DIREKTORAT P-APBN
215
TRANSFER KE DAERAH
BAB V I TRANSFER KE DAERAH
6.1 Pendahuluan
L ahirnya pos Transfer ke Daerah dalam postur APBN dilatarbelakangi oleh lahirnya
dua Undang- Undang UU di bidang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu
UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang selanjutnya pada tahun 2004 kedua UU tersebut direvisi menjadi UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Sebagai implementasi dari kedua UU tersebut, pemuatan pos Transfer ke Daerah dalam postur
APBN untuk pertama kalinya dilakukan pada tahun 2001. Dalam perjalanannya sejak tahun 2001 hingga 2012, nomenklatur Transfer ke Daerah dalam postur APBN telah beberapa kali mengalami
perubahan, yaitu: a.
Pada tahun 2001-2004 lebih dikenal dengan istilah Anggaran yang Didaerahkan;
b. Pada tahun 2004
berubah menjadi Belanja Daerah; c. Sampai dengan tahun 2007 berubah menjadi Belanja ke Daerah; serta
d. Sejak tahun 2008 hingga saat ini berubah menjadi Transfer ke Daerah. Arah kebijakan Transfer ke Daerah terutama ditujukan untuk: 1 Mempercepat pembangunan
daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi ketimpangan pelayanan publik antardaerah; 2 Meningkatkan kemampuan keuangan daerah dan mengurangi
perbedaan keuangan antara pusat dan daerah dan antardaerah terutama dalam rangka mendanai pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan di daerah;
3 mendukung kesinambungan fiskal nasional fiscal sustainability dalam rangka kebijakan ekonomi makro;
4 Meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah;
5 meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah; serta
6 Mempercepat pembangunan di provinsi khusus, yaitu Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan
Provinsi Aceh, terutama melalui pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial dan kesehatan.
DIREKTORAT P-APBN
216
TRANSFER KE DAERAH
6.2 Transfer ke Daerah Definisi: Transfer ke daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai
pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana
penyesuaian. Ruang lingkup:
Transfer ke Daerah terdiri atas; i Dana Perimbangan,
yang meliputi DBH, DAU, dan DAK; dan b Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian, yang meliputi Dana Otonomi
Khusus dan
Dana Penyesuaian
lihat Bagan 6.1.
6.2.1 Dana Perimbangan Definisi: Dana Perimbangan adalah
dana yang
bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah
Dana Perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN.
Ruang Lingkup: Dana Perimbangan terdiri atas: a Dana Bagi Hasil DBH, b Dana Alokasi
Umum DAU, dan c Dana Alokasi Khusus DAK.
6.2.1.1 Dana Bagi Hasil
Definisi: Dana Bagi Hasil DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN, yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Kebijakan pelaksanaan alokasi DBH tahun 2012
mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undang-undang, dan UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan
UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
Dana Perimbangan
Dana Otsus Penyesuaian
Dana Bagi Hasil DBH Dana Alokasi Umum DAU
Dana Alokasi Khusus DAK Dana Otsus PAPUA
Dana Otsus ACEH Dana Infras Otsus Papua
Tamb Penghasilan Guru PNSD Dana
Otsus
Dana Penyesuaian
Dana Otsus PAPUA BRT
Dana Insentif Daerah DID
TRANSFER KE DAERAH
Tunjangan Profesi Guru PNSD
Bantuan Op Sek BOS Dana Infras Otsus Papua BRT
Gambar 6.1 Ruang Lingkup Transf er Ke Daerah
DIREKTORAT P-APBN
217
TRANSFER KE DAERAH
Prinsip DBH
By origin Daerah penghasil mendapat porsi yang lebih besar dari daerah lain yang berada dalam provinsi
tersebut pemerataan. Realisasi
Penyaluran keseluruhan DBH didasarkan pada realisasi penerimaannya.
Komponen DBH
DBH terdiri atas DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam, dengan rincian sebagai berikut: DBH Pajak, yang meliputi:
- DBH PPh Pasal 25 WPOPDN dan PPh Pasal 21.
- DBH Pajak Bumi dan Bangunan DBH PBB.
- DBH Cukai Hasil Tembakau.
DBH Sumber Daya Alam, yang meliputi: -
DBH Pertambangan Minyak Bumi. -
DBH Pertambangan Gas Bumi. -
DBH Pertambangan Umum. -
DBH Kehutanan -
DBH Perikanan. -
DBH Pertambangan Panas Bumi.
Faktor-faktor Penentu
Perhitungan DBH diformulasikan sesuai UU Nomor 332004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan UU No. 392007 tentang Perubahan UU
No. 111995 tentang Cukai. Perhitungan DBH Pajak dirinci:
- DBH PPh Psl 21 Psl 2529
= 20 X penerimaan PPh. -
DBH PBB = penerimaan PBB - Biaya Pungut.
- DBH Cukai Hasil Tembakau CHT = 2 X penerimaan CHT.
- DBH Sumber Daya Alam SDA dirinci:
- DBH Minyak dan Gas Bumi dihitung oleh Direktorat PNBP tanpa formula.
- DBH Pertambangan Umum = 80 dari penerimaan Pertambangan Umum.
- DBH Provisi Sumber Daya Hutan = 80 X penerimaan PSDH.
- DBH Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan = 80 X penerimaan IIUPH.
DIREKTORAT P-APBN
218
TRANSFER KE DAERAH
- DBH Dana Reboisasi = 40 X penerimaan Dana Reboisasi.
- DBH Perikanan = 80 X penerimaan Perikanan.
-
DBH Pertambangan Panas Bumi = 80 X penerimaan PPB. Tabel 6.1
Persentase Pembagian Pusat dan Daerah atas DBH
Catatan: Mulai tahun 2011, pelaksanaan DBH BPHTB diserahkan kepada Daerah.
Stakeholders Penentu DBH
• Direktorat Penyusunan APBN, Direktorat Jenderal Anggaran.
• Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak, Direktorat Jenderal Anggaran angka DBH
Migas. •
Direktorat Jenderal Bea Cukai angka Cukai Hasil Tembakau •
Badan Kebijakan Fiskal angka Penerimaan Perpajakan. •
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. •
DPDDPR. 6.2.1.2 DAU
Definisi: Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
SUM BER PENERIM AAN PUSAT
PROV KAB. KOTA
Kab. Kot a Sekit ar
-
P P h Ps.21 Ps.25 29 OP
-
P B B
-
B P H T B
-
Cukai Hasil Tembakau
-
S D A M inyak Bumi
-
S D A Gas Alam
-
SDA Pert ambangan Umum
-
Landrent
-
Royalt i
-
S D A Kehut anan
-
I H P H
-
P S D H
-
Panas Bumi
-
S D A Perikanan 80
9 -
98 84,5
69,5 20
20 20
20 20
20 8
16,2 16
0,6 3,17
6 16
16 16
16 16
- 12
64,8 64
0,8 6,33
12 64
32 64
32 32
- -
10 20
0,6 6
12 -
32 -
32 32
80
DIREKTORAT P-APBN
219
TRANSFER KE DAERAH
desentralisasi. DAU tersebut dialokasikan dalam bentuk block grant, yaitu penggunaannya
diserahkan sepenuhnya kepada daerah.
Formula dan faktor-faktor Penentuan DAU secara nasional:
Secara nasional, penyusunan besaran DAU nasional sebesar 26 persen dari PDN Neto yang ditetapkan dalam APBN pada hakikatnya mengacu kepada UU Nomor 332004 dengan
penyesuaian dan langkah-langkah kebijakan sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi. Terkait dengan hal tersebut, rumusan formula perhitungan DAU tersebut dalam perkembangannya
mengalami penyesuaian dan langkah-langkah kebijakan, yaitu:
i. Periode 2001-2003, rumusan formula perhitungan DAU dalam APBN didasarkan kepada Pasal
7 UU Nomor 25 Tahun 1999, yaitu ditetapkan sebesar 25 dua puluh lima persen dari penerimaan dalam negeri bersih penerimaan dalam negeri setelah dikurangi dengan dana
bagi hasil dan DAK yang bersumber dari dana reboisasi. ii.
Dalam tahun 2004-2005, rumusan formula perhitungan DAU dalam APBN berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR, yaitu ditetapkan sebesar 25,5 dua puluh lima
koma lima persen dari penerimaan dalam negeri bersih. iii.
Periode 2006–2012, rumusan formula perhitungan DAU dalam APBN didasarkan kepada UU
Nomor 33 Tahun 2004, yaitu ditetapkan 26 dua puluh enam persen dari Pendapatan Dalam Negeri PDN Neto yang ditetapkan dalam APBN.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 27 ayat 1 UU Nomor 33 Tahun 2004,
PDN Neto adalah penerimaan negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah.
Pada APBN tahun 2007 dan tahun 2008, dengan mempertimbangkan kondisi fiskal nasional dan
pengendalian defisit APBN, PDN Neto merupakan hasil pengurangan antara
pendapatan dalam negeri yang merupakan hasil penjumlahan antara penerimaan perpajakan
dan penerimaan negara bukan pajak dikurangi dengan penerimaan negara yang
dibagihasilkan kepada daerah yaitu DBH, serta belanja yang sifatnya earmarked
penggunaannya diarahkan dan anggaran yang sifatnya in- out pencatatan anggaran
dengan jumlah yang sama pada penerimaan dan belanja. Selanjutnya, sejak tahun 2009, PDN neto juga memperhitungkan antara lain besaran
subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pupuk, subsidi pangan, subsidi benih yang dihitung berdasarkan
bobotpersentase tertentu sebagai faktor pengurang dalam rangka antisipasi dampak kenaikan
harga minyak, penciptaan stabilisasi APBN dan APBD, dengan tetap menjaga peningkatan secara riil alokasi DAU setiap tahun.