Mengenai firman-Nya: { } Muhammad Bin Ishaq meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra: "Maksudnya arahkanlah pendengaranmu kepada kami."

Mengenai firman-Nya: { } Muhammad Bin Ishaq meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra: "Maksudnya arahkanlah pendengaranmu kepada kami."

Berkenaan dengan firman Allah { } "Hai orang- orang yang beriman, janganlah kalian mengatakan, Raa'ina," dari Ibnu Abbas ra, adh-Dhahhak meriwayatkan: "Orang-orang Yahudi itu mengatakan kepada Nabi SAW: 'Pasanglah pendengaranmu baik-baik kepada kami.' Sesungguhnya ucapan

itu sama seperti ungkapan "

"Janganlah kalian mengatakan { } , artinya “Janganlah kalian mengatakan sesuatu yang berbeda."

Dalam suatu riwayat disebutkan: "Janganlah kalian mengatakan: 'Dengarlah kami dan kami akan mendengarmu.'"

As-Suddi mengatakan: "Ada seorang Yahudi dari Bani Qainuqa' yang dipanggil dengan nama Rifa'ah bin Zaid. Ia mendatangi Rasulullah SAW, ketika bertemu beliau, ia mengatakan: 'Pasanglah pendengaranmu dan dengarlah, sesungguhnya kamu tidak mendengar.'"

Orang-orang Muslim mengira bahwa para Nabi itu diagungkan dengan ucapan itu. Beberapa orang dari mereka mengatakan: "Dengarlah, sebenarnya engkau tidak

mendengar dan tidak hina." Yang demikian itu seperti yang terdapat dalam surat an- Nisaa'. Kemudian Allah SWT mengemukakan kepada orang-orang mukmin agar tidak mengatakan {

} . Hal senada juga dikatakan oleh 'Abdurrahman bin Zaid bin Aslam.

Dari Ibnu Jarir dia mengatakan: "Menurut kami, pendapat yang benar adalah yang menyatakan bahwa Allah Ta'ala melarang orang-orang mukmin mengatakan kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW , {

} . Karena hal itu merupa-kan kata yang tidak disukai Allah Ta'ala untuk diucapkan kepada Nabi-Nya."

Dan firman-Nya: {

} "Orang- orang kafir dari ahlul kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan di- turunkannya suatu kebaikan kepadamu dari Rabb-mu." Allah SWT mengungkap- kan betapa sengit dan kerasnya permusuhan orang-orang kafir dari Ahlul Kitab dan orang-orang Musyrik terhadap orang-orang Mukmin. Oleh karena itu kaum Mukminin diperingatkan oleh Allah Ta'ala agar tidak menyerupai mereka, supaya dengan demikian terputus kasih sayang yang terjadi di antara orang-orang Mukmin dengan orang-orang kafir dan musyrik tersebut. Selain itu, Allah Ta'ala juga mengingatkan nikmat yang telah dikaruniakan kepada orang-orang mukmin berupa syari'at yang sempurna dan lengkap yang telah disyari'atkan kepada Nabi mereka, Muhammad, di mana Dia berfirman:

} "Dan Allah SWT menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian), dan Allah SWT mempunyai karunia yang besar."

Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha-kuasa atas segala sesuatu. (QS. 2:106) Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah. Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong. (QS. 2:107)

Mengenai firman Allah SWT: { } "Ayat mana saja yang Kami nasakhkan," Ibnu Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu 'Abbas ra, ia mengatakan: "Artinya, yang Kami (Allah SWT) gantikan."

Masih mengenai ayat yang sama, dari Mujahid, Ibnu Juraij meriwayatkan, "Ayat mana saja yang Kami nasakhkan," maksudnya adalah, Ayat mana saja yang Kami (Allah SWT) hapuskan."

Ibnu Abi Nujaih meriwayatkan dari Mujahid, bahwa ia menuturkan: "Ayat mana saja yang Kami nasakhkan," artinya, 'Kami (Allah SWT) biarkan tulisannya, tetapi kami ubah hukumnya.' Hal itu diriwayatkan dari beberapa Sahabat 'Abdullah bin Mas'ud.

{ } , as-Suddi mengatakan: "Nasakh berarti menarik (meng- genggamnya)."

Sedangkan Ibnu Abi Hatim mengatakan: Yakni menggenggam dan mengangkatnya, seperti firman-Nya: {

} "Orang yang sudah tua, baik laki-laki maupun perempnan yang berzina, maka rajamlah keduanya." Demikian juga firman-Nya: "Seandainya Ibnu Adam mempunyai dua lembah emas, niscaya mereka akan mencari lembah yang ketiga."

Masih berhubungan dengan firman-Nya: "Ayat mana saja yang Kami nasakhkan," Ibnu Jarir mengatakan: "Artinya hukum suatu ayat yang Kami (Allah SWT) pindahkan kepada lainnya dan Kami ganti dan ubah, yaitu mengubah yang halal menjadi haram dan yang haram menjadi halal, yang boleh menjadi tidak boleh dan yang tidak boleh menjadi boleh. Dan hal itu tidak terjadi kecuali dalam hal perintah, larangan, keharusan, mutlak, dan ibahah (kebolehan). Sedangkan ayat-ayat yang berkenaan dengan kisah-kisah tidak mengalami nasikh maupun mansukh."

Kata " " berasal dan " ', yaitu menyalin dari suatu naskah ke naskah lainnya. Demikian halnya "

" berarti mengubahnya dan menyalin redaksi ke redaksi yang lain, baik yang dinasakhkan itu hukum maupun tulisannya,

karena keduanya tetap saja berkedudukan mansukh (dinasakh). Firman-Nya: {