Kesimpulan TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH BERBASIS PETERNAKAN DI KABUPATEN SITUBONDO

Responden yang menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam agropolitan hanya melibatkan masyarakat lokal saja sekitar 16 , masyarakat lokal dan daerah lain sekitar 10 , sedangkan sebagian besar melibatkan masyarakat lokal, daerah lain, dan lintas negara sekitar 74 . Pemberdayaan masyarakat dalam agropolitan dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 Pemberdayaan masyarakat dalam agropolitan

6.4. Kesimpulan

Tingkat perkembangan wilayah Kabupaten Situbondo termasuk dalam strata Pra Kawasan Agropolitan II. Untuk meningkatkan strata kawasan, variabel lain yang perlu diperhatikan adalah jumlah penduduk jiwa, jarak kecamatan ke kabupaten km, jumlah kepala keluarga KK, sarana dan prasarana umum unit, sarana dan prasarana agribisnis unit, jumlah komoditas peternakan jenis, keluarga pemakai PLN, desa terpencilpotensi rendah desa, jumlah keluarga pra sejahtera jiwa, produksi tanaman pangan kw, populasi sapi potong ekor, populasi domba ekor, populasi kambing ekor, populasi ayam buras ekor, populasi itik ekor. Dilihat dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki setiap desa, terdapat 4 empat desa dengan tingkat perkembangan tinggimaju, 17 tujuh belas desa dengan tingkat 97 3 20 40 60 80 100 P er sen tase Sangat Bagus Bagus Sedang Jelek Sangat Jelek Kriteria Kondisi Keamaman Pemberdayaan Masyarakat dalam Agropolitan 16 10 74 Masyarakat Lokal Saja Masyarakat Lokal dan Daerah Lain Masyarakat Lokal, Daerah Lain, dan Lintas Negara perkembangan sedang, 21 dua puluh satu desa dengan tingkat perkembangan rendahrelatif tertinggal. Masyarakat wilayah Kabupaten Situbondo setuju jika daerahnya direncanakan untuk pengembangan kawasan agropolitan. Jenis agropolitan yang dapat dikembangkan adalah agropolitan terpadu antara peternakan sapi potong, tanaman pangan, dan perkebunan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Situbondo Dalam Angka 20062007. Situbondo: Pemerintah Kabupaten Situbondo Kerjasama BPS dan BAPPEKAB Situbondo. [BAPPEKAB] Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten dan [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Profil Kabupaten Situbondo. Situbondo: Pemerintah Kabupaten Situbondo Kerjasama BAPPEKAB dan BPS Situbondo. [Deptan] Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jakarta: Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Departemen Pertanian. [Deptan] Departemen Pertanian. 2004. Penerapan Konsep Kawasan Agropolitan. Jakarta: Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia SDM Pertanian. Dermawan DHA, Yusmichard Y. 1995. Dampak Perkembangan Usaha Industri Peternakan Sapi Potong dalam Perekonomian. Jakarta: APFINDO. [Disnak Situbondo] Dinas Peternakan Situbondo. 2006. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Situbondo. Situbondo: Dinas Peternakan Kabupaten Situbondo. [Dirjen] Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2002. Integrasi Ternak Sapi dengan Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta: Direktorat Pengembangan Peternakan, Departemen Pertanian Republik Indonesia. -----------------------------------------. 2003. Buku Statistik Peternakan Tahun 2002. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia. [Dirjen] Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Buku Statistik Peternakan Tahun 2006. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia. [Dirjen] Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Buku Statistik Peternakan Tahun 2007. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia. Iriawan N, Astuti SP. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta: Penerbit Andi. Soenarno. 2003. Pengembangan kawasan agropolitan dalam rangka pengembangan wilayah. Makalah Seminar Nasional Agroindustri dan Pengembangan Wilayah Februari 2003. Jakarta:Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Suwandi. 2005. Agropolitan Merentas Jalan Meniti Harapan. Jakarta: Duta Karya Swasta.

VII. STATUS KEBERLANJUTAN WILAYAH BERBASIS PETERNAKAN DI KABUPATEN SITUBONDO