100 Gambar 39. Langkah-langkah Pembelajaran Seni Lukis
4. Seni Lukis sebagai indikator gambar ekspresi dalam KTSP
Dalam kurikulum KTSP, mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan adalah nama dari kelompok mata pelajaran estetika yang dilaksanakan pada
tingkat sekolah dasar. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Peraturan Pemerintah, 2005 disebutkan tujuan mata pelajaran Seni Budaya dan
Ketrampilan adalah untuk meningkatkan sensitifitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Dalam
mata pelajaran tersebut, dua kegiatan yang saling terkait satu sama lain yaitu apresiasi dan kreasi, termasuk di dalamnya yang bersifat rekreatif performance.
Kegiatan apresiasi, dimaksudkan melatih perkembangan kepekaan rasa estetik peserta didik. Peserta didik berperan sebagai pengamat yang menghayati
gejala keindahan yang ada dalam karya seni kemudian menanggapinya. Dalam hal ini tentunya keterlibatan intelektual dan pengalaman estetik peserta didik sangat
berperan. Kegiatan kreasi mempunyai makna menciptakan karya seni yang baru,
sedangkan rekreasi menampilkanmenggelar karya seni. Pada kegiatan ini peserta
Motivasi Peragaan yaitu mengamati
dan menghayati objek disertai dengan pengenalan
bahan, alat, dan penjelasan teknik secukupnya, disertai
dengan tanya jawab. Pelatihan yaitu kebebasan
berekspresi dengan media yang ada
Pemantauan dan pembimbingan
Pemaparan karya, evaluasi dan
pemberian pujian bagi hasil karya yang baik
101 didik secara aktif menghasilkan suatu karya seni lukisan, ilustrasi, relief, dan
sebagainya BSNP, 2006: 4. Dalam hal ini keterlibatan intelektual peserta didik sangat dominan. Misalnya dalam
pembuatan karya seni lukis dikenal adanya aspek bentuk yang diubah menjadi struktur. Hal ini memerlukan kerja intelektual.
Jacques Maritain dalam Sumardjo 2000: 51 menyebutkan adanya ekspresi intelektual yang diperlukan untuk mengubah bentuk menjadi struktur.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Seni Budaya dan Kerajinan Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
2006 yang meliputi kegiatan apresiasi dan kreasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 270. Secara rinci khusus pelaksanaan seni lukis di
sekolah dasar ada dalam penjabaran kompetensi Kreasi Seni Budaya dan Keterampilan dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 275.
Pada kompetensi dasar di atas, disebutkan bahwa mengekspresikan diri melalui karya gambar ekspresif dan mengekspresikan diri melalui gambar
imajinatif, dilaksanakan pada kelas satu semester dua, kelas dua semester satu dan semester dua, juga kelas tiga semester dua.
Merupakan titik tolak dari menggambar ekspresi adalah kondisi kejiwaan anak. Dengan sifat anak-anak yang subjektif, menjadikan semua tanggapan yang
diterima oleh anak akan menimbulkan reaksi pada diri anak. Reaksi yang bersifat subjektif dapat dilihat dari perbuatan anak yang serba spontan, terlihat dalam kata-
kata yang diucapkan dan ungkapan jiwa melalui gambar. Menggambar ekspresi menurut tujuannya, Kamaril 2005: 7 mengungkapkan bahwa menggambar
ekspresi adalah: usaha mengungkapkan dan mengkomunikasikan pikiran, ide
102 gagasan, gejolak perasaanemosi serta imajinasi dalam wujud dwimatra yang
bernilai artistik dengan menggunakan garis dan warna. Dengan demikian gambarlukisan yang dihasilkan peserta didik bersifat sangat pribadi. Dalam hal
ini guru seyogyanya tidak ikut campur dalam menentukan apa yang harus diungkapkan oleh peserta didik. Salam 2001: 50 mengatakan bahwa kegiatan
menggambarmelukis ekspresi di sekolah dipengaruhi oleh paham ekspresionisme yakni suatu paham yang meyakini bahwa dalam menggambarmelukis seseorang
seyogyanya menggores secara berani dan spontan agar perasaannya dapat tersalur secara apa adanya tanpa dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Selanjutnya
sesuai dengan tujuan dan kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum, produk dari menggambar ekspresi disebut dengan karya seni lukis.
Menggambar imajinatif adalah salah satu kegiatan menggambarmelukis yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menyatakan daya
khayalnya. Hal-hal yang tidak ditemukan secara nyata di dunia ini ditampilkan oleh peserta didik melalui gambar imajinasi. Sebagai contoh, peserta didik
menggambar laba-laba raksasa yang besarnya melebihi ukuran pesawat terbang, piring yang bisa terbang, manusia berkepala kuda , dan sebagainya.
Merupakan hal yang terpenting dalam melukis untuk anak sekolah dasar adalah keberanian, kemauan, dan ketrampilan peserta didik dalam menggunakan
bahan dan alat. Bahan dan alat yang dimaksud disini adalah bahan dan alat yang digunakan untuk mencetuskan ide, gagasan gejolak perasaanemosi, dan imajinasi
yang diperoleh dari apa yang dilihat, didengar, diraba secara langsung maupun tidak langsung. Bahan dan alat tersebut adalah kertas, kanvas, kuas, tinta, cat air,
103 cat akrilik, cat minyak, pewarna alami misal daun, buah, dan sebagainya. Hasil
gambar peserta didik merupakan wujud dari kreativitas dan ketrampilannya. Pada kelas satu sampai dengan kelas tiga sekolah dasar menurut
periodisasi mengggambar anak, kedudukan anak ada pada periode bagan schematic period yaitu pada anak usia 7 sampai 9 tahun. Menurut Susanto
2003: 294: pada masa ini merupakan konsep tentang bentuk dasar dari pengalaman kreatif anak. Mereka telah memiliki konsep cerita yang sudah
banyak, pengamatan semakin teliti dan semakin tahu siapa dirinya dalam hubungan dengan lingkungannya. Dengan demikian anak mulai menggambar
obyek dalam suatu hubungan yang logis dengan obyek lain. Konsep ruang mulai nampak dengan adanya pengaturan atau hubungan antara obyek dengan ruang
walaupun masih sederhana dengan meletakkan dalam satu garis vertical sebagai garis dasar. Muncul gejala yang disebut “sinar X” X-ray atau tembus pandang,
yaitu: gambar yang menyertakan pula benda atau obyek di dalam ruang yang sebenarnya tidak kelihatan. Dalam hal penggunaan warna disikapi sebagai bentuk
yang mendekati pada warna yang sebenarnya. Sedangkan menurut Piaget, anak pada masa ini menyebutnya sebagai tahap operasi konkret yang bercirikan bahwa
perkembangan system pemikirannya didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah dapat berpikir lebih menyeluruh dengan melihat banyak unsur
dalam waktu yang sama decentering. Mencermati ciri-ciri perkembangan anak pada usia masa ini, secara umum hasil karya lukis anak merupakan cerita yang
luas dengan penampilan gambar yang lengkap dan dibuat dengan teknik yang mantap.
104 Dimulai pada usia enam tahun anak mulai mapan di dalam dunia nyata dan
menjadi bagian sosial dari interrelationship hubungan di dalam struktur. Sebelumnya ia telah mengumpulkan detil-detil dalam gambranya ketika ia
tumbuh, dan detil-detil tersebut mencerminkan pertumbuhan inteletualnya, tetapi ia sampai pada referensi rasional yang utuh dari bentuk dan ruang skematik pada
usia tujuh tahun. Kualitas estetik yang tinggi dari referensi fisik-emosionalnya pada tahun-tahun awal sekarang disubordinasikan pada pengisahan yang
ideologis. Tipe-tipe perseptual menjadi nyata dalam seni pada anak usia sembilan tahun ketika ia matang secara sosial.
Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahapan simbolik anak pada usia 7-9 tahun membutuhkan koordinasi fisik yang cukup untuk memberikan
pembelajaran cara pemakaian peralatan seni dan materi yang digunakan dalam membuat karya seninya. Anak juga mempunyai tujuan memperoleh pengalaman
dan pengetahuan memperbesar tendensi alaminya guna diwujudkan dalam ekspresi gambarnya. Dia mempunyai sebuah konsep jelas dari bentuk orang dan
mulai lebih spesifik menggunakan simbol misal, dia menggunakan garis kecenderungan untuk menunjukkan pergerakan dari tubuh dan bibir dari
gambarnya. Dia masih menggunakan bentuk geometrik untuk menggambarkan idenya, tapi menambahnya, menguranginya, atau memvariasi elemen-elemen
tertentu menurut pada subjek yang sedang digambarkan. Anak bekerja dengan tujuan sesuai apa yang ada dalam pikirannya bahwa apa yang dihasilkan sangat
berarti bagi dia.
105 Pada tahap ini juga anak menunjukkan sebuah rasa dari hubungan spatial,
dimana keduanya sesuatu yang abstrak dari ruangan dan sebuah rasa dari posisi dan direksi dari sesuatu dalam ruangan. Dia biasanya menggunakan sebuah garis
dasar dalam gambarnya. Pada waktu dia menimbun garis dasar untuk memberitahukan keseluruhan cerita atau menggambar garis dasar sekeliling tepi
dari kertasnya untuk menunjukkan seluruh pemandangan. Pada visualisasi kedalaman ekspresi, anak mengatur objek-objek dikedua tepi dari gambar dan
langit dipandang sebagai pusat. Pada tipe sinar X dari ekspresi, objek terlihat secara fisik, secara sebenarnya menurut pandangan visual mereka, anak belum
menyadari bahwa ketika beberapa objek dipandang dari satu sudut, satu objek mungkin sebagian tidak akan terlihat. Pada karya anak terlihat bahwa semuanya
penting dan harus terlihat serentak. Anak pada tahapan ini juga kekurangan sebuah realisasi dari hubungan ruang dan waktu dan biasanya menggambar
beberapa kejadian dalam satu gambar. Pada penggunaan warna, anak menggunakan secara emosional, kemudian
secara bertahap merasakan pentingnya hubungannya dengan objek. Selanjutnya anak merasakan bahwa macam-macam objek dalam lingkungannya mempunyai
warna berbeda-beda. Selanjutnya menurut Kellogg 1967: 181-215 secara lebih jelas lagi
menyatakan bahwa pada usia 7-9 tahun anak tersebut mengalami tahapan sebagai berikut:
1 Periodisasi pada periode bagan Schematic period.
2 Mempunyai konsep cerita yang banyak.
106 3
Pengamatan semakin teliti. 4
Semakin tahu siapa dirinya dalam hubungan dengan lingkungannya. 5
Konsep ruang mulai nampak adanya pengaturan walaupun masih sederhana. 6
Adanya garis vertikal sebagai garis dasar tempat objek. 7
Adanya gejala tembus pandang X-ray. 8
Penggunaan warna mendekati warna yang sebenarnya. 9
Secara umum hasil karya merupakan cerita yang luas dengan penampilan gambar yang lengkap dan teknik yang mantap.
Perkembangan selanjutnya anak akan menjadi ekstrovert perseptual-sosial apabila tergantung pada aspek visual daslam bidang seninya, atau ia akan menjadi
introvert perseptual-sosial dan haptik dan tidak tergantung pada bidang dalam seninya. Ia akan masuk dalam kedua tipe tersebut, dan pada kadar tertentu, akan
menjadi berorientasi pada gang karena adanya kebutuhan untuk mengidentifikasi dengan lebih mendalam peran seksual-diri. Identifikasi semacam itu akan
mengarahkan anak laki-laki untuk melebih-lebihkan proyeksi diri menjadi berupa citra-citra yang mengerikan, sementara anak gadis akan cenderung mengidealisasi
dirinya sendiri dalam citra wanita yang glamor dan matang. Dengan demikian perlakuan, pembelajaran dan penilaian hasil karya seni
lukis anak pada periode tersebut hendaknya mengacu pada perkembangan periode yang sedang dialami oleh anak.
107
D. Penilaian dalam Pembelajaran Seni Lukis di Sekolah Dasar 1. Fungsi Penilaian dalam Pendidikan Seni
Pada umumnya penilaian dapat diartikan sebagai aktivitas pembandingan suatu hasil pengukuran terhadap acuan tertentu. Dalam PP No 19 tahun 2005
disebutkan bahwa: penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik
BSNP, 2006: 5. Penilaian pendidikan seni rupa ditujukan untuk menilai hasil belajar
peserta didik secara menyeluruh, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik BSNP DIKNAS, 2006: 7 Hal ini sesuai dengan pernyataan
Gaitskell 1975: 62 sebagai berikut: Behaviorists in art education also recommend that the three major domains
of learning be maintained. These domains, or classifications of learning… cognititive knowledge, fact, intellectual abilities, affective feelings and
attitudes, and psychomotor ability to handle specific processes involving physical coordination skills.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, implementasi pelaksanaan terlihat dalam Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Estetika disebutkan
bahwa: standar kompetensi kreasirekreasi berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam menciptakan atau mengekspresikan diri melalui karya seni rupa,
musik, tari, atau teater. Kemampuan ini terbentuk dari kombinasi pengetahuan, kepekaan rasa estetik, dan ketrampilan motorik yang tercermin pada karya seni
yang dihasilkan atau dipertunjukkan BSNP, 2006: 14. Pada karya seni rupa penuangan gambar ekspresi adalah karya seni lukis.
Dalam proses pembelajaran seni lukis ada pengalaman tertentu yang lebih
108 ditekankan antara lain: pengalaman penghayatan dan penilaian terhadap nilai
keindahan; pengalaman memahami dan mengaplikasikan alat, bahan, dan teknik untuk berkomunikasi secara visual Salam, 2001: 8.
Karya seni lukis tentunya tidak relevan diukur dengan alat tes yang hanya mengukur aspek kognitif, sedangkan penampilan peserta didik dalam aspek
afektif dan psikomotor sangat sulit datanya diukur melalui tes. Tingkah laku peserta didik di luar situasi tes lebih menunjukkan penampilan yang wajar dan
non artificial dalam mengaplikasikan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor yang banyak diantaranya tidak dapat terjaring oleh tes. Apalagi bila
dikaitkan tujuan pendidikan seni rupa adalah membina kemampuan peserta didik ber- self expression secara kreatif-estetik lewat penggunaan media seni rupa.
Dengan demikian untuk menilai karya seni lukis peserta didik diperlukan tidak hanya dari segi hasil saja tetapi juga proses pembuatan karya tersebut. Hal ini
sesuai dengan PP 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 64 ayat 5 menyatakan: “Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika
dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotor peserta didik”.
Selanjutnya pada Bab IV: Standar Proses Pasal 22 dijelaskan sebagai berikut: 1
penilaian hasil pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 3 pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik
penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai, 2 teknik penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa tes tertulis,
observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok, 3 untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali dalam
satu semester.
109 Berikut ini prinsip penilaian karya senirupa pada jenjang pendidikan dasar,
yang mengacu pada Peraturan Menteri No 20 tahun 2007: a.
Sahih, berarti penilaian seni rupa didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
b. Objektif, berarti penilaian seni rupa didasarkan pada prosedur dan kriteria
yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. c.
Adil, berarti penilaian seni rupa tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. d.
Terpadu, berarti penilaian seni rupa oleh pendidik seni rupa merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
e. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan, antara lain peserta didik.
f. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup
semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
g. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah baku. h.
Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapain kompetensi yang ditetapkan.
i. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari teknik,
prosedur, maupun hasil.
2. Karakteristik Penilaian dalam Pendidikan Seni