Pendahuluan BELANJA PEMERINTAH PUSAT

113 DIREKTORAT P-APBN BELANJA PEMERINTAH PUSAT 2005 1. MEMPERCEPAT REFORMASI; 2. MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT; SERTA 3. MEMPERKOKOH KESATUAN DAN PERSATUAN BANGSA DALAM KERANGKA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.

5.2 Perkembangan Struktur Belanja Pemerintah Pusat Era Indische Comptabiliteits Wet ICW

Pada masa Kabinet Ampera, awal pemerintahan Orde Baru, diperkenalkan untuk pertama kalinya kebijakan Anggaran Berimbang dan Dinamis. Kebijakan ini dibuat dalam rangka mengatasi krisis perekonomian akibat hiper inflasi yang mencapai 650 persen pada pertengahan tahun 1966. Hal tersebut disebabkan oleh defisit APBN yang sangat besar dan dibiayai oleh pencetakan uang. Karena itu, APBN berimbang dan dinamis diciptakan dengan tujuan menghilangkan defisit anggaran. Dalam anggaran berimbang dan dinamis, struktur APBN terdiri dari anggaran penerimaan dan anggaran belanja. Pada sisi penerimaan dicatat penerimaan dari dalam negeri dan penerimaan dari luar negeri pinjaman, sedangkan sisi pengeluaran terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan. Belanja rutin dibiayai dengan menggunakan penerimaan dalam negeri, dan belanja pembangunan dibiayai menggunakan penerimaan luar negeri sehingga tercipta internal balance dalam APBN. Disiplin tersebut tidak dapat dilanggar. Belanja rutin hanya disediakan sepanjang ada dana dari penerimaan dalam negeri, dan belanja pembangunan dapat dilakukan apabila terdapat penerimaan bantuanpinjamanutang luar negeri. Kebijakan anggaran berimbang dan dinamis berjalan hingga tahun 2000. Sejak tahun 2001 prinsip anggaran yang digunakan adalah anggaran surplusdefisit. Sejalan dengan itu, format dan struktur APBN berubah dari T-Account menjadi I-Account. Belanja negara menampung seluruh pengeluaran negara, yang terdiri dari 1 belanja pemerintah pusat, yang meliputi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, dan 2 belanja untuk daerah, yang meliputi dana perimbangan dan dana otonomi khusus dan penyeimbangpenyesuaian. Selisih antara pendapatan negara dan hibah dengan belanja negara akan berupa surplusdefisit anggaran. Guna menutup defisit anggaran maka diperlukan pembiayaan yang bersumber dari luar pendapatan negara dan hibah, yang antara lain bersumber dari pembiayaan dalam negeri, dan pembiayaan luar negeri. 114 DIREKTORAT P-APBN BELANJA PEMERINTAH PUSAT Sesuai dengan hal tersebut, GBHN 1999 – 2004 antara lain mengamanatkan hal-hal sebagai berikut:  Pengembangan kebijakan fiskal dengan memperhatikan prinsip transparansi, disiplin, keadilan, efisiensi, dan efektivitas, untuk menambah penerimaan negara dan mengurangi ketergantungan dana dari luar negeri  Mengoptimalkan penggunaan pinjaman luar negeri pemerintah untuk kegiatan ekonomi produktif yang dilaksanakan secara transparan, efektif, dan efisien. Mekanisme dan prosedur pinjaman luar negeri harus sesuai dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan diatur dengan undang-undang  Menyehatkan APBN dengan mengurangi defisit anggaran melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi dan pinjaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak progresif yang adil dan jujur, serta penghematan pengeluaran. Dalam rangka menetapkan perencanaan yang memadai, antara lain dilakukan melalui kebijakan dalam sistem biaya, yaitu dalam melaksanakan belanja negara dilakukan standardisasi komponen kegiatan termasuk harga satuannya, antara lain: 1. Standardisasi harga satuan digunakan untuk menyusun pembiayaan kegiatan-kegiatan yang diusulkan dalam dokumen anggaran. 2. Dalam penyusunan standardisasi harga satuan, sedapat mungkin menggunakan data dasar yang bersumber dari penerbitan resmi Badan Pusat Statistik, departemenlembaga, dan pemerintah daerah. 3. Penetapan standardisasi perlu dilakukan secara berkala oleh: a. Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan menteripimpinan lembaga terkait untuk standardisasi harga satuan umum, satuan biaya langsung personel dan nonpersonel untuk kegiatan jasa konsultasi b. Menteripimpinan lembaga untuk standardisasi harga satuan pokok kegiatan departememlembaga yang bersangkutan c. Gubernurbupatiwalikota dengan memperhatikan pertimbangan dari instansi terkait untuk standardisasi harga satuan pokok kegiatan daerah provinsikabupaten kota yang bersangkutan, dan d. Bupatiwalikota untuk standardisasi harga satuan bangunan gedung negara untuk keperluan dinas, seperti kantor, rumah dinas, gudang, rumah sakit, gedung sekolah, pagar, dan bangunan fisik lainnya. 115 DIREKTORAT P-APBN BELANJA PEMERINTAH PUSAT Era Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Sejak tahun 2004, telah dimulai langkah reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara, dengan diberlakukannya satu paket perundang-undangan bidang keuangan negara, yaitu 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disusun untuk mengakomodasi berbagai perkembangan dalam sistem kelembagaan, pengelolaan keuangan negara, dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan. Undang-undang tersebut menetapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara sebagai dasar pelaksanaan reformasi manajemen keuangan pemerintahan. Salah satu hal yang diatur terkait dengan struktur belanja negara, tercermin pada pasal 11 ayat 5 UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Perubahan struktur meliputi perubahan anggaran belanja negara yang sebelumnya terdiri dari anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan menjadi anggaran terpadu unified budget. Anggaran belanja terpadu itu diwujudkan dalam bentuk penyatuan anggaran belanja rutin dengan anggaran belanja pembangunan dalam APBN yang selama ini dipisahkan, menjadi satu format anggaran belanja pemerintah pusat yang komprehensif. Tujuan perubahan format adalah sebagai berikut. Pertama, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan belanja negara melalui a minimalisasi duplikasi rencana kerja dan penganggaran dalam belanja negara, dan b meningkatkan keterkaitan antara keluaran output dan hasil outcomes yang dicapai dengan penganggaran organisasi. Kedua, menyesuaikan dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Secara ringkas, beberapa perubahan pokok sebagai akibat dari penerapan 2 hal sebagaimana di atas, dapat diikuti dalam persandingan format lama dan format baru berikut. 116 DIREKTORAT P-APBN BELANJA PEMERINTAH PUSAT Tabel 5.2 Perubahan Format Belanja Pemerintah Pusat Konversi belanja negara menurut klasifikasi ekonomi dari format lama ke format baru dapat dilihat pada Bab I tabel 1.3.

5.3 Reformasi Manajemen Keuangan Negara

Seiring dengan ditetapkannya paket perundang-undangan di bidang keuangan negara, yaitu: 1 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan 3 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Pemerintah telah memulai langkah reformasi manajemen keuangan negara pada keseluruhan aspek pengelolaan keuangan negara, yang mencakup penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran, dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran. Pelaksanaan reformasi dimaksud diharapkan dapat menjadikan pengelolaan keuangan negara menjadi lebih mandiri, transparan, dan akuntabel. Hal ini penting, sebagai upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran secara sungguh- sungguh, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pengelolaan anggaran. Dalam bidang penyusunan anggaran, dalam upaya menjunjung tinggi prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik good governance, perubahan dilakukan atas penyelenggaraan sistem penganggaran, yang dilakukan melalui 3 pendekatan, yaitu: Format Lama Format Baru  Klasifikasi Jenis Belanja • Dual Budgeting • Belanja pusat terdiri 6 jenis belanja termasuk belanja pembangunan  Klasifikasi Organisasi • Tidak tercantum dalam NK dan UU APBN tetapi hanya tercantum dalam buku satuan 3 yang ditetapkan dengan Keppres  Klasifikasi Sektor • terdiri atas 20 sektor dan 50 subsektor • Program merupakan rincian dari sektor pada pengeluaran rutin dan pembangunan • Nama-nama program antra pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan agak berbeda  Dasar Alokasi • Alokasi anggaran berdasarkan sektor subsektor dan program  Klasifikasi Jenis Belanja • Unified Budgeting • Belanja pusat terdiri dari 8 jenis belanja  Klasifikasi Organisasi • Dengan organisasi pengguna anggaran belanja negara tercantum dalam NK dan UU APBN. Jumlah kementerian negaralembaga disesuaikan dengan yang ada  Klasifikasi Fungsi • terdiri atas 11 fungsi dan 79 subfungsi • Program pada masing-masing kementerian negaralembaga dikompilasi sesuai dengan fungsinya • Nama-nama program telah disesuaiakan dengan unified budget  Dasar Alokasi • Alokasi anggaran berdasarkan program kementerian negaralembaga 117 DIREKTORAT P-APBN BELANJA PEMERINTAH PUSAT a. Penganggaran Terpadu Unified Budgeting, yaitu penyusunan anggaran yang dilakukan secara terintegrasi antar programkegiatan dan jenis belanja pada kementerianlembaga beserta seluruh satuan kerja yang bertanggungjawab terhadap aset dan kewajiban yang dimilikinya. Hal mendasar yang dilakukan adalah penyatuan anggaran rutin dan pembangunan yang bertujuan, antara lain: 1 agar tidak terjadi duplikasi anggaran yang disebabkan kurang tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional dengan proyek, khususnya proyek-proyek nonfisik; 2 memudahkan penyusunan anggaran berbasis kinerja yang akan diterapkan dalam beberapa tahun ke depan, guna memperjelas keterkaitan antara outputoutcome yang dicapai dengan penganggaran organisasi; 3 memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan keuangan pemerintah; serta 4 meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah, dengan mengacu pada format keuangan pemerintah sesuai standar internasional. b. Penganggaran Berbasis Kinerja Performance Based Budgeting, yaitu penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran output dan hasil outcome yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut; c. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Medium Term Expenditure Framework, yaitu perencanaan penganggaran yang memperhitungkan kebutuhan anggaran dengan perspektif lebih dari satu tahun Dengan demikian, sistem penganggaran yang dilaksanakan diharapkan dapat menjamin: 1 Tersedianya pendanaan bagi program-program pemerintah secara berkesinambungan sustainable yang dialokasikan berdasarkan jenis belanja secara efektif dan efisien, baik yang bersifat komitmen maupun bersifat kebijakan yang sesuai dengan skala prioritas Rencana strategiRKP dengan targetsasaran yang jelas dan terukur;dan 2 Akuntabilitas dalam mencapai target dan sasaran program serta dalam menggunakan sumber daya, yang tercermin dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat LKPP dan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah LAKIP yang akuntabel. Sementara itu, dalam bidang pelaksanaan anggaran, perubahan dilakukan melalui pembagian kewenangan yang lebih jelas dalam pengelolaan keuangan antara menteri teknis dan Menteri Keuangan. Pembagian kewenangan yang baru ini memberikan jaminan 1 terlaksananya mekanisme saling uji check and balance dalam pelaksanaan pengeluaran negara; dan 2 kejelasan akuntabilitas Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara dan menteri teknis sebagai Pengguna Anggaran. Pembagian kewenangan ini memberikan pula fleksibilitas kepada menteri teknis, sebagai Pengguna Anggaran, untuk mengatur penggunaan dana anggaran