6.1. Pendahuluan
Keberpihakan pemerintah terhadap pembangunan perdesaan, ternyata tidak mudah dijalankan. Kesulitan ini bermula dari asumsi dasar bekerjanya kebijakan
ekonomi, sosial, dan politik bahwa aktifitas tersebut sebagian besar berada di perkotaan dengan cara kerja formal, terencana, terregulasi, mengakibatkan kebijakan
nasional mengenai pembangunan perdesaan tidak dapat langsung diterapkan. Dalam rangka penanganan pembangunan di wilayah perdesaan, paradigma
pembangunan yang orientasinya lebih dominan ke wilayah perkotaan perlu dirubah dengan cara menyeimbangkan pembangunan wilayah perdesaan dengan wlayah
perkotaan. Salah satu konsep pembangunan desa-kota berimbang yang diharapkan dapat mengangkat kualitas kesejahteraan masyarakat dan kemajuan wilayah
perdesaan yang didasarkan pada potensi lokal wilayah dengan memberdayakan masyarakat setempat dan tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan adalah
pengembangan kawasan agropolitan sebagaimana dicanangkan pemerintah pada tahun 2002. Dalam rangka penetapan suatu wilayah untuk pengembangan kawasan
agropolitan, sebaiknya terlebih dahulu dikaji sejauh mana tingkat perkembangan wilayah tersebut sehingga dapat diketahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapai
serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah yang terdapat di lima kecamatan di
Kabupaten Situbondo untuk pengembangan kawasan agropolitan berbasis peternakan.
6.2. Metode Analisis Kajian Tingkat Perkembangan Wilayah Kabupaten Situbondo
a. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diperlukan yang berkaitan dengan perkembangan wilayah kawasan agropolitan berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh dari
responden dan pakar yang terpilih, berbagai instansi yang terkait dengan topik penelitian dan hasil studi kepustakaan. Data primer terdiri dari persepsi masyarakat
dan pendapat para pakar serta stakeholder yang berperan dalam menyusun strategi pengembangan agropolitan berkelanjutan berbasis peternakan sapi potong.
Data sekunder yang diperlukan berupa data: jumlah penduduk dan sosial ekonomi, jumlah kepala keluarga KK atau proporsi terhadap jumlah pendudukluas
wilayah, jumlah keluarga pra sejahtera, banyak desa yang terpencil, jarak desa ke kecamatan dan kabupaten, sarana dan prasarana umum, pola penggunaan lahan,
sarana dan prasarana peternakan, sarana dan prasarana pertanian, populasi ternak, luas tanam dan panen, komoditas unggulan, produksi pertanian dan peternakan,
tingkat pendidikan, keberadaan kelembagaan pertanian dan peternakan, serta kebijakan atau peraturan-peraturan yang ada.
b. Metode Pengumpulan Data