DIREKTORAT P-APBN
66
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO
3.3 Inflasi
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila
kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Berdasarkan international best practice Indikator inflasi dapat menggunakan 2 indikator sebagai berikut:
1. Indeks Harga Konsumen IHK. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup SBH Tahun
2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik BPS. Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar
tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barangjasa di setiap kota. 2. Deflator Produk Domestik Bruto PDB menggambarkan pengukuran level harga barang akhir
final goods dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi negeri. Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
5,9 6,3
5,8 6,8
6,4 6,5
6,5 6,5
6,3 6,4
5,9 6,1
6,0 6,2
6,4 6,4
6,4 6,5
6,3 6,3
2,0 2,7
3,4
-1,4 1,6
2,8 3,4
-1,3 1,4
2,8
-2,0 -1,0
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0
5,2 5,4
5,6 5,8
6,0 6,2
6,4 6,6
6,8 7,0
Q1 Q2
Q3 Q4
Q1 Q2
Q3 Q4
Q1 Q2
2010 2011
2012
per sen per sen
Sum ber : Badan Pusat St at ist ik
Per tumbuhan Ekonomi I ndonesi a
YoY C to C
QtoQ RHS
Grafik 3.1
Pert umbuhan Ekonom i Indonesia 2010-2012
DIREKTORAT P-APBN
67
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO
Indikator inflasi yang digunakan pada asumsi dasar ekonomi makro APBN yaitu
tingkat inflasi yang dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen dalam skala
tahunan yoy. Pemerintah dalam hal ini Kementerian
Keuangan berkoordinasi
bersama Bank
Indonesia dalam
menentukan besaran inflasi yang akan digunakan di dalam
asumsi dasar ekonomi makro APBN. Tentunya asumsi inflasi di dalam APBN sejalan dengan Inflation Targeting Framework yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara itu, data realisasi Inflasi IHK menggunakan publikasi Badan Pusat Statistik BPS yang diterbitkan setiap awal bulan.
Pengelompokan Inflasi
Berdasarkan jenis pengeluaran rumah tangga the Classification of individual consumption by purpose - COICOP, Inflasi IHK di Indonesia dikelompokkan ke dalam 7 kelompok pengeluaran,
yaitu : Kelompok Bahan Makanan
Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau Kelompok Perumahan
Kelompok Sandang Kelompok Kesehatan
Kelompok Pendidikan dan Olah Raga Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Di samping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi
inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
Di Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi: 1. Inflasi Inti core inflation, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten
persistent component di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:
Interaksi permintaan-penawaran
104,2 131,3
6,1 12,1
2,4 7,0
4,5 2,0
4,0 6,0
8,0 10,0
12,0 14,0
100,0 105,0
110,0 115,0
120,0 125,0
130,0 135,0
Ja n
-0 8
M a
r- 8
M e
i- 8
Ju l-
8 S
e p
-0 8
N o
p -0
8 Ja
n -0
9 M
a r-
9 M
e i-
9 Ju
l- 9
S e
p -0
9 N
o p
-0 9
Ja n
-1 M
a r-
1 M
e i-
1 Ju
l- 1
S e
p -1
N o
p -1
Ja n
-1 1
M a
r- 1
1 M
e i-
1 1
Ju l-
1 1
S e
p -1
1 N
o p
-1 1
Ja n
-1 2
M a
r- 1
2
, yoy indek s
Per kembangan IHK dan Inflasi Indonesia 2008-2012
IHK Infl asi yoy
Grafik 3.2
Perkembangan IHK dan Inflasi Indonesia 2008-2012
DIREKTORAT P-APBN
68
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO
Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri dari :
Inflasi Komponen Bergejolak Volatile Food : Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks kejutan dalam kelompok bahan makanan
seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.
Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah Administered Prices : Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks kejutan dari kebijakan harga Pemerintah,
seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll. Berdasarkan basis periode dalam perhitungan, Inflasi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Penghitungan inflasi year on year digunakan untuk melihat perubahan kenaikan tingkat harga secara umum dari barangjasa, atau merosotnya daya beli atau nilai riil uang selama setahun
yang lalu dari dua belas bulan lalu sampai dengan bulan ini tahun ini. Berdasarkan pendekatan ini inflasi adalah persentase perubahan IHK bulan ini tahun ini terhadap IHK bulan
ini tahun lalu. 2. Penghitungan inflasi month on month m-o-m digunakan untuk melihat perubahan kenaikan
tingkat harga secara umum dari barangjasa, atau merosotnya daya beli atau nilai riil uang selama sebulan yang lalu. Persentase perubahan IHK bulan ini tahun ini terhadap IHK bulan
sebelumnya tahun ini. 3. Penghitungan inflasi year to date y-t-d digunakan untuk melihat perubahan kenaikan tingkat
harga secara umum dari barangjasa, atau merosotnya daya beli atau nilai riil uang selama satu tahun kalender dari bulan Januari tahun ini sampai dengan bulan ini tahun ini.
Berdasarkan pendekatan ini, inflasi adalah perubahan IHK bulan ini tahun ini terhadap IHK bulan Desember tahun lalu
Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply cost push inflation, dari sisi permintaan demand pull inflation, dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat
disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah administered price, dan
terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
DIREKTORAT P-APBN
69
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil
yang melebihi output potensialnya atau permintaan total aggregate demand lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku
masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau
forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan lebaran, natal, dan tahun
baru dan penentuan upah minimum regional UMR. Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan
permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari komdisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR,
pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.
Gambar 3.2 Determinan Inflasi