} "Dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah)."

} "Dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah)."

Demikian juga yang dikatakan Ibnu ‘Abbas ra, Mujahid, 'Atha', Qatadah, as- Suddi, dan ulama lainnya. Dan inilah yang menjadi pilihan Ibnu Jarir, selain itu ia menyatakan bahwa ini merupakan ijma' (kesepakatan) para ulama.

Imam Ahmad meriwayatkan, dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im, dari ayahnya, ia menceritakan: "Aku pernah kehilangan unta di 'Arafah, lalu aku pergi mencarinya, ternyata Nabi Saw sedang berwuquf di sana." Lalu kukatakan: "Sesungguhnya daerah ini termasuk al-humus, mengapa ia berwuquf di sini?" Hadits ini riwayat al-Bukhari dan Muslim. Kemudian al-Bukhari juga meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas ra, bahwa yang dimaksud dengan kata ifadhah (bertolak) dalam ayat tersebut adalah bertolak dari Muzdalifah menuju ke Mina untuk melempar jumrah. Wallahu a'lam.

Dan firman-Nya: { } "Dan mohonlah ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang." Sering- kali Allah SWT memerintahkan untuk berdzikir (mengingat-Nya) setelah selesai

menunaikan ibadah. Oleh karena itu diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Rasulullah SAW seusai shalat senantiasa beristighfar (memohon ampun) kepada

Allah SWT sebanyak tiga kali. Dan dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa beliau menganjurkan membaca tasbih, tahmid, dan takbir (masing-

masing) sebanyak tiga puluh tiga kali. Ibnu Mardawaih juga menyebutkan hadits yang diriwayatkan al-Bukhari, dari

Syaddad bin Aus, katanya, Rasulullah SAW pernah bersabda:

"Sayyidul istighfar (penghulunya istighfar) adalah ucapan seorang hamba: 'Ya Allah, Engkaulah Rabb-ku, tiada Ilah yang hak kecuali Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu, dan aku senantiasa memegang teguh janji-Mu sekuat tenagaku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah kuperbuat. Aku mengakui anugerah nikmat-Mu bagi diriku, dan aku juga mengakui dosa-dosaku maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa-dosa "Sayyidul istighfar (penghulunya istighfar) adalah ucapan seorang hamba: 'Ya Allah, Engkaulah Rabb-ku, tiada Ilah yang hak kecuali Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu, dan aku senantiasa memegang teguh janji-Mu sekuat tenagaku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah kuperbuat. Aku mengakui anugerah nikmat-Mu bagi diriku, dan aku juga mengakui dosa-dosaku maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa-dosa

Dan diriwayatkan dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari 'Abdullah bin 'Umar, bahwa Abu Bakar pernah berkata:

"Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu do'a yang dapat kupanjatkan dalam shalatku". Maka Rasulullah SAW pun bersabda: Ucapkanlah: "Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak menzhalimi diriku sendiri, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau, maka berikanlah kepadaku ampunan dari sisi- Mu, dan sayangilah aku, sesungguhnya Engkau Mahape-ngampun lagi Mahapenyayang. " (HR. Al-Bukhari dan Imam Muslim).

Dan hadits yang membahas tentang istighfar ini sangat banyak.

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdo'a: "Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia," dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenang-kan) di akhirat. (QS. 2:200) Dan di antara mereka ada orang yang berdo'a: "Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa Neraka." (QS. 2:201) Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. 2:202)

Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya agar menyuruh banyak berdzikir kepada-Nya seusai menyelesaikan amalan manasik haji. Dan firman-Nya: "Sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu. "Para ulama masih berbeda pendapat mengenai makna firman Allah Ta’ala tersebut. Ibnu Juraij meriwayatkan, dari Atha', ia menuturkan: "Yaitu seperti ucapan seorang anak: 'Bapak, Ibu.' Artinya, sebagaimana seorang anak senantiasa mengingat ayah dan Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya agar menyuruh banyak berdzikir kepada-Nya seusai menyelesaikan amalan manasik haji. Dan firman-Nya: "Sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu. "Para ulama masih berbeda pendapat mengenai makna firman Allah Ta’ala tersebut. Ibnu Juraij meriwayatkan, dari Atha', ia menuturkan: "Yaitu seperti ucapan seorang anak: 'Bapak, Ibu.' Artinya, sebagaimana seorang anak senantiasa mengingat ayah dan

Hal yang sama juga dikemukakan oleh adh-Dhahhak, dan Rabi' bin Anas. Hal senada juga diriwayatkan Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas ra.

Sa'id bin Jubair meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas ra: "Dahulu, ketika masyarakat Jahiliyah berwuquf di musim haji, salah seorang di antara mereka mengatakan: 'Ayahku suka memberi makan, menanggung beban, dan me-nanggung diyat orang lain.' Mereka tidak menyebut-nyebut kecuali apa yang pernah dikerjakan bapak-bapak mereka. Kemudian Allah SWT menurunkan kepada Nabi Saw ayat berikut ini:

"Maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sehagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu." Wallahu a'lam. Maksud dari firman ini adalah perintah untuk mem-perbanyak dzikir kepada Allah SWT . Dan kata " ” (atau) dalam ayat itu dimaksudkan untuk menegaskan keserupaan dalam berita, seperti halnya firman Allah SWT: {

} "Hati kamu itu menjadi keras seperti batu, atau bahkan lebih keras fagi." (QS. Al-Baqarah: 74).

{ } "Maka jadilah ia dekat (kepada Muhammad) dua ujung busurpanah, atau bahkan lebih dekat lagi." (QS. An-Najm: 9).

Dengan demikian, kata 'atau' di sini bukan menunjukkan keraguan, tetapi untuk menegaskan suatu berita atau (keadaan berita itu) lebih daripada itu. Allah SWT membimbing para hamba-Nya untuk berdo'a kepada-Nya setelah banyak berdzikir kepada-Nya, karena saat itu merupakan waktu terkabulnya do'a. Pada sisi lain, Dia mencela orang-orang yang tidak mau memohon kepada-Nya kecuali untuk urusan dunia semata dan memalingkan diri dari urusan akhiratnya. Allah SWT berfirman: {

} "Maka di antara m'anusia ada orang yang berdo'a: 'Ya Rabb kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,' dan tiada baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat." Ayat ini mengandung

celaan sekaligus pencegahan dari tindakan menyerupai orang yang melakukan hal itu. Diriwayatkan oleh Sa'id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas ra: "Ada suatu kaum dari

masyarakat Badui yang datang ke tempat wuquf, lalu mereka berdo'a: 'Ya Allah, jadikanlah tahun ini sebagai tahun yang banyak turun hujan, tahun kesuburan, dan tahun kelahiran anak yang baik.'" Dan mereka sama sekali tidak menyebutkan urusan akhirat. Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya: "Maka di antara m'anusia ada orang yang berdo'a, 'Ya Rabb kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,' dan tiada baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat."

Setelah mereka datanglah orang-orang yang beriman, dan mereka mengucapkan: {

} "Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta peliharalah kami dari adzab api Neraka." Lalu Allah menurunkan firman-Nya: {

} "Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian apa yang mereka usahakan, {

} dan Allah sangat cepat hisab-Nya." Oleh karena itu, Allah Ta’ala memuji orang-orang yang memohon kebaikan

dunia dan akhirat kepada-Nya. Dia berfirman:

{ } "Dan di antara mereka ada yang berdo'a; Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta peliharalah kami dari adzab api Neraka." Do'a ini meliputi berbagai kebaikan di dunia dan menjauhkan segala kejahatan. Kebaikan di dunia mencakup segala permintaan yang bersifat duniawi, berupa kesehatan, rumah yang luas, isteri yang cantik, rizki yang melimpah, ilmu yang ber-manfaat, amal shalih, kendaraan yang nyaman, pujian, dan lain sebagainya yang tercakup dalam ungkapan para mufassir, dan di antara semuanya itu tidak ada pertemangan, karena semuanya itu termasuk ke dalam kategori kebaikan dunia.

Sedangkan mengenai kebaikan di akhirat, maka yang tertinggi adalah masuk Surga dan segala cakupannya berupa rasa aman dari ketakutan yang sangat dahsyat, kemudahan hisab, dan berbagai kebaikan urusan akhirat lainnya.

Sedangkan keselamatan dari api Neraka, berarti juga kemudahan dari berbagai faktor penyebabnya di dunia, yaitu berupa perlindungan dari berbagai larangan dan dosa, terhindar dari berbagai syubhat dan hal-hal yang haram.

Al-Qasim Abu 'Abdurrahman mengatakan: "Barangsiapa dianugerahi hati yang suka bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir, dan diri yang sabar, berarti ia telah diberikan kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta di-lindungi dari adzab Neraka. Oleh karena itu, sunnah Rasulullah SAW menganjurkan do'a tersebut di atas."

Al-Bukhari meriwayatkan dari Mu'ammar, dari Anas bin Malik, kata-nya, Rasulullah SAW pernah berdo'a:

"Ya Allah, ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta peliharalah kami dari adzab Neraka."

Dan Anas bin Malik sendiri jika hendak berdo'a, ia selalu membaca do'a itu, atau ia menyisipkan do'a itu dalam do'anya yang lain. Dan diriwayat-kan oleh Muslim

(yaitu perkataan Anas.P ent ): "Jika Allah SWT mendatangkan kebaikan kepada kalian di dunia dan kebaikan di akhirat serta melindungi kalian dari adzab Neraka, berarti

Dia telah memberikan seluruh kebaikan kepada kalian." Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas:

"Rasulullah SAW pernah menjenguk seorang muslim yang sudah sangat lemah seperti anak burung, lalu beliau bertanya kepadanya: 'Apakah engkau berdo'a kepada Allah SWT atau memohon sesuatu kepada-Nya?' Ia menjawab: 'Ya, aku mengucapkan, Ya Allah SWT jika Engkau menetapkan siksaan kepadaku di akhirat, timpakan saja kepadaku lebih awal di dunia.' Maka Rasulullah SAW bersabda: 'Subhanallah, engkau tidak akan kuat atau tidak akan sanggup menerima-nya. Mengapa engkau tidak mengucapkan: 'Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta peliharalah kami dari adzab api Neraka.' Maka ia pun memanjatkan do'a tersebut kepada Allah SWT, dan Allah SWT pun menyembuhkannya."'

Hadits ini hanya disebutkan oleh Muslim dengan ia meriwayatkannya dari Ibnu Abi 'Adi.

Imam asy-Syafi'i meriwayatkan dari 'Abdullah bin as-Sa'ib, bahwasanya ia pernah mendengar Nabi SAW mengucapkan (di sisi Ka'bah) di antara rukun (pojok), Bani Jamh (rukun Yamani) dan rukun Aswad (Hajar Aswad):

"Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta peliharalah kami dari adzab api Neraka." sanad hadits ini dha'if '(lemah). Wallahu a'lam.

Dalam kitab al-Mustadrak, al-Hakim meriwayatkan, dari Sa'id bin Jubair, ia menceritakan, ada seseorang yang datang kepada Ibnu ‘Abbas ra seraya berkata: "Sesungguhnya aku membayar suatu kaum agar membawaku dan dengan upah itu aku meminta mereka agar mendo'akanku, dan aku berhaji bersama mereka, apakah hal itu berpahala?" Maka Ibnu ‘Abbas ra menjawab: "Engkau termasuk orang-orang yang dikatakan Allah Ta’ala: {

} 'Mereka itulah orang-orang yang mendapat Bagian apa yang mereka usahakan, dan Allah SWT sangat cepat hisab-Nya.'"

Kemudian al-Hakim mengatakan: "Hadits ini shahih menurut persyaratan al- Bukhari dan Muslim, tetapi keduanya tidak meriwayatkannya."

Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menanggubkan (keberangkatannya dari dua bari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menanggubkan (keberangkatannya dari dua bari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan

Ibnu ‘Abbas ra mengatakan: "Yang dimaksud dengan hari-hari yang ber-bilang {al-ayyam al-ma'duudaat) itu adalah hari-hari Tasyriq, dan yang dimaksud dengan al- ayyaam al-ma'lumaat adalah sepuluh hari dalam bulan Dzulhijjah (dari 1-10 Dzulhijjah)."

Mengenai firman-Nya: "Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang" Ikrimah mengatakan: "Yakni membaca takbir pada hari-hari tasyriq setelah shalat wajib, yaitu membaca Allahu Akbar, Allahu Akbar."

Imam Ahmad meriwayatkan dari Waki', dari Musa bin 'Ali, dari ayah-nya: "Aku pernah mendengar 'Uqbah bin Amir menuturkan, Rasulullah SAW bersabda:

"Hari 'Arafah, hari Kurban, dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya bagi kita, ummat Islam, hari-hari itu merupakan hari makan dan minum."

Imam Ahmad meriwayatkan dari Nubaisyah al-Hudzali, Rasulullah SAW bersabda: "Hari-hari Tasyriq adalah hari makan, minum dan dzikir kepada Allah SWT ." Hadits ini juga diriwayatkan Muslim.

Berkenaan dengan firman Allah SWT: "Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari berbilang," maksudnya menyebut nama Allah SWT pada saat penyembelihan hewan-hewan kurban. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa yang rajih dalam hal ini adalah madzhab Syafi'i, yaitu bahwa waktu kurban berawal dari hari penyembelihan sampai akhir hari-hari Tasyriq. Berkenaan dengan hal itu juga adalah dzikir yang khusus pada setiap usai shalat lima waktu, dan dzikir mutlak yang di-lakukan pada seluruh keadaan. Ada beberapa pendapat alim ulama mengenai waktunya, dan yang termasyhur adalah yang dilakukan mulai dari shalat Shubuh pada hari 'Arafah sampai shalat 'Ashar pada akhir hari-hari Tasyriq, yaitu akhir hari Nafar (bertolaknya rombongan haji dari Mina) terakhir. Wallahu a'lam.

Telah ditegaskan bahwa 'Umar bin al-Khaththab RA bertakbir di menara, lalu orang-orang di pasar pun ikut bertakbir dengan takbirnya itu sehingga Mina bergemuruh karena suara takbir.

Berkenaan dengan itu juga takbir dan dzikir kepada Allah SWT ketika melempar jumrah setiap hari selama hari-hari Tasyriq.

Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan juga perawi lainnya: "Disyari'atkannya thawaf di Baitullah, sa'i antara Shafaa dan Marwah, dan pelemparan jumrah adalah untuk berdzikir kepada Allah SWT."

Seusai menyebutkan hari Nafar pertama dan kedua, yaitu berpisah-nya manusia dari musim haji menuju ke berbagai daerah dan wilayah setelah mereka berkumpul di tempat-tempat manasik dan mawaqif (wuquf), Allah SWT berfirman