Kebijakan Operasional REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN

komoditas pertanian yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat di wilayah ini. Dalam rangka memperkuat posisi tawar masyarakat dan petanipeternak melalui pengembangan agribisnis dan agroindustri untuk pembangunan wilayah, maka salah satu kebijakan pembangunan wilayah yang dapat dilakukan sesuai dengan potensi wilayah yang dimiliki adalah pengembangan kawasan agropolitan berbasis peternakan sapi potong terpadu dengan pertanian. Sub-sektor pertanian yang dapat dipadukan dalam pengembangan kawasan agropolitan berbasis peternakan sapi potong di Kabupaten Situbondo adalah tanaman pangan dan perkebunan.

10.2. Kebijakan Operasional

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, diketahui bahwa alternatif kebijakan dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Situbondo adalah pengembangan kawasan agropolitan berbasis peternakan sapi potong terpadu dengan tanaman pangan dan perkebunan. Namun demikian, dalam konsep keterpaduan pengembangan kawasan ini, tidak saja dilihat dari sisi keterpaduan dari jenis agropolitan yang dapat dikembangkan, tetapi dalam pengembangannya harus didukung oleh keterpaduan lainnya baik dalam hal keterpaduan antar wilayah, keterpaduan antar sektor, keterpaduan antar stakeholder, dan keterpaduan antar disiplin ilmu. Keterpaduan antar wilayah dapat dilihat dari wilayah pengembangan bahwa tidak saja dapat dilaksanakan pada satu wilayah atau kecamatan tetapi dapat dilakukan pada gabungan beberapa kecamatan. Terpadu antar sektor dapat dilihat dari banyaknya sektor yang terkait dan terlibat dalam pengembangan kawasan agropolitan ini dengan mengintegrasikan semua kepentingan sektor-sektor tersebut. Keterpaduan antar stakeholder dapat dilihat dari banyaknya stakeholder yang terlibat dalam pengembangan kawasan agropolitan, baik pemerintah, masyarakat, pihak swasta, LSM, dan perguruan tinggi harus bersatu padu dalam memajukan kawasan. Sementara terpadu antar disiplin ilmu menekankan bahwa untuk memajukan kawasan perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu mengingat wilayah tersebut memiliki karekteristik wilayah dan sosial budaya yang agak beragam. Dalam rangka mendukung keterpaduan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah Kabupaten Situbondo, maka beberapa rumusan arahan kebijakan yang perlu dikembangkan sebagai kebijakan operasional antara lain: 1. Menetapkan Desa Asembagus, Desa Trigonco, Desa Jangkar, dan Desa Mangaran sebagai Desa Pusat Pertumbuhan DPP dan desa-desa lain di sekitarnya sebagai daerah hinterland. Hal ini terkait dengan tingkat perkembangan desa tersebut yang lebih maju dibandingkan dengan desa-desa lainnya. 2. Membangun sarana dan prasarana agribisnis peternakan yang dibutuhkan baik pada daerah DPP maupun pada daerah hinterland yang didukung oleh sarana dan prasarana umum yang memadai terutama sarana dan prasana transportasi di seluruh desa di kawasan agropolitan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas usahatani, memudahkan akses antar wilayah dalam pengadaan sarana produksi peternakan dan pemasaran hasil peternakan. Pembangunan sarana agribisnis peternakan sapi potong yang dibutuhkan, meliputi: subsistem agribisnis hulu industri pakan ternak, kios sapronak, pembangunan kebun hijauan makanan ternak unggul; subsistem agribisnis budidaya peternakan kandang kolektif, Poskeswan, dan komposting; subsistem agribisnis hilir industri pengolahan daging segar, industri pengolahan kulit, industri pengolahan pupuk organik, rumah potong hewan, dan pasar ternak; subsistem jasa penunjang agribisnis kelompok tani, koperasi tani, lembaga keuangan mikro, Balai Penyuluhan Pertanian, serta Balai Penelitian Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. 3. Menggerakkan diversifikasi komoditas unggulan dan industri rumah tangga, yaitu industri pengolahan hasil ternak pengolahan daging, pembuatan dendeng, bakso, penyamakan kulit, dan pembuatan pupuk organik untuk menggerakkan perekonomian masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kontuinitas pasar dan memberikan nilai tambah yang tinggi kepada peternak. Diversifikasi komoditas dapat dilakukan dengan mengintroduksi komoditas unggulan lainnya untuk mendukung komoditas unggulan utama. Semua produk peternakan yang dihasilkan oleh peternak diarahkan sebagai bahan baku industri sehingga memberikan efek multiplier yang tinggi. 4. Meningkatkan produksi peternakan sapi potong di kawasan agropolitan melalui kegiatan ekstensifikasi sampai pada batas maksimal ketersediaan lahan usahatani dengan menghindari sekecil mungkin konversi lahan pertanian untuk tujuan penggunaan lainnya. Selanjutnya meningkatkan kegiatan intensifikasi budidaya perternakan dengan menerapkan teknologi peternakan yang ramah lingkungan dan pendekatan low external input sustainable agriculture LEISA. 5. Menumbuh-kembangkan kelembagaan ekonomi masyarakat tani baik pada on farm maupun off farm-nya yang tumbuh dari, oleh, dan untuk kepentingan masyarakat tani itu sendiri dan bukan kelembagaan yang dibentuk untuk kepentingan instansi pembina, tetapi membutuhkan pembinaan dari instansilembaga yang terkait karena pada umumnya peternak berusaha sendiri-sendiri dengan keterampilan dan modal seadanya. Langkah yang dapat dilakukan adalah memberi dorongan dan bimbingan agar mereka mampu bekerjasama di bidang ekonomi secara berkelompok, selanjutnya membentuk gabungan kelompok atau asosiasi. Apabila asosiasi ini sudah berjalan dengan baik dan lancar, bimbingan selanjutnya diarahkan agar mereka mampu menjadi salah satu lembaga ekonomi formal, misalnya dengan membentuk koperasi ternak sapi potong. 6. Meningkatkan koordinasi dan menjalin kemitraan yang baik pada semua stakeholder yang terkait. Dalam hal ini koordinasi dan kemitraan antara pemerintah, masyarakat peternak dan dunia usaha menjadi sangat penting dalam pengembangan kawasan agropolitan sesuai dengan kewenangan masing-masing. Peran pemerintah diharapkan dalam hal penyediaan sarana da prasarana publik yang strategis dan kegiatan-kegiatan riset peternakan. Peran dunia usaha penting dalam hal penyediaan input peternakan dan dalam hal pengolahan hasil peternakan, sedangkan masyarakat sebagai pelaku utama memberika kontribusi dalam hal pemanfaatan sarana dan prasarana yang telah disiapkan oleh pemerintah dan dunia usaha untuk meningkatkan pendapatannya. 7. Meningkatkan kapasitas peternak dengan memberikan pendidikan baik formal maupun pendidikan non formal, seperti pelatihan-pelatihan, kursus, dan lokakarya. Hal ini penting mengingat peternak sebagai penggerak utama kawasan agropolitan diharapkan mampu berprakarsa secara mandiri dan kreatif untuk mencapai langkah-langkah yang harus dilakukan dalam kegiatan usahataninya termasuk pengolahan hasil peternakan dan pemasarannya. 8. Meningkatkan status keberlanjutan wilayah Kabupaten Situbondo untuk pengembangan kawasan agropolitan ke depan baik untuk jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perbaikan-perbaikan secara menyeluruh dan terpadu terhadap atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap peningkatan status kawasan. Berdasarkan hasil analisis MDS dan prospektif, terdapat 24 atribut yang perlu ditangani dengan baik untuk meningkatkan status keberlanjutan. Namun demikian, agar status keberlanjutan kawasan ke depan dapat lebih meningkat, maka perbaikan terhadap atribut yang tidak sensitif juga perlu dilakukan. 9. Mengembangkan model peternakan sapi potong terpadu dengan tanaman pangan dan perkebunan adalah sebagai berikut: pemeliharaan ternak sapi potong dilakukan secara intensif dengan menerapkan sapta usaha ternak potong, yaitu: perbaikan mutu bibit ternak, pakan, pemeliharaan, reproduksi, penanganan kesehatan hewan, perbaikan pasca panen, dan pemasaran. Penggemukan sapi potong dilakukan selama 3 bulan per periode, sedangkan pembibitan sapi potong dengan memanfaatkan teknologi inseminasi buatan IB diharapkan dalam 1 satu tahun dihasilkan 1 satu ekor pedet. Peternak membentuk kelompok tani dan setiap kelompok tani membuat kandang ternak ternak sapi potong secara kolektif. Feses dan urin yang dihasilkan diproses dan diolah menjadi pupuk kandang atau kompos, sehingga peternak mendapat nilai tambah dari pembuatan pupuk kandang. Pakan ternak yang diberikan selain rumput alam dan limbah pertanian jerami padi dan daun jagung serta perkebunan pucuk tebu, peternak juga mengalokasikan sebagian lahan pertaniannya untuk menanam rumput unggul rumput raja yang mempunyai produktivitas dan kandungan gizi cukup tinggi. 10. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat di kawasan agropolitan, Sistem Penggaduhan Sapi Potong Situbondo SIDU SAPOSIT cukup baik dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a setiap masyarakatpeternak sasaran harus tergabung dalam koperasi ternak sapi potong. b Setiap masyarakatpeternak sasaran mendapatkan bantuan berupa 2 dua ekor sapi, satu ekor sapi bibit betina dan satu ekor sapi pejantan. Sapi bibit betina dikelola dengan pola 1-2-5. Artinya, peternak diberikan bantuan 1 satu ekor sapi bibit betina dan mengembalikan 2 dua ekor sapi betina ukuran yang sama seperti bantuan yang diberikan dengan masa pelihara 5 lima tahun, sedangkan induk dan anaknya dimiliki oleh peternak. Sapi pejantan disamping sebagai pejantanpemacek juga dikelola sebagai pola bagi hasil bantuan penggemukan sapi dengan pembagian keuntungan 60 peternak dan 40 koperasi. 11. Meningkatkan peran aktif dan kegiatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah Daerah Kabupaten, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Pusat dalam mewujudkan kawasan agropolitan berkelanjutan berbasis peternakan sapi potong, seperti ditunjukkan pada Tabel 57. Tabel 57 Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan petani, Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Situbondo, Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Pusat Kegiatan Petani Kabupaten Provinsi Pusat 1. Kios sapronak dan peralatan X - - - 2. Alat pengolah pupuk organik - X X X 3. Kandang kelompok X X - - 4. Poskeswan dan IB - X X - 5. Pembuatan kompos X - - - 6. Optimalisasi RPH X X - 7. Timbangan ternak - X X - 8. Pasar agroindustriproduk olahan X X X - 9. Industri pakan ternak - X X X 10. Home industri peternakan X X X X 11. Teknologi pengolahan - X X X 12. Teknologi pengolahan limbah - X X X 13. Pembangunan infrastrukturjalan - X X X 14. Kelompok tani X - - - 15. Koperasi tani X X - - 16. Lembaga Keuangan MikroLKM - X X X 17. Balai Penyuluhan PertanianBPP - X X - 18. BPT-HMT - X X X

XI. KESIMPULAN DAN SARAN 11.1.