Metode Analisis Identifikasi Potensi Wilayah Kabupaten Situbondo a. Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data 1. Analisis Location Quotient LQ

9 rendahnya upaya pemanfaatan limbah pertanian sebagai sumber pakan dan kotoran ternak sebagai pupuk organik secara intensif. Wilayah Kabupaten Situbondo mempunyai potensi sumberdaya yang cukup besar untuk dimanfaatkan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan adalah sektor peternakan disamping potensi sumberdaya lainnya. Dari luas wilayah sebesar 48 236.7 ha lokasi Studi lima kecamatan sektor peternakan sangat potensial untuk dikembangkan. Dalam pengembangan sektor peternakan ini, harus berintegrasi dengan pembangunan wilayah. Salah satu program pembangunan wilayah yang dapat dilakukan dengan mensinergikan potensi yang dimiliki adalah pengembangan kawasan agropolitan. Melalui pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desa-desa hinterland atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor peternakan, tetapi juga pembangunan sektor secara luas seperti usahatani on farm dan off farm, industri kecil, pariwisata, jasa pelayanan, dan pelayanan lainnya. Penelitian yang terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Situbondo masih belum pernah dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mendalam untuk mengetahui potensi yang dimiliki wilayah Kabupaten Situbondo dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi yang dimiliki wilayah Kabupaten Situbondo dalam pengembangannya sebagai kawasan agropolitan berbasis peternakan sapi potong terpadu.

5.2. Metode Analisis Identifikasi Potensi Wilayah Kabupaten Situbondo a. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penetapan kawasan agropolitan berbasis peternakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Adapun data primer yang diambil adalah total biaya dan penerimaan usahatani peternakan. Data sekunder seperti data produksi peternakan dan pertanian, komoditas unggulan, jumlah penduduk, kegiatan utama masyarakat di sektor peternakan dan pertanian, aksesibilitas kawasan ke kawasandaerah lainnya, kedekatan dengan pasar, kelengkapan sarana dan prasarana pendukung, potensi lahan untuk mendukung pengembangan kawasan agropolitan, dan perolehan PDRB, fasilitas pendidikan latihan dan penyuluhan, fasilitas kesehatan hewan dan inseminasi buatan IB, fasilitas ibadah, fasilitas olah raga, fasilitas keamanan, fasilitas ekonomi seperti ketersediaan pasar dan koperasi unit desa KUD.

b. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara, diskusi, pengisian kuesioner, dan pengamatan langsung terhadap kegiatan di lokasi penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Responden di wilayah studi yang terdiri atas berbagai pakar dan stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengembangan kawasan agropolitan berbasis peternakan. Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber, seperti: hasil studi pustaka, hasil penelitian terdahulu, laporan, dan dokumen dari beberapa instansi yang terkait dengan penelitian.

c. Metode Analisis Data

Metode analisis data, dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

c.1. Analisis Location Quotient LQ

Penentuan kecamatan sampel berdasarkan hasil analisis location quotient yaitu untuk menentukan keadaan apakah suatu kecamatan merupakan sektor basis atau non basis dalam hal populasi ternak. Kecamatan yang dijadikan sampel adalah kecamatan yang populasi ternaknya merupakan sektor basis, sedangkan peternak yang dijadikan sampel diambil secara acak. Metode ini dapat juga digunakan terhadap beberapa komoditas penting lainnya. Rumus location quotient LQ adalah sebagai berikut: XijXi. LQij = -------- X.jX. Keterangan: Xij = Produksi sektor tertentu i di kecamatan j. Xi. = Produksi seluruh sektor di kecamatan j. X.j = Produksi total sektor i di kabupaten. X.. = Total produksi seluruh sektor di kabupaten. Jika LQ 1, maka aktivitas yang diamati tersebut adalah aktivitas basis, artinya sektor tersebut menjadi komoditi utama bagi wilayah tersebut. Jika LQ = 1, maka aktivitas yang diamati di wilayah kecamatan adalah aktivitas yang sama dengan produksi keseluruhan. Jika LQ 1, maka aktivitas yang diamati adalah aktivitas non basis, artinya sektor tersebut tidak menjadi kegiatan utama dalam wilayah tersebut. Penilaian terhadap basis atau bukan suatu komoditas didasarkan pada nilai LQ yaitu LQ1, LQ = 1, dan LQ 1. Nilai LQ 1 memberikan pengertian bahwa komoditas tersebut merupakan basis pengembangan di kecamatan tersebut. Sebaliknya jika nilai LQ 1, dapat diartikan bahwa komoditas tersebut merupakan bukan basis pengembangan di kecamatan tersebut. Nilai LQ = 1, dapat diartikan bahwa komoditas mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan di kecamatan tersebut. Dalam penelitian ini, analisis LQ menggunakan data populasi ternak ekor pada tahun 2007. Dalam penghitungan nilai LQ untuk beberapa komoditas ternak digunakan faktor konversi kesetaraan nilai, karena nilai setiap jenis ternak sangat berbeda jauh. Berdasarkan harga beberapa komoditas ternak menurut Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008 adalah sebagai berikut: sapi potong Rp 6 000 000,-ekor, kambing Rp 480 000,-ekor, domba Rp 540 000,-ekor, ayam buras Rp 30 000,-ekor, ayam buras Rp 30 000,-, itik Rp 30 000,-ekor, sapi perah Rp 8 400 000,-ekor, kerbau Rp 6 000,-ekor, dan ayam ras Rp 24 000,-ekor, sehingga untuk sapi potong faktor konversi kesetaraan nilai dikalikan 200, kambing 16, domba 18, ayam buras 1, itik 1, sapi perah 280, kerbau 200, dan ayam ras 0.8.

c.2. Analisis Komoditas Unggulan dan Andalan