145
F. Kerangka Pikir
Pada prinsipnya menilai karya seni harus menentukan dulu dasar yang digunakan untuk melakukan penilaian. Karya seni dilihat dari produknya
mengandung nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik. Sesungguhnyalah produk seni harus membenarkan keberadaannya, namun analisis histori membuktikan bahwa
seni lazim merupakan alat untuk sesuatu yang lain. Tidak mudah untuk menyerap hal-hal yang tidak memiliki nilai apapun, karena pada umumnya orang memiliki
tujuan ketika melakukan penilaian. Pada karya sendiri terdapat elemen-elemen desain atau prinsip-prinsip seni yang tidak akan berubah. Tetapi penggunaan
elemen-elemen desain atau prinsip-prinsip seni, bahan akan berubah seiring dengan budaya dan filosofis sosial yang diungkapkannya. Nilai intrinsik suatu
karya seni yang sempurna sekalipun tidak akan lepas dari kualitas bahan yang dipakainya. Nilai ekstrinsik satu produk tertentu hanya bisa dievaluasi oleh
keberhasilan empiris. Kriteria tidak mengakhiri suatu proses kreatif karena kriteria bukanlah suatu batasan-batasan. Dengan demikian untuk menilai suatu karya seni
perlu pemahaman apa yang harus dilakukan bukan apa yang tidak bisa dilakukan. Pada anak-anak biasanya lebih bebas dalam berekspresi dalam
mewujudkan suatu karya seni rupa, seni lukis misalnya karena anak relatif belum banyak pengetahuan tentang aturan-aturannorma-norma yang mengikatnya.
Karena ketidaktahuan inilah anak cenderung lebih bebas dan merasa leluasa, tidak takut salah, sehingga hasil karyanya terkesan jujur dan spontan. Karya seni yang
dihasilkan menunjukkan kemurnian pengungkapan perasaan mereka. Garis,
146 warna, dan tekstur bukan lagi sebagai elemen-elemen fisik, tetapi mencerminkan
ekspresi kejiwaan yang kuat. Kegiatan anak-anak melukis adalah suatu cara untuk mengkomunikasikan
perasaan dan gagasannya, dan sesungguhnyalah lukisan anak-anak mempunyai makna yang profan yaitu mengandung makna lebih dalam dari pada
permukaannya. Melukis bagi anak-anak sebentuk permainan, dimana mereka mengembangkan daya ciptanya. Lukisan tersebut dapat ditafsirkan dalam
pengertian perkembangan dan dapat mengungkapkan informasi tentang kepribadian anak. Bahkan hasil karya lukis anak dapat menunjukkan bagaimana
seseorang anak berpikir dan menangani masalah. Secara universal, perkembangan seni lukis anak ada tahapannya, sesuai
dengan bertambahnya usia anak. Mulai masa bayi sampai masa dewasa awal anak melalui beberapa fase dasar perkembangan sebagaimana tercermin dalam seni.
Pengalaman-pengalaman paling awal atas bahan merupakan sebuah karakter sensori-motor; dan melalui manipulasi dan percobaan visual pada periode ini,
sebuah kemampuan untuk memproduksi bentuk pun tercapai. Sementara bentuk- bentuk ini mungkin dengan mudah dapat dikenali dalam artian muncul dari
karakter yang sederhana sampai ke karakter yang kompleks, dalam pengertian gestalt visual-motor, bentuk-bentuk tersebut juga merepresentasikan secara
simbolis tugas-tugas kehidupan anak-anak yang masih kecil. Lingkaran mengindikasikan secara simbolis anak yang sedang mengidentifikasi diri sebagai
suatu entitas fisik yang terpisah dari ibu dan sekaligus terikat dalam ketergantungan personal dengan ibu tersebut. Segi empat menyarankan
147 penutupan-ego anak ketika ia mencoba mengklarifikasi diri dalam konteks
lingkungannya. Pada usia enam tahun anak mulai mapan di dalam dunia nyata dan menjadi
bagian sosial dari interrelationship hubungan di dalam struktur. Sebelumnya ia telah mengumpulkan detil-detil dalam gambranya ketika ia tumbuh, dan detil-detil
tersebut mencerminkan pertumbuhan inteletualnya, tetapi ia sampai pada referensi rasional yang utuh dari bentuk dan ruang skematik pada usia tujuh tahun. Kualitas
estetik yang tinggi dari referensi fisik-emosionalnya pada tahun-tahun awal sekarang disubordinasikan pada pengisahan yang ideologis. Tipe-tipe perseptual
menjadi nyata dalam seni pada anak usia sembilan tahun ketika ia matang secara sosial.
Seorang anak akan menjadi introvert perseptual-sosial dan haptik dan tidak tergantung pada bidang dalam seninya. atau anak akan menjadi ekstrovert
perseptual-sosial dan tergantung pada visual dalam seninya. Kemungkinan akan terjadi anak masuk dalam kedua tipe tersebut, dan pada kadar tertentu, akan
menjadi berorientasi pada kelompok karena adanya kebutuhan untuk mengidentifikasi dengan lebih mendalam peran seksual-diri. Identifikasi semacam
itu membuat kecendrungan anak laki-laki untuk melebih-lebihkan proyeksi diri menjadi berupa citra yang mengerikan, sedangkan anak perempuan akan
cenderung mengidealisasi dirinya sendiri dalam citra wanita yang glamor dan matang.
Demikianlah perkembangan kepekaan artistik anak-anak yang terlihat dalam goresan-goresan karyanya pada usia 2 sampai dengan 6 tahun. Namun
148 kepekaan artistik ini akhirnya akan lenyap disadari atau tidak disadari, baik karena
perkembangan anak sendiri, maupun proses pendidikan, dan juga lingkungan. Kepekaan artistik anak akhirnya terdesak oleh kemampuan logika yang melihat
seluruh isi alam tidak lagi dari penghayatan seni dan imajinasi anak. Berdasarkan hal tersebut di atas, penentuan kriteria pengukuran hasil karya
lukis anak pada anak kelas 1 sampai dengan kelas 3 sekolah dasar sesuai yang tercantum dalam KTSP yaitu pada usia tujuh sampai dengan sembilan tahun
kiranya harus melihat perkembangan usia dan tahapan perkembangan seni anak Dalam hal ini performance assessment yang digunakan untuk menilai kaya lukis
anak, meliputi penilaian proses dan produk. Penilaian proses meliputi student self evaluation yang menghasilkan data pengukuran diri sendiri, the group critique
untuk mengembangkan sikap oto kritis peserta didik dan mengetahui perkembangan peserta didik yang lain, mengetahui masalah-masalah, kegagalan-
kegagalan, dan keberhasilannya. Pendidikpun dapat menggunakan komentar peserta didik untuk masukkan diagnostik dan remedial. Selanjutnya pada waktu
proses pembuatan karya lukis, pendidik dapat menilai tingkah laku peserta didik, bagaimana sikap, pemanfaatan waktu, kelancaran dalam menggunakan media, dan
kepuasan anak. Untuk penilaian produk karya seni lukis peserta didik diperlukan kriteria.
Mengingat seni sendiri sifatnya subjektif sehingga perlu suatu kesepakatan objektif dalam prosedur-prosedur yang diperlukan, demikian juga untuk penilai
penafsir dari karya lukis tersebut berdasar kriteria yang ada. Karena di lapangan masih banyak kendala khususnya pendidik yang tidak memiliki pengalaman dan
149 pendidikan khusus dalam bidang seni lukis, maka perlu ada tindakan untuk
melatih pendidik menafsirkan karya lukis peserta didik dengan menggunakan kriteria yang sudah disepakati dan diujicoba.
Penentuan kriteria instrumen seni lukis peserta didik yang dikembangkan tentunya harus memenuhi persayaratan instrumen yang baik yaitu persyaratan
validitas dan reliabilitas. Validitas isi dan validitas konstruk yang digunakan untuk menguji kriteria instrumen ini. Untuk mencapai validitas isi, disusun kisi-
kisi berdasar teori-teori yang melandasinya kemudian dibahas dalam suatu focus group discussion oleh para ahli di bidang seni rupa expert judgment khususnya
seni rupa anak. Sedangkan untuk mengistimasi reliabilitas instrumen menggunakan intereter dengan membandingkan antar penilai.
Kriteria instrumen untuk menilai karya seni lukis peserta didik tentunya harus memenuhi komponen rasio dan emosi. Karena untuk menelaah suatu karya
seni cenderung penjelasan secara rasio, sedangkan karya seni dominan dengan emosi yang pengungkapannya memerlukan kepekaan intuitif. Dengan demikian
diperlukan kepekaan intuitif untuk menjelaskan secara rasional. Pendidik sebagai orang yang melakukan penilaian mestinya dituntut dengan kepekaan intuitif
tersebut, sehingga subjektivitas dalam penilaian dapat diminalisir. Kriteria instrumen digunakan untuk mengembangkan instrumen karya
lukis anak yang mencakup proses dan hasilnya. Instrumen karya lukis anak yang dikembangkan harus diketahui karakteristiknya. Karakteristik instrumen penilaian
meliputi kesahihan validity, keandalan reliability, dan rubrik, yaitu cara
150 pemberian skor. Selain itu hal yang penting adalah keterpakaian instrumen ini
oleh guru di sekolah dasar.
G. Pertanyaan Penelitian