} "Dan mengajarkan al-Kitab kepada mereka," yaitu al-Qur-an. {

} "Dan mengajarkan al-Kitab kepada mereka," yaitu al-Qur-an. {

} "Dan al-Hikmah," yakni as-Sunnah. Demikian dikemukakan oleh al-Hasan al-Bashri, Qatadah, Muqatil bin Hayan, Abu Malik, dan lain-lainnya.

Ada juga yang menafsirkan "al-hikmah" dengan pemahaman terhadap agama. Dan hal itu tidak ada perbedaannya.

Firman-Nya: { } "Dan menyucikan mereka." ‘Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu Abbas: "Yakni ketaatan kepada Allah Ta’ala dan tulus ikhlas karena-Nya."

Mengenai firman-Nya: { } "Yang mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah, " Muhammad Bin Ishaq mengatakan: "Yaitu yang mengajarkan kebaikan, lalu mereka pun mengerjakannya. Juga mengajarkan kepada mereka tentang keburukan, lalu mereka menjahuinya. Serta memberitahukan tentang keridhaan Allah Ta’ala terhadap mereka jika mereka mentaati-Nya, sehingga mereka memperbanyak berbuat taat kepada-Nya dan menjauhi segala maksiat yang dimurkai- Nya."

Sedangkan firman-Nya: { } "Sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Mahabijaksana" Artinya, Dia-lah al-'Aziz, yaitu yangtidak dikalahkan oleh sesuatu apa pun, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dia-lah al- Hakim, yang Mahabijaksana dalam segala perbuatan dan ucapan-Nya. Sehingga Dia

akan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, karena pengetahuan, kebijakan dan keadilan-Nya.

Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, kecuali orang yang mem-perbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang shalih. (QS. 2:130 ) Ketika Rabb-nya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tundukpatuh kepada Rabb semesta alam." (QS. 2:131) Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'kub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam." (QS. 2:132)

Allah SWT berfirman sebagai bantahan terhadap orang-orang kafir atas berbagai bid'ah yang mereka ada-adakan berupa syirik kepada-Nya, yang ber- tentangan dengan agama Ibrahim AS, khalilullah (kekasih Allah SWT), dan imam orang-orang yang /wm/(lurus). la telah memurnikan tauhid kepada Rabb-nya, Allah SWT Sf Maka ia tidak pernah menyeru Ilah selain Dia, tidak pula ia menyekutukan- Nya meski hanya sekejap mata, serta ia berlepas diri dari setiap sesembahan selain diri-Nya. Namun sikap Ibrahim AS ditentang oleh kaumnya, bahkan hingga ia pun berlepas diri dari ayahnya sendiri. Ibrahim AS berkata:

”Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mempersekutukan Rabb." (QS. Al-An'aam: 78-79).

Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: { } "-Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim AS melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri." Artinya, men-zhalimi dirinya sendiri dengan kebodohannya itu dan buruknya perhatian mereka dengan meninggalkan kebenaran dan memilih kesesatan. Mereka menyalahi jalan orang yang sudah dipilih Allah SWT

di dunia untuk memberi petunjuk dan bimbingan dari sejak masa mudanya hingga ia (Ibrahim AS) dijadikan Allah SWT sebagai khalil (kekasih)-Nya. Dan di akhirat

kelak, ia termasuk orang-orang yang shalih dan bahagia.

Maka orang yang meninggalkan jalan dan agamanya lalu mengikuti jalan kesesatan, maka adakah kebodohan yang lebih parah darinya? Atau adakah kezhaliman yang lebih berat darinya? Sebagaimana firman Allah

} "Sesungguhnya kemusyrikan (menyekutukan Allah SWT) itu benar-benar merupakan kezhaliman yang sangat besar." (QS. Luqman: 13).

Abul 'Aliyah dan Qatadah mengatakan: "Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Yahudi yang membuat cara baru yang bukan dari sisi Allah SWT serta menyalahi agama Ibrahim AS." Yang mendukung kebenaran tafsiran ini adalah firman Allah Ta’ala:

"Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi ia adalah seorang yang lurus lagi berserab diri (kepada Allah SWT) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim adalah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad SAW), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad SAW). Dan Allah adalah pelindung seluruh orang-orang yang beriman." (QS. Ali 'Imran: 67-68).

Firman-Nya: { } "Ketika Rabb-nya berfirman kepadanya: 'Tunduk patuhlah!' Ibrahim menjawab: 'Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.'" Maksudnya, Allah Ta’ala menyuruhnya untuk ikhlas, tunduk, dan patuh kepada-Nya. Maka Ibrahim AS pun memenuhi perintah itu sesuai dengan syari'at dan ketetapan-Nya.

Sedangkan firman-Nya selanjutnya: "Dan Ibrahim AS telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub . "Artinya, Ibrahim AS telah mewasiatkan agama ini, yaitu Islam. Atau dhamir (kata ganti) itu kembali kepada kalimat yang tersebut dalam firman-Nya: "Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam." Karena kesungguhan mereka memeluk Islam dan kecintaan mereka kepadanya, mereka benar-benar memeliharanya sampai saat wafatnya. Dan mereka pun mewasiatkannya kepada anak cucu mereka yang lahir setelah itu. Sebagaimana firman Allah SWT {

} "Dan (Ibrahim AS) menjadikan kalimat taubid itu kalimat yang kekal pada keturunannya." (QS. Az-Zukhruf: 28).

Dan firman Allah SWT "Ibrahim berkata: 'Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini

bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam.' " Artinya, berbuat baiklah kalian ketika menjalani kehidupan ini, dan berpegang teguhlah pada agama ini, niscaya Allah Ta’ala akan menganugerah-kan kematian kepada kalian dalam keadaan itu (dalam Islam), karena sering kali seseorang meninggal dunia dalam agama yang diyakininya dan dibangkitkan dalam agama yang dianutnya hingga meninggal. Dan Allah SWT telah menggariskan sunnah-Nya, bahwa siapa yang menghendaki kebaikan akan diberi taufik dan dimudahkan baginya oleh Allah SWT, dan siapa berniat kepada kebaikan, maka akan diteguhkan pada- Nya.

Yang demikian itu tidak bertentangan dengan apa yang diterangkan dalam hadits shahih, di mana Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya seseorang itu benar-benar mengerjakan amalan penghuni Surga, hingga jarak antara dirinya dengan Surga tinggal satu depa atau satu hasta, tetapi ia didahului oleh kitab (yang berada di Lauhul Mahfuzh: catatan takdir), maka ia pun mengerjakan amalan penghuni Neraka, sehingga ia pun masuk Neraka. Dan sesungguhnya seseorang itu benar-benar mengerjakan amalan penghuni Neraka hingga antara dirinya dengan neraka tinggal satu depa atau satu hasta, tetapi ia didahului oleh kitab. Maka ia pun mengerjakan amalan penghuni Surga hingga ia pun masuk Surga." (Muttafaq 'alaih).

Karenanya dalam beberapa riwayat lain, hadits tersebut berbunyi sebagai berikut:

"Seseorang mengerjakan satu amalan yang tampak oleh orang lain sebagai amalan penghuni Surga, dan ia mengerjakan suatu amalan yang tampak oleh orang lain

sebagai amalan penghuni Neraka." Dan Allah Ta’ala sendiri telah berfirman dalam surat yang lain:

"Adapun orang yang memberikan (hartanya dijalan Allah SWT) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (Surga), maka Kami kelak akan me- nyiapkan baginyajalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan bagi mereka (jalan) yang sukar." (QS. Al-Lail: 5-1 ).

Adakah kamu hadir ketika Ya'kub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku". Mereka menjawab:

"Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyang-mu, Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, (yaitu) Rabb Yang Mahaesa dan kami hanya tunduk kepada-Nya." (QS. 2:133)

Itu adalah ummat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan dimintai pertanggung jawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 2:134)

Allah SWT berfirman sebagai hujjah atas orang-orang musyrik Arab dari anak keturunan Isma’il AS dan juga atas orang-orang kafir dari keturunan Israil -yaitu Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim AS, bahwa ketika kematian menjemput-nya, Ya'qub AS berwasiat kepada anak-anaknya supaya beribadah kepada Allah SWT semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Ya'qub AS berkata: {

} "Apa yang kamu sembah sepeninggalkuf Mereka nienjawab: 'Kamiakan menyembah Ilah-mu dan Ilah nenek moyangmu, Ibrahim, Isma’il dan Ishaq.'" Hal ini termasuk bab taghlib (penyamarataan), karena sebenarnya Isma’il adalah paman Ya'qub.

An-Nahhas mengatakan: "Masyarakat Arab biasa menyebut paman dengan sebutan ayah." Seperti yang dinukil oleh al-Qurthubi.

Ayat ini juga dijadikan dalil orang-orang yang menjadikan kedudukan kakek sebagaimana kedudukan ayah sehingga keberadaannya menghalangi (menutupi) saudara-saudara dalam memperoleh harta warisan. Sebagaimana hal ini merupakan pendapat Abu Bakar ash-Shiddiq RA, yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, dari jalan Ibnu ‘Abbas ra dan Ibnu az-Zubair ra. Kemudian al-Bukhari mengatakan: "Dan tidak ada yang menyelisihi pendapat itu. Dan itu pula yang menjadi pendapat '‘Aisyah, Ummul mukminin RA."

Hal itu juga dikemukakan oleh al-Hasan al-Bashri, Thawus, dan 'Atha' juga merupakan pendapat Abu Hanifah serta beberapa ulama Salaf dan Khalaf. Sedangkan Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad mengatakan bahwa bapak berbagi dengan para saudara dalam warisan. Pendapat ini diriwayatkan pula dari 'Umar bin al-Khaththab RA, 'Utsman bin 'Affan RA, 'Ali bin Abi Thalib RA, Ibnu Mas'ud RA, Zaid bin Tsabit RA, dan sekelompok ulama Salaf dan Khalaf, serta menjadi pilihan dua Sahabat Abu Hanifah, yaitu al-Qadhi Abu Yusuf dan Muhammad Bin Hasan. Dan untuk penetapan masalah ini perlu ada pembahasan khusus.

Firman Allah SWT : { } "(Yaitu) Ilah yang Mahaesa." Artinya, kami mengesakan dalam penghambaan kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. {