} menurut adh-Dhahhak, dari Ibnu ‘Abbas ra, ia menuturkan: "Artinya, keamanan bagi manusia."

} menurut adh-Dhahhak, dari Ibnu ‘Abbas ra, ia menuturkan: "Artinya, keamanan bagi manusia."

Abu Ja'far ar-Razi menceritakan dari Rabi' bin Anas, dari Abul 'Aliyah, mengenai firman-Nya: "Dan ingatlah ketika Kami menjadikan rumab itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan sebagai tempat yang aman," ia mengemukakan: "Yaitu aman dari musuh dan dari membawa senjata di sana. Padahal dahulu, pada zaman JahiHyyah, orang-orang saling merampas di sekitarnya, sedang di Baitullah mereka aman tidak dirampas."

Dan diriwayatkan dari Mujahid, 'Atha', as-Suddi, Qatadah, dan Rabi' bin Anas, mereka mengatakan: "Barangsiapa memasuki Baitullah, maka ia aman."

Makna yang terkandung dari penafsiran para ulama di atas adalah, bahwa Allah SWT menyebutkan kemuliaan Baitullah dan beberapa hal yang Dia sifatkan padanya, baik secara syar'i (syari'at) maupun qadari (sunatullah), yakni kedudukannya sebagai tempat berkumpulnya manusia. Atau dengan kata lain, menjadi tempat yang dirindukan oleh jiwa-jiwa manusia, dan bukan sekedar untuk memenuhi hajat (keperluan) terhadap Baitullah, meskipun setiap tahun mereka datang ke sana dalam rangka memenuhi panggilan Allah Ta’ala, semua itu tidak lain adalah berkat do'a khalil (kekasih)-Nya, Ibrahim AS dalam firman-Nya:

"Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati Ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sbalat, maka jadikanlah had sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buab-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Segala puji bagi Allah yang telah meng-anugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Isma’il dan Ishaq. Sesungguhnya Rabbku, benar-benar Mahamendengar(memperkenankan) do'a. Ya Rabb-ku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Rabb kami, perkenankan do'aku."(QS. Ibrahim: 37-40 ).

Allah Ta’ala menyifati Baitullah sebagai tempat yang aman. Barangsiapa memasukinya, ia akan aman. Meskipun ia telah berbuat apa pun dan kemudian masuk ke sana, maka ia akan aman. 'Abdurrahman bin Zaid bin Aslam pernah menceritakan: "Ada seseorang bertemu dengan pembunuh ayah dan saudaranya di Baitullah, maka orang itu tidak menghadangnya, sebagaimana yang dikisah-kan dalam surat al-Maa- idah dalam firman-Nya: {

} "Allah telah menjadikan Ka'bah, rumah su'ci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia." (QS. Al-Maa-idah: 97). Artinya, Allah SWT melindungi mereka disebabkan pengagungan-nya dari melakukan perbuatan jahat.

Melalui ayat ini juga Allah SWT mengingatkan tentang maqam Ibrahim AS yang diikuti dengan perintah untuk mengerjakan shalat di sana. Dalam hal itu Dia berfirman: {

} "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim AS tempat shalat. " Para'ahli tafsir berbeda pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan 'maqam' itu. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas ra, mengenai firman-Nya: "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim AS tempat shalat," Ia mengatakan: "Yang dimaksud dengan maqam Ibrahim AS adalah tanah suci secara keseluruhan."

Imam al-Bukhari mengatakan: (Dalam kitab shahihnya yaitu) bab firman Allah SWT, "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim AS tempat shalat," Artinya tempat berkumpul dan kembali.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, 'Umar bin al-Khaththab RA pernah berkata: "Aku mendapat persetujuan dari Rabb-ku dalam tiga perkara, atau Rabb-ku menyetujuiku dalam tiga haL (Yaitu ketika) aku berkata: "Ya Rasulullah SAW, seandainya engkau jadikan sebagian maqam Ibrahim AS sebagai tempat shalat, maka turunlah ayat: {

} Lalu aku berkata: 'Ya Rasulullah SAW, banyak orang yang masuk menemuimu, ada yang baik dan ada pula yang jahat. Seandainya engkau menyuruh Ummahatul Mukminin untuk berhijab. Maka Allah SWT pun menurunkan ayat hijab." Lebih lanjut 'Umar bin al-Khaththab RA mengatakan: "Dan aku pernah mendengar mengenai teguran yang diberikan Nabi kepada sebagian isterinya. Lalu aku masuk menemui mereka dan kukatakan: 'Kalian berhenti, atau Allah SWT akan memberikan ganti kepada Rasul-Nya wanita-wanita yang lebih baik daripada kalian.' Hingga akhirnya aku mendatangi salah satu isterinya, maka iapun berkata: "Ya 'Umar, Rasulullah SAW tidak menegur isteri-

isterinya hingga engkau menegur mereka." Maka Allah SWT pun menurunkan ayat: {

} "Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi Rabb-nya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri-isteri yang baik dari kalian, yang patuh." (QS. At-Tahriim: 5).

Dan diriwayatkan dalam kitab Shahih Muslim dari Ibnu ‘Umar ra, dari 'Umar bin al-Khaththab RA, ia mengatakan: "Aku telah disetujui oleh Rabb-ku dalam tiga hal, yaitu: mengenai hijab, tawanan perang Badar, dan maqam Ibrahim AS." (HR. Muslim).

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Jabir , ia menceritakan, Rasulullah SAW, mengusap ar-rukn (Hajar Aswad) dengan tangannya, lalu beliau berlari kecil (ketika thawaf) tiga putaran dan berjalan kaki empat putaran. Kemudian beliau menuju ke maqam Ibrahim AS seraya membaca: {

} "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim AS tempat shalat" Setelah 'itu beliau memposisi- kan maqam Ibrahim AS di antara dirinya dengan Baitullah, lalu beliau mengerjakan shalat dua rakaat. Hadits ini adalah penggalan dari hadits panjang yang diriwayatkan Muslim, dalam kitab Shahihnya.

Dan al-Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari' Amru bin Dinar, ia mengatakan: "Aku pernah mendengar Ibnu ‘Umar ra bercerita: 'Rasulullah SAW ketika tiba, beliau mengerjakan thawaf di Ka'bah sebanyak tujuh kali dan mengerjakan shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim AS.'"

Hadits-hadits di atas itu semuanya menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan maqam di sini adalah batu yang dahulu dijadikan Ibrahim AS sebagai pijakan untuk membangun Ka'bah ketika temboknya sudah meninggi. Dan bekas telapak kakinya itu tetap tampak dan dikenal oleh masyarakat Arab pada zaman Jahiliyah. Oleh karena itu, Abu Thalib dalam sya'imya berujar:

Dan bekas pijakan kaki Ibrahim AS di atas batu besar nan keras masih basah. Dengan kedua kakinya yang telanjang tanpa sandal.

Al-Hafizh Abu Bakar Ahmad bin 'Ali bin Husain al-Baihaqi, meriwayatkan dari '‘Aisyah RA: "Bahwa maqam itu pada masa Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA melekat pada Baitullah (Ka'bah), kemudian 'Umar bin al-Khaththab RA memundurkannya. Isnad hadits ini shahih, wallahu a'lam.

Dan telah kami perintahkan kepada Ibrahim AS dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, i'tikaf, ruku', dan yang sujud." (QS. 2:125) Dan (ingatlah), ketika Ibrahim AS berdo'a: "Ya Rabb-ku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah SWT dan hari kemudian." Allah SWT berfirman: "Dan kepada orang kafir pun Aku beri ke-senangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa Neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."(QS. 2:126) Dan (ingatlah), ketika Ibrahim AS meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Isma’il AS (seraya berdo'a): "Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui." (QS. 2:127) Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada-Mu dan (jadikanlah) di antara anak-cucu kami ummat yang tunduk patuh kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat- tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Mabapenerima taubat lagi Mahapenyayang. (QS. 2:128)

Mengenai firman-Nya: { } "Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il," af-Hasan al-Bashri mengatakan: "Allah Ta’ala menyuruh keduanya untuk membersihkan Baitullah dari segala macam kotoran dan najis sehingga tidak ada sedikit pun yang mengenai bagiannya."

Ibnu Juraij pernah bertanya kepada 'Atha': "Apa yang dimaksud dengan dalam ayat tersebut?" 'Atha' menjawab: "Maksudnya adalah perintah-Nya."

Secara lahiriyah, kata ini dijadikan muta'addi (transitif) dengan kata , karena ia bermakna: "Telah Kami kemukakan dan wahyukan."

Dan mengenai firman-Nya: { } "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf dan yang i'tikaf" Sa'id bin Jubair meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, ia mengatakan: "Yaitu dari berhala-berhala."

Masih mengenai firman-Nya tersebut: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang- orang yang thawaf" Mujahid dan Sa’id bin Jubair mengatakan: "Yaitu dibersihkan dari berhala-berhala, ucapan keji, kata dusta, dan kotoran."

Sedangkan firman-Nya: { } "Untuk orang-orang yang mengerjakan thawaf"sudah demikian jelas bahwa thawaf itu dikerjakan di Baitullah.