungguh serta keyakinan mereka yang kuat. Selain itu, karena mereka juga beriman kepada seluruh Nabi yang terdahulu dan kepada perkara-perkara ghaib yang akan terjadi.

Sedangkan mengenai Shahi’in, para ulama berbeda pendapat. Di antara pendapat yang lebih jelas adalah pendapat Mujahid, para pengikutnya, dan Wahab bin Munabbih. Menurutnya, mereka adalah suatu kaum yang tidak memeluk agama Yahudi, tidak juga Nasrani, ataupun Majusi dan bukan pula Musyrikin. Tetapi mereka adalah kaum yang masih berada di atas fitrah dan tidak ada agama tertentu yang dianut dan dipeluknya.

Oleh karena itu, orang-orang musyrik mengejek orang yang berserah diri dengan sebutan Shahi'i. Artinya, ia berada di luar semua agama yang ada di muka Oleh karena itu, orang-orang musyrik mengejek orang yang berserah diri dengan sebutan Shahi'i. Artinya, ia berada di luar semua agama yang ada di muka

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat gunung (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): "Peganglah dengan teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa." (QS. 2:63) Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah SWT dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi. (QS. 2:64)

Allah SWT mengingatkan Bani Israil akan janji mereka kepada Allah untuk senantiasa beriman kepada-Nya semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, dan mengikuti para Rasul-Nya.

Selain itu Allah SWT juga memberitahukan bahwa ketika mengambil janji dari mereka, Dia mengangkat gunung di atas kepala mereka agar mereka mengakui janji yang telah mereka ikrarkan dan memegangnya dengan teguh, niat yang kuat untuk melaksanakannya serta tunduk patuh, sebagaimana firman-Nya:

Dan ingatlah ketika Kami mengangkat gunung ke atas mereka seakan-akan gunung itu naungan awan dan mereka yakin bahwa gunung itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka): Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkan) apa yang tersebut di dalam-nya supaya kamu menjadi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-A'raaf: 171).

Thur ialah gunung, sebagaimana ditafsirkan dalam surat al-A'raaf. Dan hal itu telah ditegaskan oleh Ibnu Abbas ra, Mujahid, Atha', 'Ikrimah, al-Hasan al-Bashri, adh-Dhahhak, Rabi' bin Anas, dan ulama lainnya. Dan inilah pen-dapat yang jelas (umum).

Dalam sebuah riwayat dari Ibnu ' Abbas ra, Thur adalah gunung yang di- tumbuhi pepohonan sedangkan yang tidak ditumbuhi pepohonan tidak disebut sebagai Thur.

Dalam sebuah hadits mengenai fitnah dari Ibnu Abbas ra: "Ketika mereka menolak berbuat ketaatan, maka Allah SWT mengangkat gunung di atas kepala mereka supaya mereka mendengar."

Sedangkan as-Suddi mengatakan: "Ketika mereka menolak bersujud, Allah SWT Ta'ala memerintahkan kepada gunung untuk runtuh menimpa mereka, ketika melihat gunung telah berada di atas mereka, mereka pun jatuh tersungkur dalam keadaan bersujud. Mereka bersujud dengan satu sisi dan melihat pada sisi yang lain. Maka Allah SWT pun merahmati mereka dengan menyingkirkan gunung itu dari mereka. Setelah itu mereka mengatakan: 'Demi Allah SWT, tiada satu sujud pun yang lebih disukai Allah SWT melebihi sujud yang dengannya Dia menyingkirkan adzab dari mereka, dan demikianlah mereka bersujud.' Itulah makna firman Allah SWT Ta'ala, "Dan Kami angkat gunung (Thursina) di atas kalian."

Mengenai firman-Nya, { } "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, "al-Hasan al-Bashri mengatakan: "Yaitu kitab Taurat." Sedangkan menurut Mujahid: "Mengamalkan isi yang di-kandungnya."

Masih mengenai firman-Nya yang sama: "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepada kalian." Qatadah mengatakan: "Al-quwwah berarti; sungguh-sungguh. Dan jika kalian tidak mengamalkannya, maka gunung itu akan Ku timpakan kepada kalian. Karenanya mereka mau mengakui bahwa mereka akan berpegang pada apa yang telah diberikan kepada mereka dengan kuat. Namun jika tidak, maka Allah SWT akan menimpakan gunung itu kepada mereka."

Mengenai firman-Nya: { } "Dan Ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya," Abul 'Aliyah dan Rabi' bin Anas mengatakan: "Artinya, baca dan

amalkanlah apa yang terdapat di dalam kitab Taurat." Firman-Nya: {

} "Kemudian kamu ber-paling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah SWT." Artinya, Allah Ta'ala menuturkan, bahwa setelah perjanjian yang tegas lagi agung ini ; kalian berpaling serta menyimpang darinya dan melanggarnya. {