} "Diterangkan-Nya kepada kaum yang man mengetahui."

} "Diterangkan-Nya kepada kaum yang man mengetahui."

Para ulama masih berbeda pendapat mengenai permasalahan, jika seorang suami menceraikan isterinya dengan talak dua kemudian meninggalkan-nya hingga ia selesai menjalani 'iddahnya, setelah itu ia menikah dengan laki-laki lain dan sudah bercampur dengannya, lalu diceraikan kembali oleh laki-laki tersebut, dan setelah selesai menjalani 'iddahnya, suaminya yang pertama menikahinya kembali. Apakah kembalinya itu berikut jumlah talak yang pemah dia jatuhkan sebagaimana pendapat Imam Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal, dan juga pendapat para Sahabat ataukah suami yang kedua itu telah menghapuskan jumlah talak yang pernah dia jatuhkan sehingga ia kembali memiliki jatah talak tiga kali lagi, sebagaimana pendapat Abu Hanifah dan para sahabatnya. Alasan Abu Hanifah dan para sahabatnya itu adalah jika suami yang kedua dapat menghapuskan keberadaan talak tiga, tentu penghapusan talak di bawah tiga itu lebih utama. Wallahu a'lam.

Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir 'iddah-nya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemadharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu al-Kitab dan al-Hikmah. Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu- Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha-mengetahui segala sesuatu. (QS. 2:231)

Ini merupakan perintah Allah SWT kepada kaum laki-laki jika ia menceraikan salah seorang dari isterinya dengan talak raj'i, maka ia (si suami) harus menyelesaikan urusan ini dengan baik, yaitu pada saat ia (si isteri) sudah menyelesaikan masa 'iddahaya dan yang tinggal hanyalah sisa waktu yang memungkinkan baginya untuk merujuknya, maka ketika itu ia (suami) boleh menahannya, yaitu mengembalikan si isteri ke dalam ikatan pernikahannya dengan cara yang ma'ruf. Maksudnya, dia harus mempersaksikan rujuknya itu kepada orang lain dan berniat menggaulinya dengan baik. Atau ia boleh menceraikannya. Yaitu membiarkannya hingga 'iddahnya selesai dan me-ngeluarkannya dari rumahnya dengan cara yang baik, tanpa adanya pertikaian, perkelahian dansaling mencaci maki. Dan Allah berfirman:

"Janganlah kalian merujuki mereka untuk memberi kemudharatan," maka -------------- {

} "Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri." Yaitu dengan melanggar perintah Allah SWT.

Firman Allah Ta’ala: { } "Janganlah kamu jadikan hukum-bukum Allah sebagai permainan." al-Hasan al-Bashri, Qatadah, 'Atha' al- Khurasani, Rabi' bin Anas, dan Muqatil bin Hayyan mengatakan: "Yaitu seorang suami yang menceraikan isterinya seraya berucap: "Aku hanya main-main." Atau memerdekakan budak atau menikah dengan mengatakan: "Aku hanya main-main". Maka Allah Ta’ala pun menuninkan firman-Nya: "Janganlah kamujadikan hukum-

hukum Allah sebagai permainan." Maka dengan demikian Allah Ta’ala memastikan hal tersebut (hal di atas tadi dinyatakan sah).

Ibnu Mardawaih meriwayatkan, dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas ra, ia menceritakan: "Ada seseorang yang menceraikan istrinya dengan main-main dan tidak bermaksud talak yang sebenarnya, maka Allah SWT menurunkan firman-Nya: "Janganlah kamujadikan hukum-hukum Allah SWT sebagai permainan. "Kemudian Rasulullah SAW mengharuskan talak baginya. " 92

Berkenaan dengan hal ini, ada sebuah hadits yang sangat masyhur diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah ra , ia menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

92 Dha'if, sanadnya dha'if.

"Ada tiga perkara yang bersungguh-sungguhnya dianggap sungguh-sungguh dan main-mainnya pun dianggap sungguh-sungguh, yaitu nikah, talak dan rujuk."

Menurut at-Tirmidzi, "Hadits tersebut hasan gharib." Dan firman Allah SWT: {

} "Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu," yaitu berupa pengutusan Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan penjelasan kepada kalian. } {

"Dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu al-Kitab (al-Qur-an) dan al-Hikmah," yaitu sunnah. {

} "Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu." Maksudnya, Dia telah menuninkan perintah dan larangan sena memberikan ancaman kepada kalian atas perbuatan dosa. {

} "Dan bertakwalah kepada Allah," dengan menjalankan perintah dan menjahui larangan-Nya.

{ } "Dan ketahuilah, bahwasanya Allah Maha- mengetahui segala sesuatu." Sehingga tidak ada suatu perkara pun yang ter-sembunyi dari-Nya dari seluruh urusan kalian baik yang rahasia ataupun yang terang-terangan. Dan Allah SWT akan memberikan balasan kepada kalian atas semua itu.

Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa Iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) mengbalangi mereka kawin lagi dengan colon suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah SWT dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah SWT Mahamengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. 2:232)

'Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra: "Ayat ini di-turunkan berkenaan dengan seseorang yang mentalak isterinya dengan talak satu atau dua, kemudian istrinya menjalani 'iddahnya hingga selesai. Setelah itu terfikir olehnya keinginan untuk menikahi dan merujuknya kembali. Maka si wanita itu pun mau menerima, tetapi para walinya melarang hal itu. Lalu Allah Ta’ala melarang mereka menghalang-halanginya. Hal yang sama juga diriwayatkan dari al-'Aufi, dari ‘Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu ‘Abbas ra pula.

Demikian juga yang dikatakan Masruq, Ibrahim an-Nakha'i, az-Zuhri, dan adh- Dhahhak, bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut. Dan mereka pun berkata: "Inilah zhahir (makna yang tampak jelas) dari ayat tersebut."

Dalam ayat tersebut terdapat dalil yang menunjukkan bahwa, seorang wanita tidak mempunyai kekuasaan untuk menikahkan dirinya sendiri, tetapi harus ada wali baginya dalam pernikahan. Sebagaimana yang dikatakan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Jarir berkenaan dengan ayat ini. Seperti yang terkandung dalam hadits berikut ini:

"Seseorang wanita tidak dapat menikahkan wanita lain, dan tidak pula menikahkan dirinya sendiri. Sesungguhnya wanita pezinalah yang menikahkan dirinya sendiri." 93

Dalam hadits yang lain juga disebutkan:

"Tidak ada nikah melainkan dengan seorang wali, yang dapat memberi pe-tunjuk, dan dua saksi yang adil." 94

Ada juga yang meriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ma'qil bin Yasar al-Muzani dan saudara puterinya. Al-Bukhari meriwayatkan dari al- Hasan bahwa saudara puteri Ma'qil bin Yasar telah dicerai oleh suaminya, lalu ia meninggalkannya hingga isterinya itu menyelesaikan masa 'iddahnya, kemudian ia melamarnya kembali, tetapi Ma'qil bin Yasar menolaknya. Maka turunlah ayat: {