{ } "Dan jika kamu memberikan balasan, maka
{ } "Dan jika kamu memberikan balasan, maka
balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu." (QS. An-Nahl: 126).
Firman-Nya: { } "Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. "Allah Ta’ala memerintahkan mereka untuk senantiasa berbuat taat dan bertakwa kepada-Nya Firman-Nya: { } "Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. "Allah Ta’ala memerintahkan mereka untuk senantiasa berbuat taat dan bertakwa kepada-Nya
Dan belanjakanlah (harta bendamu) dijalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. 2:195)
Sehubungaidengan firman Allah: "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan . " Imam al-Bukhari meriwayatkan, dari Hudzaifah: "Ayat tersebut diturun-kan berkenaan dengan masalah infak."
Al-Laits bin Sa'ad meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib, dari Aslam Abi 'Imran: "Ada seseorang dari kaum muhajirin di Konstantinopel menyerang barisan musuh hingga mengoyak-ngoyak mereka, sedang bersama kami Abu Ayub al- Anshari. Ketika beberapa orang berkata: 'Orang itu telah mencampakkan dirinya sendiri ke dalam kebinasaan,' Abu Ayub ra. bertutur: 'Kami lebih mengerti mengenai ayat ini. Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami. Kami menjadi Sahabat Rasulullah SAW, bersama beliau kami mengalami beberapa peperangan, dan kami membela beliau. Dan ketika Islam telah tersebar unggul, kami kaum Anshar berkumpul untuk mengungkapkan suka cita. Lalu kami katakan: 'Sesungguhnya Allah SWT telah memuliakan kita sebagai Sahabat dan pembela Nabi SAW sehingga Islam tersebar luas dan memiliki banyak penganut. Dan kita telah mengutamakan beliau daripada keluarga, harta kekayaan, dan anak-anak. Peperangan pun kini telah berakhir, maka sebaiknya kita kembali pulang kepada keluarga dan anak-anak kita dan menetap bersama mereka,' maka turunlah ayat ini kepada kami. "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di'jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " Jadi, kebinasaan itu terletak pada tindakan kami menetap bersama keluarga dan harta kekayaan, serta meninggalkan jihad."
Hadits di atas diriwayatkan Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Hibban dalam kitab Shahih, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, semuanya bersumber dari Yazid bin Abi Habib. At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih gharib. Sedangkan menurut al-Hakim hadits ini memenuhi persyaratan al-Bukhari dan Muslim, tetapi keduanya tidak meriwayatkannya.
Abu Bakar bin 'Iyasy meriwayatkan, dari Abu Ishaq as-Subai'i, bahwa ada seseorang mengatakan kepada al-Barra' bin 'Azib: "Jika aku menyerang musuh sendirian, lalu mereka membunuhku, apakah aku telah mencampakkan diriku ke dalam kebinasaan?" Al-Barra'menjawab: "Tidak,karena Allah Ta’ala berfirman kepada Rasul-Nya: {
} 'Berperanglah kamu dijalan Allah SWT, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajibanmu sendiri.' (QS. An-Nisaa': 84). Sedangkan ayat (195) ini berkenaan dengan infak."
Hadits di atas diriwayatkan Ibnu Mardawaih, juga al-Hakim dalam Mustadrak, dari Israil, dari Abu Ishaq. Al-Hakim mengatakan: "Hadits ini shahih menurut persyaratan al-Bukhari dan Muslim, meskipun keduanya tidak meriwayatkan."
Dan at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadits tersebut, dari al-Barra'. Kemudian al- Barra' menuturkan riwayat ini. Dan setelah firman Allah Ta’ala: {
} "Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajibanmu sendiri," Ia mengatakan: "Tetapi kebinasaan itu apabila seseorang melakukan perbuatan dosa, maka ia mencampakkan dirinya ke dalam kebinasaan dan tidak mau bertaubat."
Ibnu Abi Hatim mengemukakan, bahwa 'Abdurrahman al-Aswad bin Abdi Yaghuts memberitahukan, bahwa ketika kaum Muslimin mengepung Damaskus, ada seseorang dari Azad Syanu'ah tampil dan dengan cepat bertolak untuk menyambut musuh sendirian. Maka kaum muslimin pun mencelanya karena perbuatannya itu. Kemudian mereka melaporkan kejadian itu kepada 'Amr bin al-'Ash. Setelah itu 'Amr memerintahkan kepadanya agar kembali seraya menyitir firman Allah Ta’ala: "Dan jangan-lah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan."
Berkata al-Hasan al-Bashri: { } "Maksud dari ayat ini ialah bakhil (kikir)." Masih mengenai firman Allah Ta’ala tersebut, Samak bin Harb meriwayatkan dari an-Nu'man bin Basyir: "Ayat ini mengenai se-seorang yang
melakukan perbuatan dosa, lalu ia yakin bahwa ia tidak akan diampuni, maka ia pun mencampakkan dirinya sendiri ke dalam kebinasaan. Artinya, ia semakin berbuat dosa, sehingga binasa."
Oleh karena itu diriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu ‘Abbas ra: "Bahwa kebinasaan itu adalah adzab Allah SWT."
Ibnu Wahab meriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Iyasy, dari Zaid bin Aslam mengenai firman Allah Ta’ala: "Dan belanjakanlah (harta bendamu) dijalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." Bahwasanya ada beberapa orang yang pergi bersama dalam delegasi yang diutus Rasulullah SAW tanpa membawa bekal (nafkah), lalu Allah SWT memerintahkan mereka mencari bekal (nafkah) dari apa yang telah dikaruniakan-Nya serta tidak mencampakkan diri ke dalam kebinasaan. Kebinasaan berarti seseorang mati karena lapar dan haus atau (keletihan) berjalan.
Dan Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman kepada orang-orang yang berkecukupan: {
} "Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." Ayat ini mengandung perintah ber-infak di jalan Allah SWT dalam berbagai segi amal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan dalam segi ketaatan, terutama membelanjakan dan meng-infakkan harta kekayaan imtuk berperang melawan musuh serta memperkuat kaum muslimin atas musuh-musuhnya. Selain itu, ayat ini juga memberitahukan bahwa meninggalkan infak bagi orang yang terbiasa dan selalu berinfak berarti kebinasaan dan kehancuran baginya. Selanjutnya Dia menyambung dengan perintah untuk berbuat baik, yang merupakan tingkatan ketaatan tertinggi, sehingga Allah SWT pun berfirman: "Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah SWT. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum kurban sampai ke tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkurban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'Umrah sebelum Haji (di dalam bulan Haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Makkah). Dan bertakwalah ke-pada Allah dan ketauhilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya. (QS. 2:196)
Setelah Allah SWT menyebutkan hukum puasa, dilanjutkan dengan uraian mengenai jihad, Dia beranjak menjelaskan masalah manasik. Dia me merintahkan untuk menyempurnakan ibadah haji dan umrah. Lahiriyah konteks ayat ini adalah menyempurnakan amalan-amalan ibadah haji dan umrah setelah memulai pelaksanaannya. Maka setelah itu Allah SWT berfirman: "Jika kamu terkepung.. " Maksudnya, jika kalian terhalang untuk sampai ke Baitullah dan terganggu dalam menyempurnakan ibadah haji dan umrah.
Untuk itu, para ulama sepakat bahwa memulai ibadah haji dan umrah mengharuskan penyempurnaan keduanya, meskipun dikatakan umrah itu wajib atau dianjurkan, sebagaimana keduanya menjadi pendapat para ulama.
Syu'bah meriwayatkan, dari 'Amr bin Murrah dan dari Sufyan ats-Tsauri, mengenai ayat ini ia mengatakan: "Penyempurnaan haji dan umrah berarti anda mulai Syu'bah meriwayatkan, dari 'Amr bin Murrah dan dari Sufyan ats-Tsauri, mengenai ayat ini ia mengatakan: "Penyempurnaan haji dan umrah berarti anda mulai
Banyak hadits yang diriwayatkan melalui berbagai jalur, dari Anas dan beberapa orang Sahabat, bahwa Rasulullah SAW menggabungkan dalam ihram-nya antara haji dan umrah. Dan ditegaskan dalam hadits shahih bahwa beliau pernah bersabda kepada para sahabatnya:
"Barangsiapa yang membawa binatang kurban, maka hendaklah ia berihram untuk haji dan umrah."
Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadits shahih:
"Umrah itu masuk ke dalam haji sampai hari Kiamat." Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan, dari Ya'la bin
'Umayyah mengenai kisah seseorang yang bertanya kepada Nabi SAW, ketika beliau berada di Ji'ranah. Orang itu bertanya: "Bagaimana menurut pendapat anda mengenai seseorang yang berihram untuk umrah, sedang ia mengenakan jubah dan wangi- wangian?" Rasulullah SAW terdiam, lalu turun kepada beliau wahyu, maka beliau mengangkat kepalanya seraya bertanya: "Di mana orang yang bertanya tadi?" "Aku di sini," jawabnya. Beliau SAW pun bersabda:
"Mengenai jubah, maka lepaslah, dan wangi-wangian yang menempel pada tubuhmu, maka cucilah. Kemudian apa yang telah engkau lakukan untuk haji-mu, maka kerjakanlah hal itu untuk umrahmu."
Dan firman Allah SWT: "Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat." Para ulama menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan pada tahun ke-6 Hijrah, yakni tahun perjanjian Hudaibiyah. Yaitu ketika kaum musyrikin menghalangi Rasulullah SAW agar tidak sampai ke Baitullah. Pada saat itu Allah Ta’ala menurunkan surat al-Fat-h secara keseluruhan dan mem-berikan keringanan kepada mereka dengan menyembelih binatang kurban yang mereka bawa, yaitu sebanyak 7 ekor unta,
mencukur rambut mereka dan bertahallul. 70 Pada saat itu Rasulullah SAW langsung menyuruh mereka mencukur rambut dan bertahallul, namun mereka tidak mengerjakannya karena menunggu datangnya nasakh (penghapusan hukum), sehingga beliau keluar dan mencukur rambutnya, dan setelah itu orang-orang pun melakukannya. Di antara mereka ada yang memendekkan rambutnya dan tidak mencukur bersih. Karena itu Rasulullah SAW bersabda: "Semoga Allah SWT
70 Tahallul: Beriepas diri dari fliram haji sesudah selesai mengerjakan amalan-amalan haji."Pent- 70 Tahallul: Beriepas diri dari fliram haji sesudah selesai mengerjakan amalan-amalan haji."Pent-
Mereka menyembelih kurban untuk bersama, setiap satu unta untuk tujuh orang, sedang jumlah mereka ada 14 orang. Ketika itu mereka berada di Hudaibiyah, di luar Tanah Haram. Ada juga yang mengatakan bahwasanya mereka berada di pinggiran Tanah Haram. Wallahu a'lam.
Oleh karena itu, para ulama berbeda pendapat, apakah halangan itu dikhususkan pada musuh saja, sehingga tidak boleh melakukan taballul kecuali orang yang dikepung musuh, tidak termasuk penyakit atau lainnya?
Mengenai hal itu terdapat dua pendapat. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra: "Tidak ada halangan kecuali oleh musuh. Sedangkan orang yang jatuh sakit atau tersesat, maka tidak ada kewajiban apa-apa baginya. Allah Ta’ala hanyalah berfirman: {