Analisis dengan Minimum Support 0.4, Minimum Confident 0.4 dan MinimalItems 2.
                                                                                ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
297 Dari output di atas maka di dapat hasil akhir pola hubungan assosiatif dengan nilai support
tertinggi yaitu jika terjadi abrasi dengan kondisi gelombang pasang maka rumah rusak dengan nilai support sebesar 0.4047619 dan nilai confident sebesar 0.7083333. Jika terjadi abrasi karena rumah
rusak maka gelombang pasang dengan nilai support sebesar 0.4047619 dan nilai confident  sebesar 0.5. Berikut tabel Final Association Rule:
Tabel 3. Tabel Final Association Rule No
Aturan Supp
Conf Support ×
Confidence
1 Jika kejadian abrasi
“gelombang pasanag” maka “rumah rusak”
40 70
28 2
Jika kejadian abrasi “rumah rusak” maka
“gelombang pasang” 40
50 20
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa: 3.
Metode  Association  Rule  dengan  algoritma  apriori  dapat  diaplikasikan  dalam  data kebencanaan.
4. Pola  hubungan  assosiatif  yang  terjadi  dari  data  abrasi  di  Indonesia  tahun2011hingga  tahun
2014 dengan nilai support tertinggi yaitu: a.  Jika  terjadi  abrasi  dengan  kondisi  gelombang  pasang  maka  mengakibatkan  rumah  rusak
dengan nilai support sebesar 0.4047619 dan nilai confident sebesar 0.7083333. b.  Jika  terjadi  abrasidengan  rumah  rusak  maka  gelombang  pasang  dengan  nilai  support
sebesar 0.4047619 dan nilai confident  sebesar 0.5. 5.
Dengan mengetahui pola bencana abrasi laut, diharapkan mitigasi bencana secara dini dapat dilakukan, sehingga dapat meminimalisir korban jiwa.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih  kepada  Allah
Subhanahu  Wa  Ta’ala  dan  Rasulullah  SAW  yang  selalu memberikan rahmat, berkah, kesehatan, dan petunjuk bagi hamba-Nya. Kepada kedua orang tua dan
keluarga  yang  telah  memberikan  doa  dan  dukungannya.  Bapak  Prof.  Akhmad  Fauzy,  M.Si  yang telah sabar membimbing penulis selama penyusunan paper ini.Teman-teman Jurusan Statistika UII
angkatan  2012yang  sudah  banyak  memberikan  semangat  dan  bantuan  dalam  memulai  dan mengakhiri paper ini.Semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu per satu, terimakasih.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
298
DAFTAR PUSTAKA
Hu, Ruijuan. 2010. “Medical Data Mining Based on Association Rules”. Computer and Information Science Journal, Volume 3, No. 4, pp 104-108
Ongkosongo,  O.S.R.  2006.  Laporan  Pengamatan  Pantai  Jambo  Timu-Lancok  Kabupaten Lokseumawe, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam: 59 hal.
Salam, M. 2007. Perubahan Garis Pantai Di Wilayah Pesisir Perairan Cisadane, Provinsi Banten . MAKARA, SAINS, VOL. 11, NO. 1, APRIL 2007: 49-55 49
Setianingsih,  Dewi.  2015.  “Penerapan  Data  Mining  Dalam  Analsis  Kejadian  Tanah  Longsor  Di Indonesia Dengan Menggunakan Algoritma Association Rule Metode Apriori
”. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UMS 2015, pp 731-741
Suryani,  Ira.  2014.  Analisis  Abrasi  Pantai  Tuapeijat  Di  Kecamatan  Sipora  Utara  Kabupaten Kepulauan  Mentawai.  Jurnal  Sekolah  Tinggi  Keguruan  Dan  Ilmu  Pendidikan  STKIP  PGRI
Sumatera Barat Padang Triyanto, W.A. 2014. “Association Rule Mining Untuk penentuan Rekomendasi Promosi Produk”.
Jurnal SIMETRIS, Volume 5, No. 2, pp 121-126 Tyas,  E.W.  2008.  “Penerapan  Metode  Association  RuleMenggunakan  Algoritma  Apriori  untuk
Analisa  Pola  Data  Hasil  Tangkapan  Ikan”.  Jurnal  Teknologi  Informasi  dan  Komunikasi,  Volume
21, No. 3, pp 1-4 Wirdasari,  D.  dan  Calam,  A.
2011.  “Penerapan  Data  Mining  untuk  Mengolah  Data  Penempatan Buku  di  Perpustakaan  SMK  TI  PAB  7  Lubuk  Pakam  dengan  Metode  Association  Rule”.  Junal
SAINTIKOM, Volume 10, No.2, pp137-150
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
299
LASEM SEBAGAI MODEL KOTA MADANI
L.M.F. Purwanto
1
, Yulita Titiek S
2
1
Program Studi Arsitektur, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
2
Program Studi Arsitektur, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang email: lmfpoergmail.com
ABSTRAKS
Lasem  sebuah  kota  di  pesisir  pantai  utara  pulau  Jawa,  memiliki  keunikan  berupa adanya  pemukiman  Etnis  Tionghoa  yang  kental  dengan  nuansa  arsitektur  Tionghoa.
Walaupun  ada  sentimen  terhadap  segala  sesuatu  yang  berbau  etnis  Tionghoa  di  jaman Orde Baru yang  sering memicu konflik rasial di  beberapa kota, namun hal tersebut tidak
pernah terjadi di Lasem. Proses Asimiliasi dan Akulturasi yang terjadi di Lasem menjadi fokus kajian penelitian untuk dicermati secara mendalam untuk digunakan sebagai model
acuan  bagi  kota  lain  yang  ingin  menjaga  kerukunan  dan  kedamaian  di  dalam  susunan masyarakat  yang  majemuk.  Dengan  metode  dokumentasi  terhadap  bentuk  bangunan  dan
pola  tata  ruang  dalam  dan  luar  yang  mengalami  proses  akulturasi  dan  dilakukan wawancara terhadap beberapa tokoh masyarakat Lasem untuk mengetahui proses di dalam
masyarakat  dalam  menangani  konflik  Hasil  dari  penelitian  berupa  satu  konsep  acuan untuk  panutan  bagi  kota  lain  yang  ingin  menciptakan  masyarakat  madani  yang  rukun,
sejahtera dan damai.
Kata Kunci:
Lasem, Akulturasi dan asimilasi
ABSTRACT
Lasem  a  town  on  the  north  coast  of  the  island  of  Java,  has  a  unique  form  for  the settlement  of  ethnic  Chinese  with  a  thick  atmosphere  of  Chinese  architecture.  Although
there  is  sentiment  against  everything  that  smells  of  ethnic  Chinese  in  the  New  Order  era that  often  lead  to  racial  conflicts  in  some  cities,  but  it  never  happened  in  Lasem.
Assimilation and Acculturation processes that occur in Lasem become the focus of research studies for in depth  scrutiny to be used as a reference model for other cities that  want to
maintain  harmony  and  peace  in  a  pluralistic  society  arrangement.  With  the  method  of documentation  for  building  forms  and  spatial  patterns  in  and  out  were  undergoing  a
process of acculturation and conducted interviews with some community leaders Lasem for processes within the community in dealing with conflict. Results of research in the form of a
reference to the concept of a role model for other cities that want to create a civil society that is harmonious, prosperous and peaceful.
Keywords: Lasem, Acculturation and assimilation
PENDAHULUAN
Penelitian  terhadap  Kota  Lasem  ini  dilakukan  selama  dua  tahun.  Pada  tahun  pertama dilakukan  dokumentasi,  pengukuran  dan  penggambaran  ulang  Rumah  di  Lasem  yang  terdiri  dari
tiga  bentuk  langgam  Arsitektur.  Terdapat  Rumah  dengan  arsitektur  Tionghoa,  Belanda  dan  Jawa. Dari  pengamatan  tahu  pertama  telah  diketemukan  adanya  proses  saling  mempengaruhi  bentuk
bangunan  berupa  akulturasi  karya  arsitektur.  Rumah  Tionghoa  memiliki  pola  tata  ruang  mirip dengan  rumah  tradisional  Jawa.  Hal  ini  di  sebabkan  mendaratnya  orang  Tionghoa  di  Lasem  yang
membawa  keahlian  dalam  bidang  pertanian,  pertukangan,  perkebunan  dankeahlian  lainnya.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
300 Pendatang  ini  semuanya  laki-laki  dan  mereka  menikah  dengan  perempuan  Jawa.  Di  sini  mulai
terjadi asimilasi dan akulturasi  budaya. Pertukangan masyarakat  Lasem dalam membangun rumah mulai  maju  dan  terpengaruh  dengan  budaya  Tionghoa.  Sebaliknya  rumah  orang  Tionghoa  juga
terpengaruh dengan pola tata ruang Jawa. Sementara itu adanya penjajahan Belanda pada masa lalu, membuat  interaksi  dengan  Belanda  juga  terjadi  di  Lasem.  Ada  orang  Tionghoa  yang  membangun
rumah dengan langgam kolonial Belanda, namun pola tata ruangnya tetap seperti rumah Tionghoa pada  umumnya  di  Lasem.  Tiga  langgam  arsitektur  ini  melebur  dan  saling  mempengaruhi.  Pada
tahun kedua mulai diamati tentang kerukunan di kota Lasem. Ada beberapa hal yang perlu diamati, antara lain:
a.  Kota  Lasem  banyak  terdapat  arsitektur  Tionghoa  secara  mencolok,  namun  tidak menimbilkan konflik
b.  Bentuk  bangunan  di  Lasem  cenderung  tertutup  dan  memiliki  kesan  tertutup,  namum interaksi dengan masyarakat tetap dapat berjalan bahkan dapat dikatakan harmonis.
c.  Dari  skala  kota,  Ladem  tidak  pernah  mengalami  konflik  horisontal  yang  dipicu  masalah SARA, sementara di kota lain tercatat beberapa kali mengalami konflik yang cukup serius.
Dari pengamatan tersebut, mulai ditelusuri pemecahan masalah yang dilakukan masyarakat Lasem yang berupaya menciptakan masyarakat madani, yang tentram, damai dan selalu rukun.
KAJIAN PUSTAKA
Konflik dan Antisipasinya
Kata “konflik” sebenarnya terdiri dari dua kata dalam bahasa Latin, yaitu kata  “con” yang
artinya;  bersama  dan  kata “fligere”  yang  artinya;  benturan  atau  tabrakan.Elly  M.  Setiadi  dan
Usman  Kolip,  2011.  Menurut  pendapat  Theodorson    Theodorson,  1979  Konflik  memiliki pengertian sebagai perjuangan  yang dilakukan secara sadar dan langsung antara individu dan atau
kelompok  untuk  tujuan  yang  sama.  konflik  sebenarnya  merupakan  suatu  yang  berawal  dari ketidakcocokan  yang  bersifat  subyektif    terhadap  nilai-nilai  atau  tujuan-tujuan,  yang  diwujudkan
dalam perilaku sengaja untuk mengganggu segala upaya yang dilakukan orangkelompok lain yang sedang  berupaya  mencapai  tujuan  tertentu.  Konflik  menjadi  masalah  apabila  dampak  yang  terjadi
mulai menghambat produktivitas, mulai menurunkan moralitas, memivu terjadinya konflik lain dan berkelanjutan, menyebabkan perilaku atau keadaan yang tidak menyenangkan.
Lima  cara untuk mengatasi konflik sosial, menurut Pasaribu, R.B.F. 2013, mulai dari cara damai sampai cara paksaan. Kelima cara tersebut adalah sebagai berikut:
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
301 1.   Konsiliasi
2.   Mediasi 3.   Arbitrasi
4.   Paksaan 5.   Detente
KehadirandanPeran Orang Tionghoa di Jawa
Gondomono  2013  dalam  buku  Manusia  dan  Kebudayaan  HAN,  menuliskan,  bahwa ketika  Kaisar  Kubilai  Khan  seorang  warga  kelompok  etnik  Mongol-  menguasai  Tiongkok  1280-
1367,  seperti  yang  dilakukan  kaisar-kaisar  Tiongkok  yang  lainnya,  diajuga  menuntut  agar penguasaatau raja-raja Negara di sekeliling Tiongkok untuk mengirinkan upeti setiap setahun atau
dua  tahun  sekali.  Namun  Kertanegara,  yang  berkuasa  sebagai  raja  di  Jawa  ini  menentangnya. Bahkan utusan Kubilai Khan dilukai, yang mengakibatkan kemarahan Kubilai Khan. Maka Kubilai
Khan  mengirim  20.000  pasukan  yang  sebagian  besar  orang  Han  menyerbu  pulau  Jawa.  Tahun 1292  saat  berlayar,  pasukan  ini  diterpa  badai  dan  mendarat  di  Bangka.  Sebagian  pasukan  ini
menetap  dan  berbaur  dengan  penduduk  setempat.  Pasukan  yang  lain  kemudian  melanjutkan perjalanan  ke  Jawa  da  nmendarat  di  sekitar  Tuban  pada  awal  1293.  Saatitu  Kertanegara  telah
dibunuh oleh musuhnya. Maka Raden Wijaya, menantu Kertanegara, dengan tipuday nya meminta pasukan  Kubilai  Khan  untuk  membantu  menghancurkan  musuh  ayah  mertuanya.  Setelah  berhasil
menumpas  musuhnya  dalam  peperangan  yang  sengit,  tiba  tiba  pasukan  raden  Wijaya  menyerang pasukan  Kubilai  Khan  yang  sudah  kelelahan  tersebut,  banyak  yang  mati,  namun  yang  hidup
menyerahkan diri dan tunduk pada pasukan radenWijaya. Mereka berbaur dan menyebar di sekitar daerah itu.
Hal  ini  yang  merupakan  awal  dari  keberadaan  orang  Tionghoa  di  sekitar  Tuban  sampai Lasem dan Rembang. Selanjutnya tercatat pula adanya banyak pedagang yang dating kekota-kota di
Jawa termasuk Lasem yang saat itu menjadi kota pelabuhan yang sangat maju.Kehadiran dan peran orang Tionghoa yang datang ke Jawa tahun 1683, tidak hanya semata-mata berdagang, namun juga
membaur dengan memberikan keahliannya. Mereka mengajarkan pertanian, pertukangan, kerajinan dan  segala  macam  pengolahan  makanan  danbahan  baku  lainnya.  Sementara  itu  kedatangan  orang
Tionghoa  pertama  yang  hanya  terdiri  dari  laki-laki  saja,  membuat  mereka  berbaur  dan  menikah dengan orang Pribumi Daradjadi, 2013, hal 56-57.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
302
METODE PENELITIAN
Pada  penelitian  ini  dilakukan  dengan  wawancara  terhadap  beberapa  tokoh  Lasem,  antara
lain:  KH Zaim Achmad  Masshoem  Gus  Zaim  Pembina  Pondok  Pesantren  Kauman,  Lasem,
selaku  tokoh  masyarakat  Jawa  dan  Muslim,  selanjutnya  dengan  Bapak  NjooTjoenHien  atau  Sigid Witjaksana  selaku  tokoh  masyarakat  Tionghoa  dan  Asimilasi,  kemudian  dengan  Bapak  Sie  Hwie
Djan atau Gandor selaku ketua MAKIN Majelis Agama Khong Hu Cu Indonesia Lasem
Gambar 1. Wawancara dengan tokoh masyarakat Lasem
Wawancara  dilakukan  untuk  menggali  informasi  tentang  upaya  menjaga  kerukunan  dan sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat samapi menghasilkan kesadaran terhadap pentingnya
menjaga kerukunan dan kebersamaan dalam menciptakan masyarakat madani.
PEMBAHASAN Pengalaman sejarah sebagai pemersatu kota Lasem
Pada  tahun  1743-1745,  Lasem  dipimpin  oleh  Adipatid  engan  nama  Raden  Ngabehi Widyadiningrat,  yang  merupakan  seorang  Tionghoa  muslim  dan  sekaligus  Mayor  Belanda.  Nama
asli dari Adipati ini adalah OeyIngKiat.  Adipati Raden Ngabehi Widyadiningrat  berteman dengan putra  Adipati  Lasem  sebelumnya  Tejakusuma  V.  1714-1727,  yaitu  Raden  Panji  Margono  yang
merupakan orang pribumi. Selain itu juga berteman dengan seorang pendekar kungfu bernama Tan Kee Wie. Ketiganya saling mengangkat saudara dan berjuang melawan Belanda. Mereka melawan
VOC terkait dengan pembantaian orang Tionghoa di Batavia yang terkenal dengan Perang Kuning. Pada pemeberontakan melawan VOC ini ketiganya gugur. Jasa mereka dikenang dan dihormati di
klenteng Gie Yong Bio, di daerah Babagan.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
303
Gambar2. Klenteng Gie Yong Bio, di Daerah Babagan sebagai ikan pemersatu di Lasem
Cerita  kepahlawanan  ketiga  tokoh  ini  menjadi  cerita  yang  diturunkan  sampai  saat  ini. Generasi  muda  Lasem  juga  memahami  dan  mengagumi  ketiga  tokoh  ini.  Mereka  sadar  dengan
persaudaraan ketiga tokoh ini yang mewakili etnisTionghoa dan Jawa telah menyatukan dan mampu melawan  Belanda  di  masalalu.  Lasem  aman,  tidak  dapat  di  adudomba  oleh  Belanda  karena
kesadaran akan persaudaraan yang kokoh antara Tionghoa dan Jawa.
Kerukunan sebagai upaya membangun masyarakat madani
Seperti  pendapat  Hendropuspito,  D.,  1989,  bahwa  Asimilasi  dapat  didefinisikan  sebagai suatu  proses  sosial  yang  ditandai  dengan  adanya  usaha-usaha  mengurangi  perbedaan-perbedaan
yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha- usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan
kepentingan-kepentingan  dan  tujuan-tujuan  bersama.  Tujuan  bersama  pada  Masyarakat  Lasem untuk  tetap  hidup  tentram  dan  menyadari  bahwa  kekacauan  akibat  konflik  tidak  ada  gunanya
merupakan  senuah  kesadaran  komunal.  Hal  ini  merupakan  hal  pokok  dan  terpenting  dalam membangun masyarakat yang majemuk.
Kesadaran utama yang harus dibangun adalah terhadap dua hal pokok yaitu:   Kesadaran terhadap kebtuhan rasa aman.
  Kesadaran bahwa kekacauan konflik tidak memiliki manfaat bagi kesejahteraan masyarakat
Menurut  Gerungan  dalam  tulisan  Pasaribu,  R.B.F.  2013,  prasangka  social  social prejudice terjadi karena:
1. Kurangnya pengetahuan dan pengertian tentang hidup pihak lain 2. Adanya kepentingan perseorangan atau golongan
3. Ketidakinsyafan akan kerugian dari akibat prasangka
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
304 Semua  prasangka  social  social  prejudice  harus  disingkirkan  seperti  yang  dilakukan  oleh
masyarakat di  Lasem.  Penggalian nilai-nilai sejarah, terkait dengan pengalaman  masa lalu, sejarah pembentukan  masyarakat  setempat,  perlu  digali  dan  dijadikan  sebagai  falsafah  hidup
bermasyarakat.  Kota  Lasem  berhasil  menggali  nilai  luhur  kebersamaan  melalui  sejarah perjuanganOeyIngKiat,  Tan  KeeWiedanRadenPanjiMargono  yang  seakan  di  patrikan  dalam
monumen  berupa  KlentengGie  Yong  Bio,  di  daerahBabagan.  Sedemikian  pentingnya  peran KlentengGie  Yong  Bio,  maka  masyarakat  menjaga  benar  keberadaannya.  Berbeda  dengan  daerah
lain yang memiliki sentimen terhadap bangunan Tionghoa, di  Lasem bangunan ini menjadi benda pusaka yang dijaga ketat oleh etnis Tionghoa dan Jawa.
Seperti  dinyatakan  para  ahli  sosiologi  Parsons,  Jorgensen  dan  Hernandez  dalam  tulisan Pasaribu,  R.B.F.  2013,  bahwa  konflik  sosial  memiliki  manfaat  bagi  masyarakat,  yaitu  sebagai
berikut: 1.   Konflik dapat meningkatkan kohesivitas dan solidaritas anggota kelompok
2.   Memunculkan  isu-isu,  harapan-harapan  yang  terpendam  yang  dapat  menjadi  katalisator perubahan sosial.
3.   Memperjelas norma dan tujuan kelompok 4.   Munculnya  pribadi-pribadi  atau  mental-mental  masyarakat  yang  tahan  uji  dalam  menghadapi
segala  tantangan  dan  permasalahan  yang  dihadapi,  sehingga  lebih  bisa  mendewasakan masyarakat.
Maka  konflik  harus  dikelola  untuk  menghasilkan  manfaat  dan  mengurangi  sis  negatifnya. Walaupun kesadaran bahwa konflik pasti terjadi karena adanya pendapat , pandangan dan pola pikir
dari  individu-individu  yang  beragam  dan  majemuk  di  dalam  masyarakat,  namun  seyogyanya konflik harus diredam dengan kembali pada penyadaran terhadap nilai-nilai sejarah dan pengalaman
masa  lalu  yang  mengikat  pada  keberhasilan  masa  lalu  yang  telah  teruji  dalam  kurun  waktu  yang panjang.
Kesemua  upaya  tentu  akan  berhasil  jika  didukung  dengan  sikap  toleransi  yamg  tinggi. Pasaribu,  R.B.F.  2013  mengatakan,  perilaku  setiap  orang  dituntut  untuk  mengikuti  kaidah
conformity  yang  ada  di  masyarakatnya.  Apabila  setiap  perilaku  anggota  masyarakat  mengacu pada  kaidahkaidah  tersebut,  maka  di  dalam  kehidupan  bermasyarakat  akan  berlangsung  suasana
yang teratur.  Oleh karena itu, setiap orang memiliki dorongan dan keinginan untuk bergaul dalam rangka  memenuhi  kebutuhan  hidupnya,  baik  kebutuhan  sebagai  individu  maupun  sebagai  mahluk
sosial.  Dalam  menjalin  hubungan  tersebut  akan  terjadi  saling  menghormati  dan  saling
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
305 mempengaruhi,  yang  akan  menumbuhkan  suatu  perasaan  saling  membutuhkan,  sehingga
mendorong setiap orang untuk berperilaku sosial. Semua uraian tersebut di atas dapat dirangkum dalam bagan alir yang dpat digunakan sebagai acuan
yang  diterapkan  dalam  tatanan  masyarakat  di  kota  lain.  Sejauh  kesadaran  dan  keinginan  untuk hidup aman telah muncul dari dalam.
Pengalaman Sejarah
Kesadaran tentang rasa aman
Manajemen Konflik
Sikap Toleransi
Menggali tata nilai masyarakat yang
telah ditinggalkan oleh para leluhur
dalam nilai-nilai luhur
Membangun kesadaran, bahwa
kedamaian akan membuat kegiatan
bermasyarakat tidak terganggu
Membangun kesadaran bahwa
kerusuhan dan kekacauan akan
berimbas pada diri sendiri
Kesadaran bahwa konflik pasti terjadi
dan alamiah
Berupaya meredam konflik
Gambar 3. Acuan Proses Asimilasi dan Akulturasi Untuk Tatanan Masyarakat yang Damai
KESIMPULAN
Kerukunan dan kemampuan meredam konflik di dalam kehidupan bermasyarakat, di Lasem, berawal  dari  sejarah  yang  mencatat  leluhur  masyarakat  Tionghoa  dan  leluhur  masyarakat  jawa  di
masa  lampau  telah  mencapai  tahapan  kesadaran,  bahwa  kerukunan  dan  kedamaian  dalam masyarakat  lebih  bermanfaat  dan  mampu  meningkatkan  kehidupan  social  dan  ekonomidi
bandingkan  dengan  suasan  konflik.  Untuk  itu  masyarakat  Lasem  selalu  menjaga  dan memepertahankan  kerukunan  tersebut.  Bukan  berarti  bahwa  konflik,  adanya  provokasi  dari
masyarakat luas, kesalah pahaman tidak ada di sepanjang perjalanan kehidupan masyarakat Lasem,
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
306 namun  kesemuanya  ini  selalu  diantisipasi  dan  di  selesaikan,  karena  mereka  tidak  menginginkan
adanya kerugian yang harus mereka tanggung sendiri, jika suasana masyarakatnya tidak kondusif. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada  Direktur Kementerian Riset, Teknologi, dan  Pendidikan  Tinggi  Direktorat  Jenderal  Penguatan  Riset  dan  Pengembangan,  Direktorat  Riset
dan  Pengabdian  Masyarakat  yang  telah  memberi  dana  penelitian  ini  melalui  dana  hibah Fundamental tahun II dengan judul ”Telaah Konsep Tata Ruang Dan Sistem Bangunan Arsitektur
Tionghoa Di Pecinan Lasem”
DAFTAR PUSTAKA Daradjadi, 2013, Geger Pacinan 1740-1743 Persekutuan Tionghoa-Jawa melawan VOC, Jakarta,
PT Kompas Elly  M.  Setiadi  dan  Usman  Kolip,  2011  Pengantar  Sosiologi  Pemahaman  Fakta  dan  Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal 345
Gondomono 2013 ManusiadanKebudayaan HAN, Jakarta Penerbit Buku Kompas Hendropuspito, D., 1989. Sosiologi Semantik. Yogyakarta: Kanisius. Hal: 233.
Pasaribu, R.B.F.
2013, Konflik
Sebagai Proses
Sosial, https:rowlandpasaribu.files.wordpress.com201302bab-12-konflik-sosial.pdf,  diunduh  2
November 2015 jam 12:49 Theodorson  G,A  and  Theodorson  A.G.  1979,  A  Modern  Dictionaryof  Sociology,  Barnes  and
Nobles, New York
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
307
PENGELOMPOKAN KECAMATAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BERDASARKAN TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK TAHUN 2014 DENGAN
MENGGUNAKAN K-MEANS CLUSTER ANALYSIS Rethy Amelia
1
, Jaka Nugraha
2
1
Mahasiswa Jurusan Statistika Fakultas MIPA UII
2
Dosen Prodi Statistika Fakultas MIPA UII Rethy.ameliayahoo.co.id
ABSTRAK
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas 3.185,80 km
2
yang terdiri atas satu kota, dan  empat  kabupaten,  yang  terbagi  lagi  menjadi 78  kecamatan,  dan  438  desakelurahan.
Dengan  luas  wilayah  3.185,80  km²  atau  0,17    dari  luas  Indonesia  1.860.359,67  km² Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki angka kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per
km²  BKPM  Yogyakarta  2012,  berdasarkan  Data  Publikasi  DIY  Dalam  Angka  DDA kepadatan  penduduk  ini  berada  pada  urutan  ketiga  secaranasional  setelah  Provinsi  DKI
Jakarta  dan  Jawa  Barat,  yang  masing-masing  memiliki  kepadatanpenduduk  14.469  jiwa per  km2dan  1.217  jiwa  per  km2.Menurut  Gubernur  Daerah  Istimewa  Yogyakarta  Sri
Sultan Hamengku Buwono X“Pertumbuhan penduduk Yogyakarta berada di luarperkiraan, pertumbuhan  tersebut  menyebabkan  tingginya  kepadatan  penduduk  yang  dapat
memunculkan  berbagai  permasalahan  kependudukan”.Oleh  karena  itu  tujuan  penelitian ini  adalah  untuk  mengelompokan  kecamata-kecamatan  kedalam  tiga  kelompok
berdasarkan  tingkat  kepadatan.  Untuk  menganalisis  data  tersebut  menggunakan  bantuan software  SPSS  16.0,  dan  Microsoft  Excel  2010.  Metode  analisis  yang  digunakan  dalam
penelitian ini adalah analisis klaster dengan menggunakan metode K-means. Berdasarkan data dari Biro Tata Pemerintahan, setalah dilakukan analisis data tersebut terbagi menjadi
tiga  kelompok,  dimana  karakteristik  dari  kelompok  satu  merupakan  kecamatan  yang memiliki tingkat kepadatan sedang, kelompok dua merupakan kecamatan yang tidak padat
penduduk  dan  kelompok  tiga  merupakan  kecamatan  yang  memiliki  tingkat  kepadatan tinggi.
Kata Kunci : Yogyakarta, Kepadatan penduduk, Analisis kelompok.
ABSTRACT
Yogyakarta has an area of 3185.80 km2 consisting of one city and regency,  which are subdivided into 78 districts, and 438 villages  wards, with an area of 3185.80 square
kilometers  or  0.17  of  total  Indonesia  1,860.  359.67  km²  Yogyakarta  has  a  population density  of  figure  is  about  1,084  inhabitants  per  km²  BKPM  Yogyakarta  2012,  based  on
Data  Publication  DIY  In  Figures  DDA  population  density  is  in  third  place  nationally after Jakarta and West Java, which each having a population density of 14.469 inhabitants
per  km2  and  1,217  inhabitants  per  km2.  According  to  the  Yogyakarta’s  Governor,  Sri Sultan  HB  X    said  :  Yogyakarta’s  population  growth  is  outside  estimates,  the  growth
resulting  in  high  population  density  can  give  rise  to  various  problems  of  population. Therefore the purpose of this study  was to categorize the districs into three groups based
on the level of density. To analyze the data using SPSS 16.0 and Microsoft Excel 2010. The analysis method that used in this study is a cluster analysis using K-means. Based on data
from  the  Bureau  of  Governance,  after  the  data  analysis  is  divided  into  three  groups,  in which the characteristics of the group is a district that has a level of medium density, group
two is a district that is not densely populated, and a group of three is a district that has a high density.
Keywords : Yogyakarta, population density, cluster analysi
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
308
PENDAHULUAN
Daerah  Istimewa  Yogyakarta  DIY  adalah  Daerah  Istimewa  setingkat  provinsi  di  Indonesia yang  merupakan  peleburan  Negara  Kesultanan  Yogyakarta  dan  Negara  Kadipaten  Paku  Alaman.
Daerah  Istimewa  Yogyakarta  yang  terletak  di  bagian  selatan  Pulau  Jawa  bagian  tengah,  dan berbatasan  dengan  Provinsi  Jawa  Tengah  dan  Samudera  Hindia.  Daerah  Istimewa  yang  memiliki
luas  3.185,80  km
2
ini  terdiri  atas  satu  kota,  dan  empat  kabupaten,  yang  terbagi  lagi  menjadi  78 kecamatan, dan 438 desakelurahan.
Dengan luas wilayah 3.185,80 km² atau 0,17  dari luas Indonesia 1.860.359,67 km² Daerah Istimewa  Yogyakarta  memiliki  angka  kepadatan  penduduk  sebesar  1.084  jiwa  per  km²  BKPM
Yogyakarta 2012, artinya setiap 1 km2 wilayah DIY dihuni oleh 1.084 jiwa penduduk.Berdasarkan Data  Publikasi  DIY  Dalam  Angka  DDA  kepadatan  penduduk  ini  berada  pada  urutan  ketiga
secaranasional  setelah  Provinsi  DKI  Jakarta  dan  Jawa  Barat,  yang  masing-masing  memiliki kepadatanpenduduk 14.469 jiwa per km2dan 1.217 jiwa per km2.
Dari  empat  kabupaten  dan  satu  kota  di  Provinsi  DI  Yogyakarta,  Kota  Yogyakarta  memiliki kepadatan penduduk tertinggi  yaitu  12.123 jiwa per km2.  Hal inimengindikasikan bahwa sebaran
penduduk di DIY tidak merata hanya terfokus di wilayah pusat.  Tingginya kepadatan penduduk di KotaYogyakarta sangat berkaitan dengan statusnya sebagai ibukota pemerintahan maupun sebagai
pusatperekonomian dan pendidikan sehingga pertumbuhan penduduk di wilayah ini terbilang tinggi. Menurut  Gubernur  Daerah  Istimewa  Yogyakarta  Sri  Sultan  Hamengku  Buwono
X“Pertumbuhan penduduk Yogyakarta berada di luarperkiraan, pertumbuhan tersebut menyebabkan tingginya  kepadatan  penduduk  yang  dapat
memunculkan  berbagai  permasalahan  kependudukan”. Diantaranya  permasalahan  ekonomi,  sosial,  angka  kriminalitas  tinggi  dan  permasalahan
kependudukan lainnya seperti pengangguran yang tinggi serta kemiskinan. Selain itu menurut Herry sebagai guru besar UGM “kepadatan penduduk di Kota Jogja, sudah
harus dipecahkan mulai dari tingkat kampung”. Hal ini menandakan bahwa kepadatan penduduk di hampir  seluruh  wilayah  kota  yogyakarta  cukup  menghawatirkan.Untuk  mengatasi  masalah
kepadatan penduduk, menurut guru besar UGM inimerupakan tiga kunci sukses sebuah kota. Selain pengaturan  jarak  distance  dan  spesialisasi  division.Sangat  penting  sebuah  kota  mengurai
kepadatan penduduk ini, ujarnya. Oleh  karena  itu  berdasarkan  informasi  tersebut  agar  pemerintah  dapat  terfokus  dalam
menyelesaikan  permasalahan  ini  maka  peneliti  bermaksud  menggambarkan  sebaran  kepadatan
Yogyakarta, 16 Desember 2015
309 penduduk  dengan  mengelompokan  kecamatan-kecamatan  yang  ada  di  provinsi  DI  Yogyakarta
berdasarkan kondisi kepadatan.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.  Mengetahui  gambaran  luas  wilayah,  jumlah  penduduk  dan  jumlah  desa  per  kecamatan  di
Provinsi Yogyakarta. 2.  Mengetahui kecamatan-kecamatan yang masuk pada masing-masing kelompok tersebut.
3.  Mengetahui bagaimana karakteristik dari masing-masing kelompok tersebut.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 02 Februari sampai dengan 28 Februari 2015 di Biro Tata Pemerintahan bagian kependudukan Provinsi Yogyakarta. Obyek yang diteliti dalam penelitian
ini  adalah  kepadatan  penduduk  di  Provinsi  Yogyakarta  yang  dilihat  dari  data  sekunder  tentang jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah desa per kecamatan di Provinsi yogyakarta pada tahun
2014.  Metode  analisis  yang  digunakan  analisis  klaster  non  hirarki  k-means  klaster  dengan menggunakan bantuan Software Microsoft Excel 2010dan SPSS 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelompok
Terdapat  beberapa  tahapan  untuk  melakukan  pengelompokkan  dengan  menggunakan metode non hirarki atau metode k-means. Beberapa tahapan diantaranya adalah sebagai berikut :
1 Menentukan k sebagai jumlah cluster
Untuk  menentukan  banyaknya  cluster  k  dilakukan  dengan  beberapa  pertimbangan  seperti pertimbangan  teoritis  dan  konseptual  yang  mungkin  diusulkan  untuk  menentukan  berapa  banyak
cluster. Pada penelitian ini k sebagai jumlah cluster ditentukan berdasarkan kebutuhan penelitian.
2 Hasil Pembagian Kelompok
Berdasarkan hasil akhir analisis K-means dengan menggunakan program SPSS didapat tiga klasterkelompok berdasarkan tingkat kepadatan penduduk dengan karakteristik klaster 1 terdiri dari
40  kecamatan,  klaster  2  terdiri  dari  26  kecamatan,  dan  klaster  3  terdiri  dari  12  kecamatan.
3 Identifikiasi Kelompok
Dari  hasil  pembagian  pada  pada  masing-masing  kelompok  tersebut,  pada  tahap  ini  akan dilakukan  pendefinisian  pada  masing-masing  kelompok  dengan  menggunakan  uji  parsial  F,
310 pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variabel mana yang merupakan variabel pembeda dalam
kelompok yang telah terbentuk. Adapun hasil pengujiannya adalah sebagai berikut :
Tabel 1. ANOVA
F Sig.
luas_wilayah 69.277
9.083532148438142E-18 Jml_pnddk
65.349 3.7041795228634537E-17
Jml_desa 34.744
2.0946977899120212E-11
- Hipotesis
H :Variabel X
i
bukanvariabelpembedadalampeng-cluster-an i = 1,2,3 H
1
:Variabel X
i
merupakanvariabelpembedadalampeng-cluster-an i = 1,2,3 -
Tingkat signifikansi α : 5 -
Daerah Kritis TolakH
0 ,
jikaF
hitung
F
α :k-1;n-k
atau p- value  α
- Statistik Uji :
Tabel 2.  statistik uji untuk anova
Variabel p-value
Luas wilayah
9.083532148438142E-18
Jumlah Penduduk
3.7041795228634537E-17
Jumlah Desa
2.0946977899120212E-11
- Keputusan :
Tabel 3. Daerah penolakan uji anova
Variabel p-value
Keputusan Luas wilayah
9.08 x 10
-18
p-value  α Tolak H
Jumlah Penduduk 3.70 x 10
-17
p-value  α Tolak H
Jumlah Desa 2.09 x 10
-11
p-value  α Tolak H
- Kesimpulan :
Dari  hasil  pengujian  parsial  F  anova  diatas,  dengan  menggunakan  tingkat  kepercayaan 95  dapat  disimpulkan  semua  variabel  merupakan  variabel  pembeda  dalam  analisis  ini,  adapun
Yogyakarta, 16 Desember 2015
311 variabel yang paling dominan adalah variabel luas wilayah dan jumlah penduduk, hal ini didasarkan
pada nilai statistik uji dari kedua variabel tersebut paling tinggi diantara variabel yang lain. Berdasarkan hasil pengujian anova di atas, maka untuk mengklasifikasikan industri yang termasuk
ke dalam kelompok 1,
Gambar 1. Scatter plot data kecamatan berdasarkan variabel luas wilayah dan jumlah penduduk.
Berdasarkan  hasil  plot  diatas  kelompok  cluster  1  memiliki  karakteristik  luas  wilayah rendah  dan  jumlah  penduduk  rendah,  kelompok  cluster  2  memiliki  karakteristik  luas  wilayah
tinggi  dan  jumlah  penduduk  rendah,  sedangkan  kelompok  cluster  3  memiliki  karakteristik  luas wilayah  rendah  dan  jumlah  penduduk  tinggi.  Oleh  karena  itu,  berdasarkan  karakteristik  tersebut
kelompok  1  didefinisikan  sebagai  kelompok  yang  berisi  kecamatan-kecamatan  yang  memiliki tingkat  kepadatan  penduduk  sedang,  kelompok  2  didefinisikan  sebagai  kelompok  yang  berisi
kecamatan-kecamatan  yang  memiliki  tingkat  kepdatan  penduduk  rendah,  sedangkan  kelompok  3 didefinisikan sebagai kelompok yang berisi kecamatan-kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan
tinggi.
                