Arti formal Asas Hukum Internasional

Sistem Hukum dan Peradilan Internasional 181 2 Kebiasaan internasional Hukum kebiasaan internasional yaitu kebiasaan internasional yang telah diakui mempunyai kekuatan hukum. Hukum kebiasaan internasional merupakan praktik umum negara yang sudah diterima sebagai hukum. 3 Keputusan pengadilan Keputusan pengadilan yang bisa dijadikan sebagai sumber hukum internasional adalah setiap keputusan yang dikeluarkan oleh badanorganisasi pengadilan internasional yang mengaturmemutus perselisihan atau persengketaan yang diajukan ke hadapannya. Artinya keputusan badan peradilan internasional yang bersifat mengadililah yang bisa dijadikan sebagai sumber hukum. 4 Doktrin atau pendapat para sarjana Doktrin adalah ajaran-ajaran para sarjana atau ahli hukum yang dianggap sebagai sumber hukum. Doktrin berisi tentang teori-teori hukum dan peraturan-peraturan hukum sebagai hukum yang seharusnya menurut pendapat masing-masing sarjana atau ahli tersebut. 5 Keputusan-keputusan atau resolusi-resolusi organisasi internasional Setiap bentuk keputusan-keputusan yang diambil organisasi internasional yang mempunyai kekuatan mengikat para anggotanya dapat dijadikan sebagai sumber hukum internasional. Sengketa Sipadan dan Ligitan Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing- masing negara ternyata memasukkan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo. Tetapi, terjadi perbedaan pengertian status quo. Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia, sedangkan Indonesia memahami status kedua pulau tadi tidak boleh ditempatididuduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Pada tahun 1976, dibentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Tetapi, pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut. Arena Diskusi 182 PKn SMAMA Kelas XI

9. Ratifi kasi Hukum Internasional ke Dalam Hukum Nasional

Ratifi kasi merupakan salah satu langkah yang bisa ditempuh dalam menjadikan perjanjian internasional menjadi hukum nasional, dalam suatu negara. Apabila ratifi kasi telah dilakukan oleh suatu negara, maka hukum internasional tersebut dinyatakan berlaku dalam suatu negara. Negara yang telah mengikatkan diri pada suatu konvensi internasional berarti telah mendasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum internasional dalam menyelesaikan permasalahan hukum.

a. Pengertian Ratifi kasi

Ratifi kasi berasal dari bahasa latin ratifi care yang artinya pengesahan confi rmation atau persetujuan approval. Secara gramatikal dalam kamus Bahasa Indonesia, ratifi kasi adalah pengesahan suatu dokumen negara oleh parlemen, khususnya pengesahan undang-undang, perjanjian antarnegara, dan persetujuan hukum internasional ke dalam hukum nasional suatu negara. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional disebutkan bahwa ratifi kasi adalah salah satu bentuk pengesahan. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifi kasi ratifi cation, aksesi accession, penerimaan acceptance, dan penyetujuan approval. Secara teori, ratifi kasi adalah persetujuan kepada negara atau pemerintah atas penandatanganan perjanjian internasional yang dilakukan oleh kuasa penuhnya. Ratifi kasi menjadi sarana atau alat penyampaian pernyataan formal oleh suatu negara mengenai persetujuan negara tersebut untuk terikat pada diketahui bahwa ratifi kasi erat kaitannya dengan perkembangan sistem konstitusi pemerintahan yang berkuasa. Lembaga yang diberi kekuasaan meratifi kasi adalah kepala negara beserta parlemen. Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke Mahkamah Internasional. Pada hari Selasa 17 Desember 2002 Mahkamah Internasional mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Sumber: id.wikipedia.org Diskusikan bersama kelompok Anda hal-hal berikut ini 1. Siapa saja yang menjadi subjek hukum dalam artikel di atas? 2. Penyelesaian seperti apa yang hendak dipilih pihak yang bersengketa? 3. Sudah sesuaikah langkah-langkah yang dilakukan pihak yang bersengketa? 4. Berikan penilaian Anda mengenai langkah Indonesia dalam menyelesaikan masalah Sipadan Ligitan Diskusikan bersama kelompok Anda Sistem Hukum dan Peradilan Internasional 183

b. Proses ratifi kasi hukum internasional

Pentingnya proses ratifi kasi bagi sebuah negara adalah memperkaya khasanah hukum nasional. Proses ratifi kasi tidaklah terlalu sulit. Di masing-masing negara, prosedur ratifi kasi berbeda-beda disesuaikan dengan kebijakan politik luar negeri negara yang bersangkutan. Dengan kata lain prosedur ratifi kasi tingkat nasional diserahkan pada hukum nasional masing- masing negara. Meskipun dalam praktiknya ratifi kasi diserahkan pada hukum nasional masing-masing negara, tetapi prosesnya harus sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 14 Konvensi Wina tahun 1969 yang menentukan bahwa: “Persetujuan suatu negara untuk terikat pada suatu perjanjian internasional dengan ratifi kasi, dengan syarat: 1 perjanjian internasional yang akan diratifi kasi menentukan demikian secara tegas, 2 negara yang mengadakan perjanjian menyetujui bahwa ratifi kasi adalah perlu, 3 perjanjian internasional yang telah ditandatangani akan berlaku hanya kalau sudah diratifi kasi, 4 kemauan negara untuk menandatangani perjanjian internasional dengan syarat akan berlaku kalau sudah diratifi kasi atau dinyatakan demikian selama negoisasi”. Selanjutnya setelah mempertimbangkan ketentuan Pasal 14 Konvensi Wina, dalam praktiknya ratifi kasi dihadapkan dengan beberapa hal sebagai berikut: 1 negara berhak untuk mempunyai kesempatan guna meneliti kembali dan meninjau kembali instrumen yang telah ditandatangani oleh utusannya, sebelum negara menjalankan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam instrumen, 2 berdasarkan kedaulatannya suatu negara berhak untuk menarik diri dari partisipasi dalam suatu perjanjian internasional, apabila negara yang bersangkutan menghendaki demikian, Gambar 5.7 Secara teori, ratifi kasi adalah persetujuan kepada negara atau pemerintah atas penandatanganan perjanjian internasional yang dilakukan oleh kuasa penuhnya. Sumber: untreaty.un.org