Analisis dengan Minimum Support 0.4, Minimum Confident 0.4 dan MinimalItems 2.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
297 Dari output di atas maka di dapat hasil akhir pola hubungan assosiatif dengan nilai support
tertinggi yaitu jika terjadi abrasi dengan kondisi gelombang pasang maka rumah rusak dengan nilai support sebesar 0.4047619 dan nilai confident sebesar 0.7083333. Jika terjadi abrasi karena rumah
rusak maka gelombang pasang dengan nilai support sebesar 0.4047619 dan nilai confident sebesar 0.5. Berikut tabel Final Association Rule:
Tabel 3. Tabel Final Association Rule No
Aturan Supp
Conf Support ×
Confidence
1 Jika kejadian abrasi
“gelombang pasanag” maka “rumah rusak”
40 70
28 2
Jika kejadian abrasi “rumah rusak” maka
“gelombang pasang” 40
50 20
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa: 3.
Metode Association Rule dengan algoritma apriori dapat diaplikasikan dalam data kebencanaan.
4. Pola hubungan assosiatif yang terjadi dari data abrasi di Indonesia tahun2011hingga tahun
2014 dengan nilai support tertinggi yaitu: a. Jika terjadi abrasi dengan kondisi gelombang pasang maka mengakibatkan rumah rusak
dengan nilai support sebesar 0.4047619 dan nilai confident sebesar 0.7083333. b. Jika terjadi abrasidengan rumah rusak maka gelombang pasang dengan nilai support
sebesar 0.4047619 dan nilai confident sebesar 0.5. 5.
Dengan mengetahui pola bencana abrasi laut, diharapkan mitigasi bencana secara dini dapat dilakukan, sehingga dapat meminimalisir korban jiwa.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasulullah SAW yang selalu memberikan rahmat, berkah, kesehatan, dan petunjuk bagi hamba-Nya. Kepada kedua orang tua dan
keluarga yang telah memberikan doa dan dukungannya. Bapak Prof. Akhmad Fauzy, M.Si yang telah sabar membimbing penulis selama penyusunan paper ini.Teman-teman Jurusan Statistika UII
angkatan 2012yang sudah banyak memberikan semangat dan bantuan dalam memulai dan mengakhiri paper ini.Semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu per satu, terimakasih.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
298
DAFTAR PUSTAKA
Hu, Ruijuan. 2010. “Medical Data Mining Based on Association Rules”. Computer and Information Science Journal, Volume 3, No. 4, pp 104-108
Ongkosongo, O.S.R. 2006. Laporan Pengamatan Pantai Jambo Timu-Lancok Kabupaten Lokseumawe, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam: 59 hal.
Salam, M. 2007. Perubahan Garis Pantai Di Wilayah Pesisir Perairan Cisadane, Provinsi Banten . MAKARA, SAINS, VOL. 11, NO. 1, APRIL 2007: 49-55 49
Setianingsih, Dewi. 2015. “Penerapan Data Mining Dalam Analsis Kejadian Tanah Longsor Di Indonesia Dengan Menggunakan Algoritma Association Rule Metode Apriori
”. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UMS 2015, pp 731-741
Suryani, Ira. 2014. Analisis Abrasi Pantai Tuapeijat Di Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Jurnal Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan STKIP PGRI
Sumatera Barat Padang Triyanto, W.A. 2014. “Association Rule Mining Untuk penentuan Rekomendasi Promosi Produk”.
Jurnal SIMETRIS, Volume 5, No. 2, pp 121-126 Tyas, E.W. 2008. “Penerapan Metode Association RuleMenggunakan Algoritma Apriori untuk
Analisa Pola Data Hasil Tangkapan Ikan”. Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi, Volume
21, No. 3, pp 1-4 Wirdasari, D. dan Calam, A.
2011. “Penerapan Data Mining untuk Mengolah Data Penempatan Buku di Perpustakaan SMK TI PAB 7 Lubuk Pakam dengan Metode Association Rule”. Junal
SAINTIKOM, Volume 10, No.2, pp137-150
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
299
LASEM SEBAGAI MODEL KOTA MADANI
L.M.F. Purwanto
1
, Yulita Titiek S
2
1
Program Studi Arsitektur, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
2
Program Studi Arsitektur, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang email: lmfpoergmail.com
ABSTRAKS
Lasem sebuah kota di pesisir pantai utara pulau Jawa, memiliki keunikan berupa adanya pemukiman Etnis Tionghoa yang kental dengan nuansa arsitektur Tionghoa.
Walaupun ada sentimen terhadap segala sesuatu yang berbau etnis Tionghoa di jaman Orde Baru yang sering memicu konflik rasial di beberapa kota, namun hal tersebut tidak
pernah terjadi di Lasem. Proses Asimiliasi dan Akulturasi yang terjadi di Lasem menjadi fokus kajian penelitian untuk dicermati secara mendalam untuk digunakan sebagai model
acuan bagi kota lain yang ingin menjaga kerukunan dan kedamaian di dalam susunan masyarakat yang majemuk. Dengan metode dokumentasi terhadap bentuk bangunan dan
pola tata ruang dalam dan luar yang mengalami proses akulturasi dan dilakukan wawancara terhadap beberapa tokoh masyarakat Lasem untuk mengetahui proses di dalam
masyarakat dalam menangani konflik Hasil dari penelitian berupa satu konsep acuan untuk panutan bagi kota lain yang ingin menciptakan masyarakat madani yang rukun,
sejahtera dan damai.
Kata Kunci:
Lasem, Akulturasi dan asimilasi
ABSTRACT
Lasem a town on the north coast of the island of Java, has a unique form for the settlement of ethnic Chinese with a thick atmosphere of Chinese architecture. Although
there is sentiment against everything that smells of ethnic Chinese in the New Order era that often lead to racial conflicts in some cities, but it never happened in Lasem.
Assimilation and Acculturation processes that occur in Lasem become the focus of research studies for in depth scrutiny to be used as a reference model for other cities that want to
maintain harmony and peace in a pluralistic society arrangement. With the method of documentation for building forms and spatial patterns in and out were undergoing a
process of acculturation and conducted interviews with some community leaders Lasem for processes within the community in dealing with conflict. Results of research in the form of a
reference to the concept of a role model for other cities that want to create a civil society that is harmonious, prosperous and peaceful.
Keywords: Lasem, Acculturation and assimilation
PENDAHULUAN
Penelitian terhadap Kota Lasem ini dilakukan selama dua tahun. Pada tahun pertama dilakukan dokumentasi, pengukuran dan penggambaran ulang Rumah di Lasem yang terdiri dari
tiga bentuk langgam Arsitektur. Terdapat Rumah dengan arsitektur Tionghoa, Belanda dan Jawa. Dari pengamatan tahu pertama telah diketemukan adanya proses saling mempengaruhi bentuk
bangunan berupa akulturasi karya arsitektur. Rumah Tionghoa memiliki pola tata ruang mirip dengan rumah tradisional Jawa. Hal ini di sebabkan mendaratnya orang Tionghoa di Lasem yang
membawa keahlian dalam bidang pertanian, pertukangan, perkebunan dankeahlian lainnya.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
300 Pendatang ini semuanya laki-laki dan mereka menikah dengan perempuan Jawa. Di sini mulai
terjadi asimilasi dan akulturasi budaya. Pertukangan masyarakat Lasem dalam membangun rumah mulai maju dan terpengaruh dengan budaya Tionghoa. Sebaliknya rumah orang Tionghoa juga
terpengaruh dengan pola tata ruang Jawa. Sementara itu adanya penjajahan Belanda pada masa lalu, membuat interaksi dengan Belanda juga terjadi di Lasem. Ada orang Tionghoa yang membangun
rumah dengan langgam kolonial Belanda, namun pola tata ruangnya tetap seperti rumah Tionghoa pada umumnya di Lasem. Tiga langgam arsitektur ini melebur dan saling mempengaruhi. Pada
tahun kedua mulai diamati tentang kerukunan di kota Lasem. Ada beberapa hal yang perlu diamati, antara lain:
a. Kota Lasem banyak terdapat arsitektur Tionghoa secara mencolok, namun tidak menimbilkan konflik
b. Bentuk bangunan di Lasem cenderung tertutup dan memiliki kesan tertutup, namum interaksi dengan masyarakat tetap dapat berjalan bahkan dapat dikatakan harmonis.
c. Dari skala kota, Ladem tidak pernah mengalami konflik horisontal yang dipicu masalah SARA, sementara di kota lain tercatat beberapa kali mengalami konflik yang cukup serius.
Dari pengamatan tersebut, mulai ditelusuri pemecahan masalah yang dilakukan masyarakat Lasem yang berupaya menciptakan masyarakat madani, yang tentram, damai dan selalu rukun.
KAJIAN PUSTAKA
Konflik dan Antisipasinya
Kata “konflik” sebenarnya terdiri dari dua kata dalam bahasa Latin, yaitu kata “con” yang
artinya; bersama dan kata “fligere” yang artinya; benturan atau tabrakan.Elly M. Setiadi dan
Usman Kolip, 2011. Menurut pendapat Theodorson Theodorson, 1979 Konflik memiliki pengertian sebagai perjuangan yang dilakukan secara sadar dan langsung antara individu dan atau
kelompok untuk tujuan yang sama. konflik sebenarnya merupakan suatu yang berawal dari ketidakcocokan yang bersifat subyektif terhadap nilai-nilai atau tujuan-tujuan, yang diwujudkan
dalam perilaku sengaja untuk mengganggu segala upaya yang dilakukan orangkelompok lain yang sedang berupaya mencapai tujuan tertentu. Konflik menjadi masalah apabila dampak yang terjadi
mulai menghambat produktivitas, mulai menurunkan moralitas, memivu terjadinya konflik lain dan berkelanjutan, menyebabkan perilaku atau keadaan yang tidak menyenangkan.
Lima cara untuk mengatasi konflik sosial, menurut Pasaribu, R.B.F. 2013, mulai dari cara damai sampai cara paksaan. Kelima cara tersebut adalah sebagai berikut:
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
301 1. Konsiliasi
2. Mediasi 3. Arbitrasi
4. Paksaan 5. Detente
KehadirandanPeran Orang Tionghoa di Jawa
Gondomono 2013 dalam buku Manusia dan Kebudayaan HAN, menuliskan, bahwa ketika Kaisar Kubilai Khan seorang warga kelompok etnik Mongol- menguasai Tiongkok 1280-
1367, seperti yang dilakukan kaisar-kaisar Tiongkok yang lainnya, diajuga menuntut agar penguasaatau raja-raja Negara di sekeliling Tiongkok untuk mengirinkan upeti setiap setahun atau
dua tahun sekali. Namun Kertanegara, yang berkuasa sebagai raja di Jawa ini menentangnya. Bahkan utusan Kubilai Khan dilukai, yang mengakibatkan kemarahan Kubilai Khan. Maka Kubilai
Khan mengirim 20.000 pasukan yang sebagian besar orang Han menyerbu pulau Jawa. Tahun 1292 saat berlayar, pasukan ini diterpa badai dan mendarat di Bangka. Sebagian pasukan ini
menetap dan berbaur dengan penduduk setempat. Pasukan yang lain kemudian melanjutkan perjalanan ke Jawa da nmendarat di sekitar Tuban pada awal 1293. Saatitu Kertanegara telah
dibunuh oleh musuhnya. Maka Raden Wijaya, menantu Kertanegara, dengan tipuday nya meminta pasukan Kubilai Khan untuk membantu menghancurkan musuh ayah mertuanya. Setelah berhasil
menumpas musuhnya dalam peperangan yang sengit, tiba tiba pasukan raden Wijaya menyerang pasukan Kubilai Khan yang sudah kelelahan tersebut, banyak yang mati, namun yang hidup
menyerahkan diri dan tunduk pada pasukan radenWijaya. Mereka berbaur dan menyebar di sekitar daerah itu.
Hal ini yang merupakan awal dari keberadaan orang Tionghoa di sekitar Tuban sampai Lasem dan Rembang. Selanjutnya tercatat pula adanya banyak pedagang yang dating kekota-kota di
Jawa termasuk Lasem yang saat itu menjadi kota pelabuhan yang sangat maju.Kehadiran dan peran orang Tionghoa yang datang ke Jawa tahun 1683, tidak hanya semata-mata berdagang, namun juga
membaur dengan memberikan keahliannya. Mereka mengajarkan pertanian, pertukangan, kerajinan dan segala macam pengolahan makanan danbahan baku lainnya. Sementara itu kedatangan orang
Tionghoa pertama yang hanya terdiri dari laki-laki saja, membuat mereka berbaur dan menikah dengan orang Pribumi Daradjadi, 2013, hal 56-57.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
302
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini dilakukan dengan wawancara terhadap beberapa tokoh Lasem, antara
lain: KH Zaim Achmad Masshoem Gus Zaim Pembina Pondok Pesantren Kauman, Lasem,
selaku tokoh masyarakat Jawa dan Muslim, selanjutnya dengan Bapak NjooTjoenHien atau Sigid Witjaksana selaku tokoh masyarakat Tionghoa dan Asimilasi, kemudian dengan Bapak Sie Hwie
Djan atau Gandor selaku ketua MAKIN Majelis Agama Khong Hu Cu Indonesia Lasem
Gambar 1. Wawancara dengan tokoh masyarakat Lasem
Wawancara dilakukan untuk menggali informasi tentang upaya menjaga kerukunan dan sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat samapi menghasilkan kesadaran terhadap pentingnya
menjaga kerukunan dan kebersamaan dalam menciptakan masyarakat madani.
PEMBAHASAN Pengalaman sejarah sebagai pemersatu kota Lasem
Pada tahun 1743-1745, Lasem dipimpin oleh Adipatid engan nama Raden Ngabehi Widyadiningrat, yang merupakan seorang Tionghoa muslim dan sekaligus Mayor Belanda. Nama
asli dari Adipati ini adalah OeyIngKiat. Adipati Raden Ngabehi Widyadiningrat berteman dengan putra Adipati Lasem sebelumnya Tejakusuma V. 1714-1727, yaitu Raden Panji Margono yang
merupakan orang pribumi. Selain itu juga berteman dengan seorang pendekar kungfu bernama Tan Kee Wie. Ketiganya saling mengangkat saudara dan berjuang melawan Belanda. Mereka melawan
VOC terkait dengan pembantaian orang Tionghoa di Batavia yang terkenal dengan Perang Kuning. Pada pemeberontakan melawan VOC ini ketiganya gugur. Jasa mereka dikenang dan dihormati di
klenteng Gie Yong Bio, di daerah Babagan.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
303
Gambar2. Klenteng Gie Yong Bio, di Daerah Babagan sebagai ikan pemersatu di Lasem
Cerita kepahlawanan ketiga tokoh ini menjadi cerita yang diturunkan sampai saat ini. Generasi muda Lasem juga memahami dan mengagumi ketiga tokoh ini. Mereka sadar dengan
persaudaraan ketiga tokoh ini yang mewakili etnisTionghoa dan Jawa telah menyatukan dan mampu melawan Belanda di masalalu. Lasem aman, tidak dapat di adudomba oleh Belanda karena
kesadaran akan persaudaraan yang kokoh antara Tionghoa dan Jawa.
Kerukunan sebagai upaya membangun masyarakat madani
Seperti pendapat Hendropuspito, D., 1989, bahwa Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan
yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha- usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan
kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Tujuan bersama pada Masyarakat Lasem untuk tetap hidup tentram dan menyadari bahwa kekacauan akibat konflik tidak ada gunanya
merupakan senuah kesadaran komunal. Hal ini merupakan hal pokok dan terpenting dalam membangun masyarakat yang majemuk.
Kesadaran utama yang harus dibangun adalah terhadap dua hal pokok yaitu: Kesadaran terhadap kebtuhan rasa aman.
Kesadaran bahwa kekacauan konflik tidak memiliki manfaat bagi kesejahteraan masyarakat
Menurut Gerungan dalam tulisan Pasaribu, R.B.F. 2013, prasangka social social prejudice terjadi karena:
1. Kurangnya pengetahuan dan pengertian tentang hidup pihak lain 2. Adanya kepentingan perseorangan atau golongan
3. Ketidakinsyafan akan kerugian dari akibat prasangka
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
304 Semua prasangka social social prejudice harus disingkirkan seperti yang dilakukan oleh
masyarakat di Lasem. Penggalian nilai-nilai sejarah, terkait dengan pengalaman masa lalu, sejarah pembentukan masyarakat setempat, perlu digali dan dijadikan sebagai falsafah hidup
bermasyarakat. Kota Lasem berhasil menggali nilai luhur kebersamaan melalui sejarah perjuanganOeyIngKiat, Tan KeeWiedanRadenPanjiMargono yang seakan di patrikan dalam
monumen berupa KlentengGie Yong Bio, di daerahBabagan. Sedemikian pentingnya peran KlentengGie Yong Bio, maka masyarakat menjaga benar keberadaannya. Berbeda dengan daerah
lain yang memiliki sentimen terhadap bangunan Tionghoa, di Lasem bangunan ini menjadi benda pusaka yang dijaga ketat oleh etnis Tionghoa dan Jawa.
Seperti dinyatakan para ahli sosiologi Parsons, Jorgensen dan Hernandez dalam tulisan Pasaribu, R.B.F. 2013, bahwa konflik sosial memiliki manfaat bagi masyarakat, yaitu sebagai
berikut: 1. Konflik dapat meningkatkan kohesivitas dan solidaritas anggota kelompok
2. Memunculkan isu-isu, harapan-harapan yang terpendam yang dapat menjadi katalisator perubahan sosial.
3. Memperjelas norma dan tujuan kelompok 4. Munculnya pribadi-pribadi atau mental-mental masyarakat yang tahan uji dalam menghadapi
segala tantangan dan permasalahan yang dihadapi, sehingga lebih bisa mendewasakan masyarakat.
Maka konflik harus dikelola untuk menghasilkan manfaat dan mengurangi sis negatifnya. Walaupun kesadaran bahwa konflik pasti terjadi karena adanya pendapat , pandangan dan pola pikir
dari individu-individu yang beragam dan majemuk di dalam masyarakat, namun seyogyanya konflik harus diredam dengan kembali pada penyadaran terhadap nilai-nilai sejarah dan pengalaman
masa lalu yang mengikat pada keberhasilan masa lalu yang telah teruji dalam kurun waktu yang panjang.
Kesemua upaya tentu akan berhasil jika didukung dengan sikap toleransi yamg tinggi. Pasaribu, R.B.F. 2013 mengatakan, perilaku setiap orang dituntut untuk mengikuti kaidah
conformity yang ada di masyarakatnya. Apabila setiap perilaku anggota masyarakat mengacu pada kaidahkaidah tersebut, maka di dalam kehidupan bermasyarakat akan berlangsung suasana
yang teratur. Oleh karena itu, setiap orang memiliki dorongan dan keinginan untuk bergaul dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan sebagai individu maupun sebagai mahluk
sosial. Dalam menjalin hubungan tersebut akan terjadi saling menghormati dan saling
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
305 mempengaruhi, yang akan menumbuhkan suatu perasaan saling membutuhkan, sehingga
mendorong setiap orang untuk berperilaku sosial. Semua uraian tersebut di atas dapat dirangkum dalam bagan alir yang dpat digunakan sebagai acuan
yang diterapkan dalam tatanan masyarakat di kota lain. Sejauh kesadaran dan keinginan untuk hidup aman telah muncul dari dalam.
Pengalaman Sejarah
Kesadaran tentang rasa aman
Manajemen Konflik
Sikap Toleransi
Menggali tata nilai masyarakat yang
telah ditinggalkan oleh para leluhur
dalam nilai-nilai luhur
Membangun kesadaran, bahwa
kedamaian akan membuat kegiatan
bermasyarakat tidak terganggu
Membangun kesadaran bahwa
kerusuhan dan kekacauan akan
berimbas pada diri sendiri
Kesadaran bahwa konflik pasti terjadi
dan alamiah
Berupaya meredam konflik
Gambar 3. Acuan Proses Asimilasi dan Akulturasi Untuk Tatanan Masyarakat yang Damai
KESIMPULAN
Kerukunan dan kemampuan meredam konflik di dalam kehidupan bermasyarakat, di Lasem, berawal dari sejarah yang mencatat leluhur masyarakat Tionghoa dan leluhur masyarakat jawa di
masa lampau telah mencapai tahapan kesadaran, bahwa kerukunan dan kedamaian dalam masyarakat lebih bermanfaat dan mampu meningkatkan kehidupan social dan ekonomidi
bandingkan dengan suasan konflik. Untuk itu masyarakat Lasem selalu menjaga dan memepertahankan kerukunan tersebut. Bukan berarti bahwa konflik, adanya provokasi dari
masyarakat luas, kesalah pahaman tidak ada di sepanjang perjalanan kehidupan masyarakat Lasem,
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
306 namun kesemuanya ini selalu diantisipasi dan di selesaikan, karena mereka tidak menginginkan
adanya kerugian yang harus mereka tanggung sendiri, jika suasana masyarakatnya tidak kondusif. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Direktur Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Direktorat Riset
dan Pengabdian Masyarakat yang telah memberi dana penelitian ini melalui dana hibah Fundamental tahun II dengan judul ”Telaah Konsep Tata Ruang Dan Sistem Bangunan Arsitektur
Tionghoa Di Pecinan Lasem”
DAFTAR PUSTAKA Daradjadi, 2013, Geger Pacinan 1740-1743 Persekutuan Tionghoa-Jawa melawan VOC, Jakarta,
PT Kompas Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, 2011 Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal 345
Gondomono 2013 ManusiadanKebudayaan HAN, Jakarta Penerbit Buku Kompas Hendropuspito, D., 1989. Sosiologi Semantik. Yogyakarta: Kanisius. Hal: 233.
Pasaribu, R.B.F.
2013, Konflik
Sebagai Proses
Sosial, https:rowlandpasaribu.files.wordpress.com201302bab-12-konflik-sosial.pdf, diunduh 2
November 2015 jam 12:49 Theodorson G,A and Theodorson A.G. 1979, A Modern Dictionaryof Sociology, Barnes and
Nobles, New York
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
307
PENGELOMPOKAN KECAMATAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BERDASARKAN TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK TAHUN 2014 DENGAN
MENGGUNAKAN K-MEANS CLUSTER ANALYSIS Rethy Amelia
1
, Jaka Nugraha
2
1
Mahasiswa Jurusan Statistika Fakultas MIPA UII
2
Dosen Prodi Statistika Fakultas MIPA UII Rethy.ameliayahoo.co.id
ABSTRAK
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas 3.185,80 km
2
yang terdiri atas satu kota, dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan, dan 438 desakelurahan.
Dengan luas wilayah 3.185,80 km² atau 0,17 dari luas Indonesia 1.860.359,67 km² Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki angka kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per
km² BKPM Yogyakarta 2012, berdasarkan Data Publikasi DIY Dalam Angka DDA kepadatan penduduk ini berada pada urutan ketiga secaranasional setelah Provinsi DKI
Jakarta dan Jawa Barat, yang masing-masing memiliki kepadatanpenduduk 14.469 jiwa per km2dan 1.217 jiwa per km2.Menurut Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri
Sultan Hamengku Buwono X“Pertumbuhan penduduk Yogyakarta berada di luarperkiraan, pertumbuhan tersebut menyebabkan tingginya kepadatan penduduk yang dapat
memunculkan berbagai permasalahan kependudukan”.Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengelompokan kecamata-kecamatan kedalam tiga kelompok
berdasarkan tingkat kepadatan. Untuk menganalisis data tersebut menggunakan bantuan software SPSS 16.0, dan Microsoft Excel 2010. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis klaster dengan menggunakan metode K-means. Berdasarkan data dari Biro Tata Pemerintahan, setalah dilakukan analisis data tersebut terbagi menjadi
tiga kelompok, dimana karakteristik dari kelompok satu merupakan kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan sedang, kelompok dua merupakan kecamatan yang tidak padat
penduduk dan kelompok tiga merupakan kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan tinggi.
Kata Kunci : Yogyakarta, Kepadatan penduduk, Analisis kelompok.
ABSTRACT
Yogyakarta has an area of 3185.80 km2 consisting of one city and regency, which are subdivided into 78 districts, and 438 villages wards, with an area of 3185.80 square
kilometers or 0.17 of total Indonesia 1,860. 359.67 km² Yogyakarta has a population density of figure is about 1,084 inhabitants per km² BKPM Yogyakarta 2012, based on
Data Publication DIY In Figures DDA population density is in third place nationally after Jakarta and West Java, which each having a population density of 14.469 inhabitants
per km2 and 1,217 inhabitants per km2. According to the Yogyakarta’s Governor, Sri Sultan HB X said : Yogyakarta’s population growth is outside estimates, the growth
resulting in high population density can give rise to various problems of population. Therefore the purpose of this study was to categorize the districs into three groups based
on the level of density. To analyze the data using SPSS 16.0 and Microsoft Excel 2010. The analysis method that used in this study is a cluster analysis using K-means. Based on data
from the Bureau of Governance, after the data analysis is divided into three groups, in which the characteristics of the group is a district that has a level of medium density, group
two is a district that is not densely populated, and a group of three is a district that has a high density.
Keywords : Yogyakarta, population density, cluster analysi
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
308
PENDAHULUAN
Daerah Istimewa Yogyakarta DIY adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku Alaman.
Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah, dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki
luas 3.185,80 km
2
ini terdiri atas satu kota, dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan, dan 438 desakelurahan.
Dengan luas wilayah 3.185,80 km² atau 0,17 dari luas Indonesia 1.860.359,67 km² Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki angka kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km² BKPM
Yogyakarta 2012, artinya setiap 1 km2 wilayah DIY dihuni oleh 1.084 jiwa penduduk.Berdasarkan Data Publikasi DIY Dalam Angka DDA kepadatan penduduk ini berada pada urutan ketiga
secaranasional setelah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, yang masing-masing memiliki kepadatanpenduduk 14.469 jiwa per km2dan 1.217 jiwa per km2.
Dari empat kabupaten dan satu kota di Provinsi DI Yogyakarta, Kota Yogyakarta memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu 12.123 jiwa per km2. Hal inimengindikasikan bahwa sebaran
penduduk di DIY tidak merata hanya terfokus di wilayah pusat. Tingginya kepadatan penduduk di KotaYogyakarta sangat berkaitan dengan statusnya sebagai ibukota pemerintahan maupun sebagai
pusatperekonomian dan pendidikan sehingga pertumbuhan penduduk di wilayah ini terbilang tinggi. Menurut Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono
X“Pertumbuhan penduduk Yogyakarta berada di luarperkiraan, pertumbuhan tersebut menyebabkan tingginya kepadatan penduduk yang dapat
memunculkan berbagai permasalahan kependudukan”. Diantaranya permasalahan ekonomi, sosial, angka kriminalitas tinggi dan permasalahan
kependudukan lainnya seperti pengangguran yang tinggi serta kemiskinan. Selain itu menurut Herry sebagai guru besar UGM “kepadatan penduduk di Kota Jogja, sudah
harus dipecahkan mulai dari tingkat kampung”. Hal ini menandakan bahwa kepadatan penduduk di hampir seluruh wilayah kota yogyakarta cukup menghawatirkan.Untuk mengatasi masalah
kepadatan penduduk, menurut guru besar UGM inimerupakan tiga kunci sukses sebuah kota. Selain pengaturan jarak distance dan spesialisasi division.Sangat penting sebuah kota mengurai
kepadatan penduduk ini, ujarnya. Oleh karena itu berdasarkan informasi tersebut agar pemerintah dapat terfokus dalam
menyelesaikan permasalahan ini maka peneliti bermaksud menggambarkan sebaran kepadatan
Yogyakarta, 16 Desember 2015
309 penduduk dengan mengelompokan kecamatan-kecamatan yang ada di provinsi DI Yogyakarta
berdasarkan kondisi kepadatan.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui gambaran luas wilayah, jumlah penduduk dan jumlah desa per kecamatan di
Provinsi Yogyakarta. 2. Mengetahui kecamatan-kecamatan yang masuk pada masing-masing kelompok tersebut.
3. Mengetahui bagaimana karakteristik dari masing-masing kelompok tersebut.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 02 Februari sampai dengan 28 Februari 2015 di Biro Tata Pemerintahan bagian kependudukan Provinsi Yogyakarta. Obyek yang diteliti dalam penelitian
ini adalah kepadatan penduduk di Provinsi Yogyakarta yang dilihat dari data sekunder tentang jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah desa per kecamatan di Provinsi yogyakarta pada tahun
2014. Metode analisis yang digunakan analisis klaster non hirarki k-means klaster dengan menggunakan bantuan Software Microsoft Excel 2010dan SPSS 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelompok
Terdapat beberapa tahapan untuk melakukan pengelompokkan dengan menggunakan metode non hirarki atau metode k-means. Beberapa tahapan diantaranya adalah sebagai berikut :
1 Menentukan k sebagai jumlah cluster
Untuk menentukan banyaknya cluster k dilakukan dengan beberapa pertimbangan seperti pertimbangan teoritis dan konseptual yang mungkin diusulkan untuk menentukan berapa banyak
cluster. Pada penelitian ini k sebagai jumlah cluster ditentukan berdasarkan kebutuhan penelitian.
2 Hasil Pembagian Kelompok
Berdasarkan hasil akhir analisis K-means dengan menggunakan program SPSS didapat tiga klasterkelompok berdasarkan tingkat kepadatan penduduk dengan karakteristik klaster 1 terdiri dari
40 kecamatan, klaster 2 terdiri dari 26 kecamatan, dan klaster 3 terdiri dari 12 kecamatan.
3 Identifikiasi Kelompok
Dari hasil pembagian pada pada masing-masing kelompok tersebut, pada tahap ini akan dilakukan pendefinisian pada masing-masing kelompok dengan menggunakan uji parsial F,
310 pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variabel mana yang merupakan variabel pembeda dalam
kelompok yang telah terbentuk. Adapun hasil pengujiannya adalah sebagai berikut :
Tabel 1. ANOVA
F Sig.
luas_wilayah 69.277
9.083532148438142E-18 Jml_pnddk
65.349 3.7041795228634537E-17
Jml_desa 34.744
2.0946977899120212E-11
- Hipotesis
H :Variabel X
i
bukanvariabelpembedadalampeng-cluster-an i = 1,2,3 H
1
:Variabel X
i
merupakanvariabelpembedadalampeng-cluster-an i = 1,2,3 -
Tingkat signifikansi α : 5 -
Daerah Kritis TolakH
0 ,
jikaF
hitung
F
α :k-1;n-k
atau p- value α
- Statistik Uji :
Tabel 2. statistik uji untuk anova
Variabel p-value
Luas wilayah
9.083532148438142E-18
Jumlah Penduduk
3.7041795228634537E-17
Jumlah Desa
2.0946977899120212E-11
- Keputusan :
Tabel 3. Daerah penolakan uji anova
Variabel p-value
Keputusan Luas wilayah
9.08 x 10
-18
p-value α Tolak H
Jumlah Penduduk 3.70 x 10
-17
p-value α Tolak H
Jumlah Desa 2.09 x 10
-11
p-value α Tolak H
- Kesimpulan :
Dari hasil pengujian parsial F anova diatas, dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 dapat disimpulkan semua variabel merupakan variabel pembeda dalam analisis ini, adapun
Yogyakarta, 16 Desember 2015
311 variabel yang paling dominan adalah variabel luas wilayah dan jumlah penduduk, hal ini didasarkan
pada nilai statistik uji dari kedua variabel tersebut paling tinggi diantara variabel yang lain. Berdasarkan hasil pengujian anova di atas, maka untuk mengklasifikasikan industri yang termasuk
ke dalam kelompok 1,
Gambar 1. Scatter plot data kecamatan berdasarkan variabel luas wilayah dan jumlah penduduk.
Berdasarkan hasil plot diatas kelompok cluster 1 memiliki karakteristik luas wilayah rendah dan jumlah penduduk rendah, kelompok cluster 2 memiliki karakteristik luas wilayah
tinggi dan jumlah penduduk rendah, sedangkan kelompok cluster 3 memiliki karakteristik luas wilayah rendah dan jumlah penduduk tinggi. Oleh karena itu, berdasarkan karakteristik tersebut
kelompok 1 didefinisikan sebagai kelompok yang berisi kecamatan-kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk sedang, kelompok 2 didefinisikan sebagai kelompok yang berisi
kecamatan-kecamatan yang memiliki tingkat kepdatan penduduk rendah, sedangkan kelompok 3 didefinisikan sebagai kelompok yang berisi kecamatan-kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan
tinggi.