Ratifi kasi di Indonesia

Sistem Hukum dan Peradilan Internasional 185 Menurut Sam Suhaidi pada pokoknya prosedur ratifi kasi ini mencakup dua aspek, yaitu: 1. Tindakan legislatif, yaitu umumnya dengan jalan undang-undang sehingga dengan diundangkannya perjanjian itu, maka perjanjian tersebut menjadi mengikat negara dipandang dari segi hukum nasional. 2. Tindakan eksekutif, yaitu sesudah perjanjian ditandatangani oleh kekuasaan eksekutif, kemudian perjanjian disampaikan kepada badan legislatif untuk memperoleh persetujuannya, yang umumnya berupa undang-undang. Selanjutnya oleh badan eksekutif dibuatlah piagam ratifi kasi, dan prosedur ini baru selesai sesuah diadakan pertukaran piagam ratifi kasi. Sumber: jurnal.bl.ac.id.pdf Info Khusus Hati-hati Ratifi kasi Hukum Internasional JAKARTA - Pemerintah diingatkan untuk berhati-hati meratifi kasi konvensi hukum internasional ke dalam hukum nasional, karena bila tidak, bisa jadi bumerang bagi kepentingan nasional. “Kalau tidak hati-hati, justru akhirnya merugikan kepentingan nasional,” tegas pakar hukum internasional Prof. Dr. Hikmahanto Juwana dari Univeritas Indonesia UI. Selain Hikmahanto, hadir sebagai pembicara Prof Sunaryati, Sekjen Komisi Hukum Nasional Prof Mardjono Reksodiputro dan Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Deplu Arif Havas Oegroseno. Hikmahanto mencontohkan, dalam ratifi kasi hukum internasional yang ditandatangani Indonesia mengenai larangan subsidi bagi produk pertanian, ternyata hasilnya sangat merugikan para petani Indonesia karena hampir 60 petani Indonesia masih miskin. “Sementara secara diam-diam pemerintah AS masih memberikan subsidi bagi petani jagung mereka. Karena itu pemerintah harus hati-hati, tapi jangan takut terhadap hukum internasional,” katanya memperingatkan. Hikmahanto menyarankan, sebelum suatu hukum internasional diratifi kasi, harus dilihat bagaimana penegakan hukum dan dana yang akan disiapkan oleh pemerintah. Misalnya, Hikmahanto menambahkan, jika Indonesia meratifkasi ICCPR hukum internasional tentang pengungsi maka harus menyiapkan dana meskipun pengungsinya ada di Malaysia atau Australia. “Rakyat sendiri banyak yang miskin kok malah bantu warga negara lain,” kata Hikmahanto. Arena Diskusi 186 PKn SMAMA Kelas XI B Sistem Peradilan Internasional Sunaryati menambahkan, jatuhnya ekonomi AS yang menyeret krisis keuangan global, termasuk Indonesia merupakan dampak dari ratifi kasi pemerintah dengan World Trade Organization WTO. Begitu pula dengan hancurnya pasar modal AS yang mengimbas pasar modal dunia. Apakah pemerintah AS bertanggungjawab atas dampak yang ditimbulkan. “Belum lagi soal HAM, kita banyak meratifi kasi tentang HAM.Kita banyak diserang dunia internasional,mereka tidak melihat latar belakang saat itu,” katanya seraya menyatakan keheranannya, kenapa pemerintah terkesan mudah meratifi kasi hukum internasional Sumber: www.detikriau.com Diskusikan bersama kelompok Anda 1. Bagaimana pendapat Anda menanggapi pendapat Prof. Dr. Hikmahanto Juwana pada artikel di atas? 2. Apa akibat yang dapat terjadi apabila pemerintah tidak meratifi kasi hukum internasional tanpa mempertimbangkan kepentingan nasional? Sistem peradilan internasional adalah unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga peradilan internasional yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional. Komponen-komponen dalam lembaga peradilan internasional adalah:

1. Mahkamah Internasional International Court of Justice

Mahkamah Internasional merupakan badan peradilan dunia yang berkedudukan di Den Haag. Lembaga ini berperan untuk mencegah terjadinya pertikaian antarnegara. Mahkamah Internasional merupakan kelanjutan dari Mahkamah Tetap Peradilan Internasional yang dibentuk berdasarkan Pasal XIV Covenant Liga Bangsa-Bangsa. Pembentukan Mahkamah Internasional Mahkamah Internasional merupakan bagian integral dari PBB. Maka dari itu, semua anggota PBB merupakan anggota Statuta Mahkamah Internasional.

a. Struktur hakim

Mahkamah Internasional terdiri dari 15 orang hakim. Mereka dipilih berdasarkan suara mayoritas mutlak dalam suatu pertemuan terpisah di Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB. Pemilihan hakim didasarkan pada Pasal 4 Statuta Mahkamah Interansional. Nama-nama calon hakim Mahkamah Internasional diusulkan oleh kelompok-kelompok negara yang khusus ditugaskan untuk itu. Calon-calon hakim tersebut harus memiliki moral yang tinggi high moral characteristic. Calon hakim tersebut juga harus memiliki persyaratan-persyaratan di negaranya untuk menduduki kepangkatan hakim tertinggi. Dia juga harus diakui kompetensinya dalam hukum internasional. Sistem Hukum dan Peradilan Internasional 187 Statuta Mahkamah mensyaratkan bahwa pemilihan hakim tanpa memandang kebangsaan nasionalitasnya. Namun, dalam pelaksanaan faktor kebangsaan sangat dominan karena pengangkatannya ditentukan oleh faktor geografi s. Dalam praktiknya hakim Mahkamah Internasional menganut pembagian sebagai berikut: 1 5 orang dari negara-negara Barat, 2 3 orang dari negara-negara Afrika, 3 3 orang dari negara-negara Asia, 4 2 orang dari negara-negara Eropa Timur, 5 2 orang dari negara-negara Amerika Latin. Dalam praktek yang tidak tertulis 5 orang hakim berasal dari negara-negara anggota tetap DK PBB menjadi anggota dari Mahkamah Internasional. Hakim Mahkamah Internasional dipilih untuk jangka waktu 9 tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali. Seorang hakim yang berasal dari negara tertentu tidak perlu mengundurkan diri apabila negaranya terlibat sengketa dan dia sendiri yang mengadilinya. Dalam perkembangannya apabila suatu negara terlibat sengketa dan komposisi hakim tidak ada hakim dari negara yang bersangkutan maka negara tersebut dapat meminta dipilih hakim ad-hoc. Hakim ad-hoc ini dipilih diluar dari 15 orang hakim Mahkamah. Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketanya dapat memeriksa dengan seluruh anggotanya atau cukup beberapa hakim anggota yang disebut chamber.

b. Yurisdiksi atau kewenangan

Mahkamah Internasional memiliki wewenang untuk mengadili semua sengketa yang diserahkan para pihak dalam semua persoalan yang ditetapkan oleh Piagam PBB, perjanjian internasional, atau konvensi internasional yang berlaku. Hal terebut sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Ayat 1 Piagam PBB tentang Yurisdiksi Mahkamah Internasional. Yurisdiksi Mahkamah Internasional lahir berdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perjanjian khusus special agreement, di mana dalam klausulnya para pihak yang bersengketa sepakat untuk menyerahkan sengketanya ke Mahkamah Interansional. Menurut Pasal 34 Statuta Mahkamah Internasional, kewenangan mengadili dari Mahkamah Internasional hanya berlaku untuk negara saja. Ada 3 prinsip yang berlaku sehubungan dengan Pasal 34 Statuta Mahkamah Internasional ini, yaitu: 1 Semua negara anggota PBB ipso facto dalam kenyataannya adalah anggotapeserta dari Mahkamah Internasional. 2 Suatu negara yang bukan anggota PBB dapat menjadi peserta pada statuta Mahkamah apbila negara tersebut bersedia: a Menerima isi ketentuan Statuta Mahkamah Internsional. b Menerima dan melaksanakan putusan Mahkamah Internasional. c Bersedia memberikan sumbangan keuangan untuk menutup ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Internasional. 3 Penyerahan suatu sengketa kepada Mahkamah Internasional didasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak. Gambar 5.8 Mahkamah Internasional merupakan badan peradilan dunia yang berkedudu- kan di Den Haag. Sumber: weblog.leidenuniv.n