Langkah-langkah Penanggulangan dari Angkatan Darat

Peristiwa Tragedi Nasional 327

3. Gerakan 30 SeptemberPKI

Pada hari Kamis malam tanggal 30 September 1965, PKI mulai melancarkan gerakan perebutan kekuasaan dengan nama Gerakan 30 September. Gerakan secara fisikmiliter ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung Sutopo, Komandan Batalyon I Resimen Cakrabirawa yaitu pasukan pengawal Presiden, dan mulai bergerak pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965. Terjadilah teror kejam terhadap enam orang perwira tinggi dan seorang perwira pertama Angkatan Darat diculik dari tempat kediamannya masing- masing.Mereka kemudian dibunuh secara sadis oleh anggota-anggota Pemuda Rakyat, Gerwani, dan lain-lain ormas PKI yang telah menunggu di Lubang Buaya. Sebuah desa yang terletak di sebelah selatan Pangkalan Udara Utama Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. Para Jendral Korban kekejaman G30 SPKI. a. Letnan Jendral Ahmad Yani, MenPangad b. Mayor Jendral R. Suprato, Deputy II MenPangad c. Mayor Jendral S. Parman, Asisten I MenPangad d. Mayor Jendral Haryono. M. T, Deputy III MenPangad e. Brigadir Jendral Donald Izacus Panjaitan, Asisten IV MenPangad f. Brigadir Jendral Sutoyo Siswomiharjo, Inspektur KehakimanOditur Jendral TNI Angkatan Darat. Jendral Ahmad Yani dan Mayjen Haryono. M. T. ditembak di rumahnya. Gambar 12.7 Pahlawan Revolusi Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka Cakrawala Pada tahun 1965, PKI adalah kekuatan politik terbesar Indonesia dan partai komunis terbesar kedua di dunia di luar Blok Timur. Berdasarkan kalkulasi politik, PKI tidak akan kesulitan melakukan kudeta di Indonesia. Namun, berkat pertolongan Tuhan Yang Maha Esa, pemberontakan komunis di Indonesia bisa digagalkan. 328 IPS Terpadu 9 untuk Kelas IX Sedangkan perwira tinggi lainnya diculik dan disiksa dengan kejam lalu dicampakkan ke dalam sumur di Lubang Buaya. Jendral Abdul Haris Nasution, pada waktu itu Menteri Kompartemen HankamKasab yang menjadi sasaran utama pembunuhan berhasil meloloskan diri dari usaha penculikan, tetapi putri beliau Ade Irma Suryani Nasution tewas akibat tembakan para penculik. Letnan Satu Pierre Andreas Tendean, ajudan A. H. Nasution diculik dan dibunuh di Lubang Buaya. Gugur pula Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun Pengawal rumah Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena yang rumahnya berdampingan dengan rumah Jendral A. H. Nasution. Hari Jumat pagi, tanggal 1 Oktober 1965, “Gerakan 30 September” telah berhasil menguasai dua buah sarana komunikasi yang vital, yaitu studio RRI Pusat di Jalan Merdeka Barat dan Kantor PN Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan Jakarta. Melalui RRI, pada pagi itu pukul 07.20 dan diulang pada pukul 08.15, disiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September. Diumumkan antara lain bahwa Gerakan ditujukan kepada “jendral-jendral anggota Dewan Jendral yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah”. Pada pukul 13.00 PKI menyiarkan dekrit tentang pembentukan Dewan Revolusi di pusat dan daerah-daerah serta pendemisioneran Kabinet Dwikora. Disebutkan bahwa Dewan Revolusi adalah sumber segala kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia. Pada pukul 14.00, Gerakan tersebut menyampaikan pengumuman mengenai susunan Dewan Revolusi yang terdiri dari 45 orang. Ketua Letkol. Untung dengan wakil-wakil ketua Brigadir Jendral Suparjo, Letnan Kolonel Udara Heru, Kolonel Laut Sunardi, dan Ajun Komisaris Besar Polisi Anwas. Pemberontakan G30 SPKI tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga terjadi di berbagai daerah, yaitu : a. Di Yogyakarta, dibentuk Dewan Revolusi yang diumumkan melalui RRI pada tanggal 1 Oktober 1965. Dewan Revolusi di Yogyakara diketuai Mayor Mulyono, Kepala Seksi Teritorial Korem 072Yogyakarta. Komandan Korem 072, Kolonel Katamso dan Kepala Staf Korem 072 Letkol. Sugiyono, masing-masing diculik dari rumah dan Markas Korem 072 sore hari tanggal 1 Oktober 1965. Mereka dibunuh di desa Kentungan, sebelah utara Yogyakarta. b. Di Semarang, Kolonel Sahirman, Asisten Intelejen KodamVII Diponegoro, setelah dapat menguasai sudio RRI Semarang mengumumkan pembentukan “Gerakan 30 September Daerah” yang dipimpinnya sendiri. c. Di Solo, gerakan dilakukan oleh beberapa perwira dan anggota-anggota Brigade Infanteri VI dengan melalui RRI Solo mengumumkan dukungan terhadap Gerakan 30 September. Kemudian Wali Kota Solo, Oetomo Ramelan, seorang tokoh PKI, atas nama Front Nasional Solo menyiarkan pula dukungannya terhadap Gerakan 30 September.