Proses ratifi kasi hukum internasional

184 PKn SMAMA Kelas XI 3 sering suatu perjanjian internasional mengundang dilakukannya suatu amandemen atau penyesuaian dalam hukum nasional, 4 karena prinsip demokrasi bahwa pemerintah harus berkonsultasi dengan pendapat umum yang ada dalam parlemen atau tempat lain, mengenai ada tidaknya keharusan untuk mengonfi rmasi suatu perjanjian internasional. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan tidak ada kewajiban untuk melakukan ratifi kasi bagi negara. Kekuasaan menolak atau menerima ratifi kasi dianggap merupakan hal yang sama dengan kedaulatan negara, oleh karenanya menurut hukum internasional tidak ada suatu paksaan bagi sebuah negara untuk melakukan ratifi kasi hukum internasional ke dalam hukum nasional. Selanjutnya suatu ratifi kasi dapat mengikat dan memaksa negara apabila dilakukan proses: 1 pertukaran atau penyimpanan instrumen ratifi kasi, 2 pemberitahuan mengenai instrumen ratifi kasi kepada negara lain atau kepada negara- negara yang bersangkutan, 3 penyimpangan perjanjian internasional. Apabila ratifi kasi telah melalui tiga proses di atas, maka proses penerimaan atau persetujuan hukum internasional ke dalam hukum nasional untuk selanjutnya disesuaikan dengan konstitusi yang berlaku di negara penerima. Bila terjadi persetujuan, ratifi kasi memasuki tahap akhir yaitu proses penandatanganan oleh kepala negara dan parlemen negara yang bersangkutan.

c. Ratifi kasi di Indonesia

Ratifi kasi di Indonesia dilakukan berdasar ketentuan sistem konstitusional yang berlaku di negara kita dengan berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Lebih lanjut tentang ketentuan ratifi kasi yang dianut di Indonesia diatur secara tegas dalam Undang- Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri Bab III tentang Pembuatan Dan Pengesahan Perjanjian Internasional Pasal 13 sampai 15 yaitu: 1 Pasal 13 : Lembaga Negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan konsultasi mengenai rencana tersebut kepada Menteri. 2 Pasal 14 : Pejabat lembaga pemerintahan, baik departemen maupun non-departemen, yang akan menandatangani perjanjian internasional yang dibuat antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah negara lain, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lainnya, harus mendapat surat kuasa dari menteri. 3 Pasal 15 : Ketentuan mengenai pembatan dan pengesahan perjanjian internasional diatur dengan undang-undang. Selain berlandaskan ketentuan undang-undang, proses ratifi kasi di Indonesia dilakukan dengan memandang politik luar negeri Indonesia. Pemerintah selalu mengedepankan sistem bebas aktif dengan prinsip dasar ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem Hukum dan Peradilan Internasional 185 Menurut Sam Suhaidi pada pokoknya prosedur ratifi kasi ini mencakup dua aspek, yaitu: 1. Tindakan legislatif, yaitu umumnya dengan jalan undang-undang sehingga dengan diundangkannya perjanjian itu, maka perjanjian tersebut menjadi mengikat negara dipandang dari segi hukum nasional. 2. Tindakan eksekutif, yaitu sesudah perjanjian ditandatangani oleh kekuasaan eksekutif, kemudian perjanjian disampaikan kepada badan legislatif untuk memperoleh persetujuannya, yang umumnya berupa undang-undang. Selanjutnya oleh badan eksekutif dibuatlah piagam ratifi kasi, dan prosedur ini baru selesai sesuah diadakan pertukaran piagam ratifi kasi. Sumber: jurnal.bl.ac.id.pdf Info Khusus Hati-hati Ratifi kasi Hukum Internasional JAKARTA - Pemerintah diingatkan untuk berhati-hati meratifi kasi konvensi hukum internasional ke dalam hukum nasional, karena bila tidak, bisa jadi bumerang bagi kepentingan nasional. “Kalau tidak hati-hati, justru akhirnya merugikan kepentingan nasional,” tegas pakar hukum internasional Prof. Dr. Hikmahanto Juwana dari Univeritas Indonesia UI. Selain Hikmahanto, hadir sebagai pembicara Prof Sunaryati, Sekjen Komisi Hukum Nasional Prof Mardjono Reksodiputro dan Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Deplu Arif Havas Oegroseno. Hikmahanto mencontohkan, dalam ratifi kasi hukum internasional yang ditandatangani Indonesia mengenai larangan subsidi bagi produk pertanian, ternyata hasilnya sangat merugikan para petani Indonesia karena hampir 60 petani Indonesia masih miskin. “Sementara secara diam-diam pemerintah AS masih memberikan subsidi bagi petani jagung mereka. Karena itu pemerintah harus hati-hati, tapi jangan takut terhadap hukum internasional,” katanya memperingatkan. Hikmahanto menyarankan, sebelum suatu hukum internasional diratifi kasi, harus dilihat bagaimana penegakan hukum dan dana yang akan disiapkan oleh pemerintah. Misalnya, Hikmahanto menambahkan, jika Indonesia meratifkasi ICCPR hukum internasional tentang pengungsi maka harus menyiapkan dana meskipun pengungsinya ada di Malaysia atau Australia. “Rakyat sendiri banyak yang miskin kok malah bantu warga negara lain,” kata Hikmahanto. Arena Diskusi