7.2 Hasil kajian yang aplikatif 7.3 Kualitas dan kuantitias hasil peternakan terjamin
8 Masyarakat
8.1 Penyediaan lapangan kerja 8.2 Tersedianya industri pengolahan hasil ternak
8.3 Lingkungan yang bersih dan indah
c.2. Formulasi Permasalahan
Formulasi masalah dibuat karena adanya konflik kepentingan conflict of interest di antara para stakeholder terhadap ketersediaan suatu sumberdaya dalam
mencapai tujuan sistem Eriyatno 2003. Beberapa masalah yang dapat disusun dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan secara berkelanjutan berbasis
peternakan sapi potong terpadu di Kabupaten Situbondo, yaitu: a Terbatasnya sarana dan prasarana, modal, dan sumberdaya manusia dalam
pengembangan kawasan agropolitan berbasis peternakan sapi potong terpadu di Kabupaten Situbondo.
b Keterbatasan kemampuan peternak dalam manajemen pemeliharaan, sehingga angka sakit dan kematian ternak cukup tinggi, belum menerapkan
teknologi inseminasi buatan IB secara optimal, sistem pemeliharaan yang kurang baik, dan lain-lain.
c Rendahnya produktivitas peternakan dan pertanian di Kabupaten Situbondo untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan kebutuhan industri pengolahan
yang ada. d Terbatasnya infrastruktur untuk mendukung pemasaran hasil peternakan dan
pertanian ke daerah sekitarnya. e Lemahnya tanggung jawab pemerintah di Kabupaten Situbondo terhadap
pengembangan kawasan agropolitan berkelanjutan berbasis peternakan sapi potong terpadu.
f Lemahnya kerjasama masyarakat di Kabupaten Situbondo dalam memasarkan produksi peternakan dan pertanian untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan bahan baku industri pengolahan. g Hukum dan kelembagaan yang kurang operasional dan kurang konsisten
dalam pelaksanaan.
c.3. Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus dipecahkan dalam
rangka memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan identifikasi sistem adalah untuk memberikan gambaran tentang hubungan antara faktor-faktor yang saling
mempengaruhi dalam kaitannya dengan pembentukan suatu sistem. Hubungan antar faktor digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat
causal lop, kemudian dilanjutkan dengan interpretasi diagram lingkar ke dalam konsep kotak gelap black box. Dalam menyusun kotak gelap, jenis informasi
dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu: peubah input, peubah output, dan parameter-parameter yang membatasi struktur sistem. Diagram black box dan
diagram lingkar sebab-akibat causal loop dapat dilihat pada Gambar 29 dan 30.
Gambar 29 Diagram input-output black box pengembangan kawasan agropolitan berkelanjutan berbasis peternakan sapi potong terpadu
Diagram Input-Output Black Box
Input Terkontrol
Manajemen pemeliharaan ternak dan tanaman.
Pelayanan Keswan dan IB. Kerjasama lintas sektor
Keterampilan peternak. Lokasi peternakan.
Kualitas dan kuantitas. Sarana dan prasarana.
Kelembagaan.
Output Tidak Diinginkan
Pencemaran lingkungan. Agroindustri pengolahan
peternakan tidak berjalan. Gangguan kesehatan dan bau.
Konflik antara masyarakat. Kerusakan lingkungan.
Masyarakat menjadi miskin. Ketimpangan pendapatan.
Kelembagaan tidak berfungsi
Output yang Dikehendaki:
Pengelolaan agropolitan berbasis peternakan sapi
potong terpadu berkelanjutan. Masyarakat sejahtera.
Peningkatan lapangan kerja. Peningkatan PAD.
Kontuinitas produksi. Agroindustri pengolahan hasil
ternak meningkat. Produktivitasnilai tambah.
Kualitas hasil terjamin. Peningkatan produksi pupuk
organik dan pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan
Pematuhan hukum dan berfungsinya kelembagaan
Input Lingkungan :
UU No. 262007. UU Peternakan.
Perda Peternakan. Kebijakan Pemerintah
dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan.
Input Tak Terkontrol:
Harga bibit dan obat ternak tanaman panganperkebunan
Penyakit ternaktanaman. Tingkat suku bunga
perbankan. Kondisi iklim dan cuaca.
Kondisi lahan pertanian. Harga produk peternakan
pertanian.
Model Pengembangan Kawasan Agropolitan Berkelanjutan
Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu
Manajemen Pengendalian dan
Pengembangan Agropolitan
+ +
+
+ +
+ +
+ +
Produk Ternak Sapi
Agropolitan Agroindustri
Peternak an Perm intaan
Pangan Penduduk
Tenaga Kerja Lahan
Pem uk im an
Lahan Pengem bangan
Produk si I ndustri Pak an
Gambar 30 Diagram lingkar sebab akibat causal loop pengembangan kawasan agropolitan berkelanjutan berbasis peternakan sapi potong terpadu
Berdasarkan Gambar 30, dapat dilihat hubungan antar faktor yang saling berinteraksi dalam sistem agropolitan berkelanjutan berbasis peternakan di
Kabupaten Situbondo. Sistem tersebut dibentuk oleh beberapa dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, hukum, dan kelembagaan serta masing-masing
dimensi tersebut diwakili oleh beberapa faktor. Hubungan agropolitan berbasis peternakan dari dimensi ekologi dan faktor populasi penduduk dari dimensi sosial
budaya adalah dengan bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah permintaan terhadap ternak yang berakibat terjadi penurunan jumlah populasi ternak
dan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang tersedia dimensi sosial budaya.
Hubungan antar faktor agropolitan berbasis peternakan dengan tenaga kerja adalah jika jumlah populasi ternak di daerah agropolitan meningkat maka akan
membutuhkan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak lagi sehingga jumlah
pengangguran menjadi berkurang dimensi sosial budaya. Demikian juga
hubungan agropolitan berbasis peternakan dengan limbah peternakan, meningkatnya populasi ternak akan menyebabkan jumlah limbah peternakan semakin meningkat
sehingga terjadi peningkatan jumlah produksi pupuk organik dan penurunan kualitas
lingkungan dimensi ekologi. Meningkatnya jumlah populasi peternakan di
kawasan Agropolitan berbasis peternakan akan memerlukan peningkatan kebutuhan
pelayanan kesehatan hewan dan inseminasi buatan dimensi teknologi, sehingga
diperlukan peran kelembagaan pemerintah daerah. Peningkatan populasi ternak juga mengakibatkan peningkatan kebutuhan pakan ternak, baik rumput alam, rumput
unggul maupun sumber pakan alternatif dimensi ekologi. Hubungan antara agropolitan berbasis peternakan dengan pendapatan asli daerah dimensi ekonomi
adalah dengan meningkatnya jumlah populasi ternak akan meningkatkan pemasaran ternak yang dikirim ke luar daerah, ditambah dengan peningkatan jumlah
pemotongan ternak karena bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan pendapatan asli daerah PAD dalam bentuk retribusi pemerikasaan ternak sebelum
dipotong dan sebelum dikirim ke luar daerah.
c.4. Simulasi Model