Pendekatan Berbasis Konteks Pendekatan dalam Proses Pendidikan dan Pembelajaran Seni Rupa

30 Pada hakekatnya seni adalah sebagai kegiatan artistik, namun demikian seni rupa sebagai disiplin ilmu dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan emosinya saja tetapi kegiatan mempelajari ilmu seni juga harus dilakukan. Dipandangnya seni rupa sebagai disipiln ilmu merupakan asumsi pokok yang mendasari pendekatan pendidikan seni rupa berbasis disiplin, karena sudah memenuhi tiga ciri disiplin ilmu yang dikemukakan oleh Dobbs 1992: 9 sebagai berikut: 1 a recognized body of knowledge or content, 2 a community of scholars who study the discipline, 3 a set of characteristic procedures and ways of working that facilitate exploration and inquiry. Dengan demikian seni rupa dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, karena memiliki isi pengetahuan body of knowledge, adanya komunitas pakar yang mempelajari ilmu tersebut, adanya metode kerja yang memfasilitasi kegiatan eksplorasi dan penelitian.

c. Pendekatan Berbasis Konteks

Pendekatan berbasis konteks berpijak pada filosofis bahwa dalam mendidik anak melalui seni, konteks sosial masyarakat harus menjadi perhatian yang utama. Pada saat ini, pendekatan Berbasis Konteks yang menonjol adalah pendidikan seni multikultural. Pendekatan seni rupa berbasis multikutural merupakan salah satu bagian dari pendidikan multikultural yang bertujuan mengenalkan keragaman budaya melalui kegiatan penikmatan, penciptaan dan pembahasan keindahan rupa visual. Pengenalan keragaman budaya tersebut dengan cara membuka diri terhadap berbagai budaya lain yang lahir atas dasar ras, suku, agama, kelas sosial, 31 jenis kelamin, dan lain-lain. Dengan demikian menjadi fokus utama yang merupakan wacana pendidkan seni rupa multikultural adalah persoalan pluralisme sosial dan keragaman budaya, sehingga cakupan menjadi luas. Dengan cakupan yang luas itulah pendekatan ini menggunakan berbagai bentuk teori dan praktek yang sesuai dengan konteks sosial dan budayanya. Merupakan ciri yang mendasar model kurikulum pendekatan multikultural yang harus dipertimbangkan yaitu adanya pluralisme sosial, keragaman budayaetnis dan kontekstualisme. Sebagai konsep dasar, pendidikan seni rupa multikultural pada dasarnya merupakan sebuah filosofi, gagasan besar, atau pendekatan, dimana beragam program pembelajaran dikembangkan. Dengan demikian tidak identik dengan satu model program pembelajaran tertentu. Hal yang terpenting dalam hal ini adalah bahwa semangat untuk mempromosikan keragaman budaya dilakukan melalui kegiatan seni rupa. Pendidikan berbasis multikultural dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1 Model Pengenalan Model ini bertujuan memperkenalkan anak akan budaya lain. Anak menjadi luas wawasannya dan memahami karya seni rupa orang lain dan pencipta karya yang mungkin sangat berbeda karya tersebut dengan keyakinan dan tradisi yang ada pada anak lebih tepat diterapkan pada kelas yang tidak multikultur. Materi pembelajarannya meliputi pengetahuan sikap, dan keterampilan seni yang difokuskan pada pengenalan seni kelompok ras, etnis, agama, dan sebagainya lain agar memiliki sikap apresiatif terhadap kelompok yang menjadi fokus pembicaraan. Metode pembelajarannya bersifat pengenalan berbagai bentuk seni 32 dari kelompok lain melalui ceramah, peragaan, diskusi dan praktek pembuatan karya. Evaluasi yang dilaksanakan dalam konteks untuk mengetahui sejauh mana anak dapat memahami dan mengapresiasi budayaseni kelompok lain. 2 Model Pengamalan Tujuan model pengamalan adalah membangun kesadaran untuk hidup bersama dan tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Model pengamalan ini lebih tepat diterapkan pada kelas yang bersifat multi kultur. Dengan demikian kegiatan pembelajarannya anak yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama, golongan tertentu, dan lain-lain mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar. Pelaksananan model pengamalan ini agar berhasil dengan baik, maka perlu dukungan dari berbagai pihak antara lain: kebijakan sekolah aturan, kurikulum tidak mencerminkan adanya diskriminasi, pendidik, karyawan menciptakan suasana yang kondusif merefleksi adanya keragaman budaya yang ada. Penerapan pembelajaran model pengamalan ini dalam praktek penciptaan karya seni rupa salah satu cara adalah dengan menggali tema dari peserta didik yang bervariasi sesuai dengan latar belakang peserta didik. Kemudian diwujudkan secara visual dengan media yang sesuai dengan kemauan peserta didik. Apabila diterapkan dalam pembelajaran yang bersifat teoritis yaitu estetika, sejarah seni rupa, apresiasi kritik seni rupa juga harus mengingat pada keragaman prinsip, makna, dan kriteria keindahannya masing-masing. Dalam hal ini tidak ada standar baku yang dapat diberlakukan untuk semua. Evaluasi yang dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana anak dapat mengapresiasi budayaseni kelompok lain yang ditunjukkan pada kemampuan untuk hidup bersama secara harmonis. 33 3 Model Perombakan Berdasarkan perlakuan yang tidak kondusif karena adanya ketidak adilan atas dasar ras, agama, suku, jenis kelamin, kondisi sosial yang ada di masyarakat, maka pendidik sudah selayaknya mengadakan perombakan dalam kurikulum dan pembelajarannya. Menurut Salam 2001: 27 pendukung pendidikan seni rupa multikultural model perombakan ini tampaknya tergolong sebagai pengembang kurikulum yang dikelompokkan sebagai kaum rekonstruksionis sosial yang memandang pendidik sebagai politikus yang harus memilih dua pilihan: sebagai kelompok konservatif yang akan melayani sang penguasa atau sebagai kelompok perombak yang mencoba untuk mencari alternatif-alternatif. Pendukung kelompok model perombakan mengatakan bahwa budaya bukanlah suatu yang harus diterima dan tanpa perubahan, oleh karena itu perlu ada peninjauan. Wasson dkk. dalam Salam 2001: 29 menyatakan bahwa yang menjadi pendukung pendidikan seni rupa multikultural model perombakan ini menegaskan bahwa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, mereka memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang dinamik dan kompleks yang mempengaruhi interaksi manusia yakni kemampuan fisik dan mental, kelas sosial, jender, usia, politik, agama, dan kesukuan. Mereka mencari pendekatan yang lebih demokratik yang memberikan peluang bagi kelompok yang terpinggirkan untuk menyuarakan dirinnya dalam proses pendidikan seni rupa, dan menumbuhkan kepekaan semua pihak pada asumsi yang dianggap benar yang ada pada ideologi yang dominan. Selanjutnya terdapat lima langkah dalam mengembangkan kurikulum pendidikan seni rupa berbasis multikultural. Langkah pertama pendidik 34 menganalisis dan memperbaiki sikap negatif yang mungkin mereka miliki terhadap pluralisme social dan keragaman suku. Langkah kedua, pendidik dan peserta didik melakukan analisis situasi supaya akrab dengan masyarakat. Langkah ketiga, pendidik dan peserta didik memilih bahan kurikulum relevan dan menarik. Langkah keempat, pendidik dan peserta didik berkolaborasi mengadakan penyelidikan masalah-masalah yang ada kaitannya dengan bahan kurikulum yang dipilih. Tindakan yang ditempuh dengan mengidentifikasi masalah sosial yang berkaitan dengan agama, suku, jenis kelamin, tingkat kehidupan munusia, dan lain-lain. Kemudian mengumpulkan data, mengklarifikasi, menanang nilai yang dianut peserta didik, membuat keputusan reflektif kemudian mengambil langkah nyata sesuai keputusan. Merupakan langkah terakhir yaitu langkah kelima pendidik melaksanakan program evaluasi baik formatif maupun sumatif. Lima langkah yang dikemukakan oleh Wasson tersebut di atas merupakan salah satu cara penyusunan kurikulum pendidikan berbasis multikultural. Ketiga pendekatan pendidikan seni rupa yang telah diuraikan di atas merupakan tiga pendekatan utama yang mempengaruhi pemikiran dan praktek pendidikan seni rupa dewasa ini.

4. Pendidikan Seni Rupa di Sekolah Dasar di Indonesia