Dan firman Allah SWT berikutnya: { } "Padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." Hal itu mungkin

Dan firman Allah SWT berikutnya: { } "Padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." Hal itu mungkin

merupakan bagian dari kesempurnaan kalam sebagai penolakan terhadap mereka atau terhadap apa yang mereka katakan, padahal mereka mengetahui perbedaan hukum

yang ditetapkan Allah Ta’ala antara keduanya. Dia Maha-mengetahui lagi Mahabijaksana. Tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya dan Allah SWT tidak

dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah Ia kerjakan, justru merekalah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Dialah yang Mahamengetahui segala hakikat dan kemaslahatan persoalan. Apa yang bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya, maka Dia akan membolehkannya bagi mereka, dan apa yang membahayakan bagi mereka, maka Dia akan melarangnya bagi mereka. Kasih sayang Allah SWT kepada para hamba- Nya lebih besar daripada sayangnya seorang ibu kepada anak bayinya. Oleh karena itu, Dia berfirman: {

} "Orang- orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terns berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan), dan urusannya terserah kepada Allah." Maksudnya, barangsiapa yang telah sampai kepadanya larangan memakan riba, lalu ia mengakhirinya ketika syari'at sampai kepadanya, maka baginya hasil mu'amalah terdahulu.

Yang demikian itu didasarkan pada firman-Nya: { } memaafkan apa yang telah berlalu." (QS. Al-Maa-idah: 95).

Dan sebagaimana sabda Rasulullah SAW pada saat pembebasan kota Makkah: 107

"Segala bentuk riba pada masa Jahiliyyah batal di bawah kedua kakiku ini, dan riba yang pertama kali aku batalkan adalah riba 'Abbas 108 ."

Rasulullah SAW tidak menyuruh mereka mengembalikan keuntungan yang mereka peroleh pada masa jahihyah, tetapi Allah Ta’ala telah memaafkan mereka atas apa yang telah berlalu. Sebagaimana yang difirmankan-Nya: "Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan), dan urusannya terserah kepada Allah SWT."

Sa'id bin Jubair dan as-Suddi mengatakan: "Baginya riba yang dahulu pernah ia makan sebelum diharamkan."

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa 'Aisyah RA, isteri Nabi Saw pernah bertutur: Ia pemah ditanya oleh Ummu Bahnah, yaitu ummu walad 109 Zaid bin

Arqam,

"Wahai Ummul Mukminin, apakah engkau kenal Zaid bin Arqam?' 'Ya, aku mengenalnya,' jawab 'Aisyah. Ummu Bahnah mengatakan: 'Sesungguhnya aku telah menjual kepadanya seorang budak dengan cara tempo seharga 800 dirham. Lalu dia memerlukan uang, maka aku membeli kembali (budak itu) (dengan tunai) sebelum sampai waktu pembayaran (sebelum jatuh tempo) dengan harga 600 dirham (tunai).' 'Aisyah pun berakata: 'Alangkah buruknya pembelianmu, alangkah buruknya pembelianmu itu. Sampaikanlah kepada Zaid bahwa ia benar-benar telah menghapuskan pahala jihadnya bersama Rasulullah SAW, jika ia tidak segera bertaubat.' Ummu Bahnah melanjutkan pertanyaan: 'Bagaimana menurut pendapatmu, jika aku meninggalkan 200 dirham dan mengambil yang 600 dirham (sebagai pembayaran hutang)?' 'Aisyah menjawab: 'Ya, boleh.' .'Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabb-nya, lain tents berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya

107 Bahkan pada haji Wada'.

109 Lihat kitab TaarikhulKabir, karangan al-Bukhari, juz I Ummu walad adalah wanita yang melahirkan anak majikannya 109 Lihat kitab TaarikhulKabir, karangan al-Bukhari, juz I Ummu walad adalah wanita yang melahirkan anak majikannya

Selanjutnya Allah SWT berfirman: { } "Orang yang mengulangi (mengambil riba). "Maksudnya kembali mengambil riba, dan ia mengerjakannya setelah sampai kepadanya larangan tersebut, maka wajib baginya hukuman dan penegasan httjjah atasnya. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: "Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."

Abu Dawud telah meriwayatkan dari Abu Zubair, dari Jabir, ia menceritakan ketika turun ayat: {

} "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. "Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan mukhabarah, maka silahkan mengumum-kan perang kepada Allah SWT dan Rasul-Nya." 110

Hadits terakhir di atas juga diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitab-nya, al- Mustadrak, dari Abu Khaitsam. Dan ia mengatakan bahwa derajat Hadits itu shahih dengan syarat Muslim, namun Imam al-Bukhari dan Imam Muslim tidak meriwayatkannya.

Diharamkan mukhabarah, yaitu menyewakan tanah dengan imbalan sebagian hasil buminya. Demikian juga muzabanah, yaitu membeli kurma basah yang masih ada di pohonnya dengan pembayaran kurma kering yang sudah ada di tanah. Dan muhaqalah, yaitu pembelian biji yang masih melekat pada tangkainya di ladang dengan biji yang sudah ada di atas tanah. Semuanya itu dan juga semua praktek yang sejenisnya diharamkan untuk merintangi jalan ke inti riba, sebab belum diketahui kesamaan dua barang sebelum kedua-nya kering betul. Oleh karena itu, para fuqaha mengemukakan: "Ketidaktahuan terhadap kesamaan, sama seperti hakikat kelebihan." Dan mereka juga mengharamkan segala sesuatu yang mereka pahami, sebagai upaya untuk memper-sempit jalan dan berbagai sarana yang mengantarkan kepada riba. Adapun ketidaksamaan pandangan mereka tergantung pada ilmu yang dikaruniakan Allah kepada mereka. Dan Allah Ta’ala sendiri telah berfirman:

} { "Dan diatas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Mahamengetahui (Allah)." (QS. Yusuf: 76).

Masalah riba ini merupakan masalah yang paling rumit menurut kebanyakan ulama. Amirul Mukminin, 'Umar bin al-Khaththab RA pernah mengatakan, tiga hal yang seandainya saja Rasulullah SAW mewasiatkan kepada kami dengan suatu wasiat yang dapat memuaskan kami yaitu dalam masalah; al-jaddu (bagian warisan kakek), al-kalalah (orang yang meninggal tidak meninggalkan ayah dan anak), dan

110 Dha'if: Didha'ifkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Sihilah al-Ahaadiits adh-Dha'iifah (990).

beberapa masalah riba. Maksudnya adalah sebagian masalah yang di dalamnya terdapat percampuran riba, sedangkan syariat telah menetapkan bahwa sarana yang mengantarkan kepada yang haram itu pun haram hukumnya, karena sesuatu yang mengantarkan kepada yang haram adalah haram, sebagaimana tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengan sesuatu, makanya itu menjadi wajib.

Di dalam kitab ash-Shahihain (al-Bukhari dan Muslim) telah ditegaskan sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Nu'man bin Basyir, ia menceritakan, aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya yang halal itu telah jelas, yang haram pun telah jelas, dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang samar (diragukan). Barangsiapa menjaga dirinya dari perkara yang diragukan, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam keraguan, berarti ia telah terjerumus ke dalam perkara yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar daerah terlarang, lambat laun ia akan masuk ke dalamnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dan di dalam kitab as-Sunan juga diriwayatkan sebuah hadits dari al-Hasan bin ‘Ali RA, ia menceritakan, aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

"Tinggalkan perkara yang engkau ragukan, menuju kepada perkara yang tidak engkau ragukan."

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW juga bersabda:

"Dosa itu adalah sesuatu yang mengganjal di dalam hatimu, yang padanya jiwa menjadi ragu, dan engkau tidak suka bila diketahui orang lain."

Sedangkan dalam riwayat lain disebutkan:

"Mintalah fatwa kepada hatimu, meskipun manusia telah memberikan fatwa kepadamu." 111

Ats-Tsauri meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, ia mengatakan: "Ayat yang terakhir kali turun kepada Rasulullah SAW adalah ayat tentang riba." Demikian yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dari Qabishah.

Imam Ahmad juga meriwayatkan bahwa 'Umar pernah mengatakan: "Ayat yang terakhir kali turun kepada Rasulullah SAW adalah ayat tentang riba, dan

sesungguhnya beliau telah dipanggil ke hadirat-Nya sebelum beliau sempat menafsirkannya kepada kami. Oleh kafena itu, tinggalkan riba dan keraguan." Ia

mengatakan bahwa Hadits tersebut juga diriwayatkan Ibnu Majah dan Ibnu Mardawaih.

Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, dari Nabi Saw , beliau bersabda:

"Riba itu ada 73 (tujuh puluh tiga) macam." (HR. Ibnu Majah). Hadits di atas juga diriwayatkan al-Hakim dalam kitabnya, al-Mustadrak, dari

Amr bin AH al-Falas, dengan isnad yang sama, dengan tambahan lafazh:

"Yang paling ringan dari riba itu seperti seseorang menikahi ibunya sendiri dan sejahat-jahat riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim."

Al-Hakim mengatakan: "Hadits tersebut shahih dengan syarat Syaikhani (al- Bukhari dan Muslim), namun keduanya tidak meriwayatkannya."

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra , bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:

"Akan datang suatu masa di mana manusia banyak memakan riba.' Ditanya-kan kepada Rasulullah SAW: Apakah manusia secara keseluruhan?' Beliau menjawab: 'Yang tidak memakannya pun akan terkena debunya.' 112 " (HR. Ahmad).

111 (Diriwayatkan Imam Ahmad dan Imam ad-Darimi dalam kitab Musnad milik masing-masing dari keduanya dengan sanad shahih atau hasan).

Dha'if, lihat kitab al-Majma' (VIII/175). ed-

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah. Oleh karena itu, diharamkan segala sarana yang dapat menimbulkan setiap perkara yang haram.

Ahmad meriwayatkan dari 'Aisyah RA : "Setelah ayat-ayat mengenai riba yang terdapat pada akhir surat al-Baqarah turun, Rasulullah berangkat ke masjid, lalu beliau membacakan ayat-ayat tersebut. Selanjutnya beliau mengharamkan perdagangan khamr."

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Jama'ah, kecuali at-Tirmidzi, melalui jalan al-A'masy. Demikian pula redaksi dari riwayat al-Bukhari ketika menafsir-kan

ayat ini, maka diharamkanlah perdagangan khamr. Dalam lafazh al-Bukhari, yang diriwayatkan dari 'Aisyah RA, ia menceritakan:

"Ketika ayat-ayat yang terdapat pada akhir surat al-Baqarah mengenai riba, Rasulullah SAW membacakannya kepada umat manusia, lalu beliau mengharamkan perdagangan khamr."

Beberapa imam yang membicarakan Hadits ini berkata, "Setelah riba dan berbagai macam sarananya diharamkan, maka khamr dan segala bentuk

perdagangannya pun diharamkan," sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW dalam sebuah Hadits muttafaq 'alaih:

"Allah melaknat orang Yahudi yang telah diharamkan bagi mereka lemak, namun mereka mencairkannya, lalu menjualnya dan memakan hasil penjualan-nya." (Muttafaqun 'alaih).

Telah dikemukakan sebelumnya pada Hadits 'Ali, Ibnu Mas'ud, dan yang lainnya dalam pelaknatan terhadap muhallil 113 pada penafsiran firman Allah SWT berikut ini: {

} "Sehingga ia menikah dengan suami yang lain." (QS. Al-Baqarah: 230)' Sabda Rasulullah SAW :

"Allah melaknat orang yang memakan riba, yang mewakili transaksi riba, dua orang saksinya, dan orang yang menuliskannya."

Mereka berpendapat: "Dan janganlah seseorang menyaksikannya dan menuliskannya kecuali jika diperlihatkan dalam bentuk akad syar'i, padahal transaksi

itu sendiri batal." Dengan demikian, yang dijadikan sandaran adalah maknanya, bukan gambaran

lahiriahnya. Karena amal perbuatan itu tergantung pada niatnya.

112 Dha'if, didha'ifkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Dha'iiful Jaami' (4864).- ed - 113 Seseorang yang berpura-pura menikahi wanita yang sudah ditalak tiga, agar bisa kembali kepada suami yang menceraikannya.

Dalam Hadits shahih telah ditegaskan, Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat kepada bentuk rupa kalian, dan tidak juga kepada harta kekayaan kalian, melainkan la melihat kepada hati dan perbuatan kalian."

Imam al-'Allamah Abul 'Abbas Ibnu Taimiyyah telah menyusun sebuah kitab mengenai Ibthalut-Tahlil yang mencakup larangan menempuh berbagai sarana yang mengantarkan kepada setiap perkara yang bathil. Dan pembahasan tentang hal itu sudah sangat mencukupi dan memuaskan dalam kitab tersebut. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan meridhainya.

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS. 2:276) Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal sahalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabb-nya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 2:277)

Allah memberitahukan bahwa Dia menghapuskan riba, baik meng-hilangkannya secara keseluruhan dari tangan pelakunya maupun mengharam-kan keberkahan hartanya, sehingga ia tidak dapat mengambil manfaat darinya, bahkan Dia melenyapkan hasil riba itu di dunia dan memberikan hukuman kelak pada hari kiamat. Sebagaimana firman Allah: {

} "Dan Dia menjadikan yang buruk itu sebagiannya atas sebagian yang lain, lain semuanya Dia tumpuk-kan dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam." (QS. Al-Anfaal: 37).

Dalam kitab al-Musnad, Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw, beliau bersabda:

"Sesungguhnya riba, meskipun pada awalnya banyak, namun akhirnya akan menjadi sedikit. " (HR. Ahmad).

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Yang demikian itu dari sisi muamalah, dan itu jelas bertentangan dengan tujuan mengambil riba supaya banyak.

Firman Allah SWT: { } "Dan Allah menyuburkan shadaqah." Kata itu dibaca dengan memberikan dharnmah pada huruf " ". Kata {

} tersebut berasal dari kata, "

" yang berarti memperbanyak dan mengembangbiakkan. Ada juga yang membacanya, "

" dengan memberikan dharnmah pada huruf “ " dan disertai dengan tasydid pada “ ", yang berasal dari kata "

". Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia menceritakan,

Rasulullah SAW pernah bersabda:

"Barangsiapa bersedekah senilai satu kurma yang dihasilkan dengan usaha yang baik (halal) dan Allah SWT tidak menerima kecuali yang baik, maka sesungguhnya Allah SWT menerimanya dengan tangan kanan-Nya, lalu memeliharanya untuk pelakunya, seperti halnya seseorang di antara kalian memehhara anak kudanya hingga menjadi sebesar bukit." (HR. Al-Bukhari).

Dan hal yang sama juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam at-Tirmidzi dan an-Nasa-i.