IX. PEMBAHASAN UMUM
Kabupaten Situbondo merupakan daerah agraris. Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah ini dimanfaatkan untuk pertanian. Potensi sektor pertanian di
Kabupaten Situbondo yang memberikan kontribusi terbesar di antaranya adalah: produksi pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan laut, tambak,
dan kehutanan. Sektor pertanian beberapa tahun terakhir ini tidak lagi sangat dominan dalam menyumbang besarnya produk domestik regional bruto PDRB Kabupaten
Situbondo, karena tahun 2007 sektor pertanian hanya dapat menyumbang PDRB sebesar 31.77 urutan kedua, sedangkan urutan pertama sektor perdagangan dapat
memberikan sumbangan sebanyak 33.54. Dominasi sektor perdagangan, hotel, dan restoran didukung oleh meningkatnya pendapatan di sektor perdagangan karena
bertambahnya jumlah pelaku perdagangan dan harga barang yang semakin tinggi serta pengelolaan hotel dan restoran yang semakin baik.
Menurunnya kontribusi sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh kontribusi tanaman pangan dan perkebunan yang beberapa tahun terakhir ini mengalami
penurunan. Salah satu penyebabnya adalah ketersediaan air irigasi yang bersumber dari Sungai Sampeyan tidak lagi mencukupi untuk mengairi sawah petani sepanjang
tahun. Kondisi ini mengakibatkan banyak petani selain membudidayakan tanaman pangan juga memelihara ternak ruminansia, yaitu sapi potong, domba, kambing
dalam rangka menambah dan meningkatkan pendapatannya. Prospek peternakan ruminansia, khususnya sapi potong cukup baik, apalagi dengan diperkenalkannya
bibit sapi potong unggul melalui inseminasi buatan, seperti: Simental, Brahman, Brangus, Limousin, dan Hereford, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama
Kabupaten Situbondo sudah dikenal sebagai kantong ternak sapi potong di Jawa Timur.
Sebagian besar masyarakat Kabupaten Situbondo adalah Suku Madura dan Jawa yang banyak bekerja di bidang pertanian tanaman pangan, perkebunan,
peternakan, dan perikanan karena daerah ini dikenal daerah agraris. Kondisi ini sangat mendukung perkembangan usaha peternakan, karena masyarakat sudah tidak
asing lagi dengan dunia peternakan, terutama peternakan sapi potong, domba, serta
kambing. Faktor berikutnya adalah, dukungan pemerintah daerah terhadap sektor
peternakan cukup baik. Hal ini ditandai dengan disediakannya fasilitas-fasilitas peternakan, seperti: rumah potong hewan RPH, pasar hewan, Pos Keswan dan
inseminasi buatan IB, penyediaan bibit rumput unggul, dan lain sebagainya. Selain itu, pasar produk peternakan memberikan peluang pasar yang sangat baik dewasa ini.
Produk peternakan selain untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Kabupaten Situbondo, juga untuk melayani permintaan dari kota-kota lain seperti Surabaya,
Malang, dan Jakarta. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya ternak sapi potong dan unggas yang dipotong serta ternak yang keluar setiap tahunnya. Kontribusi sektor
peternakan dan hasil-hasilnya pada tahun 2007 dapat menyumbangkan produk domestik regional bruto PDRB sebanyak 9.87 atau sebesar Rp 146 804 670 000,-
juta Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008. Populasi ternak 5 lima tahun terakhir mulai tahun 2003 sampai dengan tahun
2007 pada umumnya menunjukkan peningkatan, berturut-turut: Sapi Potong: dari 134 799 ekor menjadi 137 394 ekor; Sapi Perah: dari 67 ekor menjadi 75 ekor; Kerbau:
dari 732 ekor menjadi 741 ekor; Kambing: dari 47 465 ekor menjadi 48 601 ekor; Domba: dari 77 292 ekor, menjadi 79 108 ekor; Ayam Buras: dari 564 321 ekor
menjadi 568 222 ekor; Ayam Ras: dari 24 900 ekor menjadi 29 000 ekor; Itik: dari
45 069 ekor menjadi 48 295 ekor Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008. Sub sektor peternakan di Kabupaten Situbondo Jawa Timur mempunyai potensi
yang sangat baik untuk dikembangkan dan telah ditetapkan sebagai komoditas unggulan daerah. Kebijakan pemerintah dareah ini sangat direspon oleh masyarakat,
karena permintaan pasar terhadap komoditas peternakan cukup tinggi, potensi lahan yang tersedia dan ketersediaan sumber pakan sangat mendukung untuk
pengembangan usaha peternakan, sesuai dengan kondisi agroklimat, budaya masyarakat dan tenaga kerja yang terdapat di daerah ini cukup mendukung
pengembangan usaha peternakan, dukungan pemerintah daerah terhadap sektor peternakan cukup baik, dan pasar produk peternakan memberikan peluang pasar yang
sangat baik. Melihat potensi dan permasalahan yang dijumpai di Kabupaten Situbondo, maka perencanaan terpadu dan komprehensif merupakan salah satu
jawaban untuk mempercepat pembangunan di wilayah ini. Langkah awal dan strategis yang perlu dilakukan adalah dengan terlebih dahulu mengetahui karekteristik
wilayah berbasis peternakan secara utuh baik dari potensi yang dimiliki, perkembangan wilayah yang terjadi selama ini, maupun kendala-kendala yang
dihadapi dalam pengembangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo sangat potensial
untuk pengembangan di sektor pertanian. Hal ini dilihat dari kondisi agroklimat yang sangat mendukung untuk pengembangan sektor ini. Selain itu, sekitar 180 798 orang
52,67 penduduk di wilayah ini matapencahariannya di sektor pertanian dan memberikan kontribusi terbesar kedua penyumbang PDRB 31.77 Kabupaten
Situbondo pada tahun 2007, sedangkan urutan pertama ditempati sektor perdagangan yang memberikan sumbangan sebanyak 33.54. Subsektor pertanian yang potensial
dikembangkan antara lain subsektor peternakan dengan komoditas unggulannya adalah sapi potong. Selain basis pengembangan peternakan sapi potong, wilayah
Kabupaten Situbondo juga merupakan basis tanaman pangan dan perkebunan. Tanaman padi dan jagung merupakan komoditas unggulan tanaman pangan,
sedangkan tanaman tebu, tembakau, dan kopi merupakan komoditas unggulan tanaman perkebunan. Hasil analisis usahatani, kegiatan yang dilakukan oleh peternak,
secara ekonomi masih memberikan keuntungan yang layak bagi peternak. Keuntungan terbesar yang dimiliki peternak berturut-turut adalah: usahatani ternak
sapi potong, domba, kambing, ternak itik, dan ayam buras, sedangkan untuk tanaman pangan dan perkebunan berturut-turut adalah: jagung, padi, dan tebu.
Ditinjau dari potensi yang dimiliki wilayah Kabupaten Situbondo khususnya wilayah yang mempunyai basis peternakan, maka kebijakan pembangunan di wilayah
ini diarahkan pada pembangunan di sektor pertanianpeternakan melalui pengembangan agribisnis yang didukung oleh kelengkapan sarana dan prasarana yag
memadai baik sarana dan prasarana umum maupun sarana dan prasana pengembangan agribisnis. Salah satu konsep pengembangan wilayah berimbang
yang dapat dikembangkan di wilayah Kabupaten Situbondo adalah pengembangan kawasan agropolitan atau dikenal agropolitan. Konsep ini sebenarnya telah digagas
oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian bekerjasama dengan Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2002 dalam rangka membangun desa-kota
berimbang melalui pengembangan kota pertanian di perdesaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Situbondo sangat
setuju dan yakin jika wilayah ini dijadikan sebagai wilayah pengembangan kawasan agropolitan akan menciptakan lapangan pekerjaan 97. Namun demikian, kondisi
eksisting kawasan masih berada pada Strata Pra Kawasan Agropolitan II, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan strata kawasan menuju Strata Kawasan
Agropolitan dengan dilengkapi sarana dan prasana yang dibutuhkan. Berdasarkan kelengkapan fasilitas setiap desa di 5 lima kecamatan lokasi studi penelitian basis
peternakan di Kabupaten Situbondo terdapat 4 empat desa yang sudah termasuk dalam kategori desa maju, 17 tujuh belas desa dengan perkembangan sedang, dan
21 dua puluh satu desa dengan tingkat perkembangan lambat atau tertinggal. Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan kawasan agropolitan
berbasis peternakan di Kabupaten Situbondo adalah belum tersedianya agroindustri peternakan, yaitu adanya industri yang dapat mengolah hasil-hasil peternakan, baik
yang berupa daging, kulit, dan limbahnya feses maupun industri pakan. Selain itu terbatasnya infrastruktur dan suprastruktur serta pemasaran menyebabkan wilayah ini
masih tergolong dalam Para Kawasan Agropolitan II. Dalam rangka mengatasi kendala utama tersebut di atas, dibutuhkan pembangunan agroindustri pengolahan
hasil peternakan dan penyediaan infrastruktur yang memadai serta peningkatan
pembinaan suprastruktur yang kuat. Dalam hal ini peran pemerintah sangat penting terutama kebijakan dalam pengembangan kawasan agropolitan, baik Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, maupun Pemerintah Kabupaten Situbondo. Pemerintah Pusat dan Provinsi berfungsi sebagai fasilitator, motivator, dan
dinamisator dalam pengembangan kawasan, sedangkan pemerintah kabupaten sebagai pelaksana langsung di lapangan.
Peran suprastruktur atau kelembagaan seperti adanya koperasi menjadi sangat penting perannya di kawasan ini. Kehadiran koperasi sangat dibutuhkan untuk
memudahkan masyarakat mencari suntikan danamodal, menampung produk agroindustri peternakan dan memasarkannya, serta lebih mempermudah dalam
pelayanan pembiayaan kegiatan ekonomi mikro masyarakat setempat. Koperasi yang terbentuk sebaiknya merupakan upaya kesadaran dan partisipasi dari masyarakat
dalam menjalankan program pengembangan untuk kepentingannya sendiri. Pada pola ini masyarakatlah yang memiliki inisiatif dan berperan penuh pada kegiatan-
kegiatan mereka, sehingga keberhasilannya sangat ditentukan dari rasa tanggung- jawab dari masyarakat itu sendiri. Langkah awal dari pembentukan koperasi ini harus
ada pendampingan, pengorganisasian, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan populasi ternak untuk mendukung ketersediaan bahan baku industri
pengolahan hasil ternak serta meningkatkan pendapatan masyarakat, pembentukan koperasi ternak sapi potong sangat penting dan diperlukan untuk membantu peternak
dalam memberikan pinjaman modal usahataninya. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemeliharaan sapi potong
selama ini dilakukan secara semi intensif, yaitu ternak dikandangkan dan kadang- kadang ternak dikeluarkan beberapa jam pada siang hari untuk exercise sedangkan
pakan yang diberikan pada umumnya rumput alam dan limbah pertanian jerami padi. Pemberian pakan tambahan konsentrat hanya dilakukan pada penggemukan
sapi potong, sedangkan untuk pembibitan sapi potong jarang diberikan pakan konsentrat. Model pengembangan ternak sapi yang selama ini telah dilakukan dan
berkembang secara turun temurun di Kabupaten Situbondo adalah sistem gaduhan
atau bagi hasil bahasa setempat “epaoan”. Epaoan adalah suatu istilah di
Kabupaten Situbondo yang digunakan berkenaan dengan pemeliharaan ternak termasuk sapi potong. Dalam hal ini pemilik modal masyarakat yang punya
kemampuan ekonomi membelikan ternak sapi untuk dipelihara peternak dalam
bahasa setempat “tokang oan”. Anak sapi yang dihasilkan dibagi secara bergiliran
antara peternak dengan pemilik atau kalau dijual dibagi dua hasilnya, sedangkan kalau induknya dijual, maka nilai tambah dari induk ini juga dibagi sesuai dengan
kesepakatan. Kegiatan ini murni hubungan antar masyarakat perdesaan tanpa adanya campur tangan pemerintah atau pihak lain dan merupakan perwujudan rasa
kepedulian masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi terhadap masyarakat ekonomi lemah. Model pengembangan ternak sistem gaduhbagi hasil agak
merugikan peternak yang memelihara tokang oan, karena setiap hari peternak harus menyediakan pakan, merawat, dan membersihkan kandang. Jika peternak tidak tekun
dalam merawat ternaknya, banyak peternak yang merugi dan keuntungan banyak dinikmati oleh pemilik modal.
Berkenaan dengan pemberdayaan masyarakat di kawasan agropolitan Kabupaten Situbondo, maka model yang paling sesuai untuk dikembangkan dalam
pemberdayaan masyarakat di kawasan agropolitan Kabupaten Situbondo adalah
“SISTEM PENGGADUHAN SAPI POTONG SITUBONDO SIDU SAPOSIT”
dengan ketentuan sebagai berikut: 1 Setiap masyarakatpeternak sasaran harus tergabung dalam koperasi ternak
sapi potong. 2 Setiap masyarakatpeternak sasaran mendapatkan bantuan berupa 2 dua ekor
sapi, satu ekor sapi bibit betina dan satu ekor sapi pejantan. Sapi bibit betina
dikelola dengan pola 1-2-5. Artinya, peternak diberikan bantuan 1 satu
ekor sapi bibit betina dan mengembalikan 2 dua ekor betina ukuran yang sama seperti bantuan yang diberikan dengan masa pelihara 5 lima tahun,
sedangkan induk dan anaknya dimiliki oleh peternak. Sapi pejantan disamping
sebagai pejantanpemacek juga dikelola sebagai pola bagi hasil bantuan
penggemukan sapi dengan pembagian keuntungan 60 peternak dan 40 koperasi.
Pola ini lebih menguntungkan dari pola bagi hasilsistem gaduhan. Pola 1-2-5 dapat dijadikan tabungan oleh peternak, sedangkan pola
penggemukan sapi potong diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan keuangan jangka pendek atau kebutuhan sehari-hari peternak dan
keluarganya. Keuntungan bagi hasil 40 untuk koperasi sangat berguna untuk penguatan modal koperasi dan insentif buat pengurus koperasi. Dalam
pola 1-2-5 , jika peternak secara intensif megelola ternak sapi potong selama 5
lima tahun, maka bisa menghasilkan 9 ekor sapi potong. Dikembalikan ke koperasi 2 ekor, yaitu: 1 ekor umur 2 tahun dan 1 ekor umur 18 bulan dan
selanjutnya ternak ini dapat digulirkan kepada peternak yang lainnya, sedangkan peternak mendapatkan 7 ekor sapi, yaitu: 1 ekor induk umur 7
tahun, 1 ekor induk umur 4 tahun, 1 ekor induk umur 3 tahun, 1 ekor dara umur 12 bulan, 2 ekor pedet umur 6 bulan dan 1 ekor pedet umur 1 bulan.
Penggemukan sapi potong jika dipelihara secara intensif bisa menghasilkan
pendapatan kotor Rp 3 500 000,-ekor4 bulan. Selama 4 bulan peternak mendapatkan keuntungan kotor 60, yaitu sekitar Rp 2 100 000,-, sedangkan
koperasi sapi potong mendapat keuntungan bersih 40, yaitu Rp 1 400 000,-. Konsep pengembangan agribisnis peternakan sapi potong yang diharapkan di
Kabupaten Situbondo adalah konsep peternakan sapi potong terpadu, yang melibatkan ternak dengan tanaman tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Di
lokasi penelitian integrasi antara ternak dengan tanaman sudah diterapkan oleh petani di perdesaan, namun sistem pengelolaannya masih bersifat tradisional tanpa
memperhitungkan nilai ekonomi. Pola ternak dengan tanaman merupakan salah satu kegiatan pertanian organik organic farming berbasis teknologi, dengan
memanfaatkan sumberdaya lokal yang didaur ulang secara efektif. Upaya peningkatan produktivitas lahan dan efisiensi usahatani dilakukan melalui penerapan
teknologi inovatif, optimalisasi sumberdaya lahan dan tenaga kerja, serta membangun
kelembagaan usaha bersama. Ruang lingkup budidaya ternak mencakup pengandangan ternak, sistem pemberian pakan, pengolahan hasil ternak dan limbah,
serta pemanfaatan kompos untuk tanaman pertanian. Budidaya tanaman merupakan teknologi pengolahan produk, penyimpanan dan peningkatan kualitas limbah
tanaman sebagai pakan ternak. Pola ini pada umumnya sudah menerapkan
pendekatan low external input sustainable agriculture LEISA.
Pola pemeliharaan ternak sapi potong yang dilakukan secara intensif dan dipadukan dengan tanaman pangan padi dan jagung dan perkebunan tebu, lebih
menguntungkan dibandingkan pola pemeliharaan ternak secara semi intensif. Pada pola ini peternak melakukan penggemukan secara intensif dengan memanfaatkan
konsentrat yang cukup banyak dan lama penggemukan cukup singkat, yaitu selama 3 bulan saja, sehingga dalam 1 tahun peternak dapat menjual ternak sapi potong
sebanyak 4 kali. Pemeliharaan pembibitan sapi potong memanfaatkan teknologi inseminasi buatan IB dengan menggunakan bibit sapi potong unggul, seperti:
Simmental, Limousin, Angus, Hereford, Brahman, Peranakan Onggole. Dalam pola ini, beberapa peternak berkelompok membentuk kelompok tani dan membuat
kandang kelompok atau kandang kolektif yang terletak di suatu areal tertentu yang tidak terlalu jauh dari lokasi perumahan penduduk. Dengan adanya kandang
kelompok memudahkan peternak mengelola limbah peternakan feses dan urin menjadi pupuk kandang kompos. Petani dalam usahataninya juga menyisihkan
sebagian lahan untuk menanam rumput unggul rumput raja yang mempunyai produktivitas dan kandungan gizi tinggi, sehingga ketersediaan pakan tidak hanya
tergantung pada rumput alam dan limbah pertanianperkebunan. Untuk menunjang keberhasilan pola peternakan sapi potong terpadu di Kabupaten Situbondo, beberapa
lembaga penunjang agribisnis, seperti: industri pakan ternak, industri pengolahan hasil ternak, kios sapronak, rumah potong hewan RPH, pasar ternak, lembaga
keuangan mikro, koperasi ternak, Poskeswan, Balai Penyuluhan Pertanian BPP, Balai Penelitian Ternak dan Hijauan Makanan Ternak BPT-HMT sangat diperlukan
keberadaannya dalam mendukung pengembangan agropolitan berbasis peternakan sapi potong terpadu di Kabupaten Situbondo.
Hasil simulasi setiap komponen penyusun sub model menunjukkan kecenderungan membentuk kurva pertumbuhan positif naik mengikuti kurva
eksponensial. Namun pada beberapa komponen sub model seperti pertambahan penduduk dan peningkatan luas lahan pertanian selalu diimbangi oleh laju
pengurangan jumlah penduduk akibat kematian dan migrasi keluar dan laju konversi lahan ke non pertanian sehingga dalam model ini terjadi hubungan timbal balik
positif melalui proses reinforcing dan timbal balik negatif melalui proses balancing. Akibat dari tekanan ini, peningkatan yang terjadi terhadap semua komponen dalam
sistem pada suatu saat akan sampai pada titik keseimbangan tertentu stable equilibrium dan selanjutnya terjadi menurun sebagai akibat tekanan terhadap
sumberdaya yag tersedia penurunan daya dukung lingkungan. Bentuk model yang terjadi mengikut i pola dasar archetype”limit to growth” dalam sistem dinamik.
Untuk meningkatkan perubahan kinerja model maka skenario yang perlu dilakukan adalah skenario optimis dengan melakukan intervensi yang lebih besar satu atau lebih
variabel yang berpengaruh dalam model.
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN