Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
282 dijadikan sebagai bahan baku RDF. Setelah dilakukan pencacahan sampah dapat dikeringkan cukup
dengan  bantuan  udarapenjemuran matahari.  Pengurangan  kadar  air  sampah  seperti  ini tidak  perlu memerlukan  biaya  yang  besar.  Sehingga  untuk  parameter  kadar  volatil  akan  menjadi  tinggi
dikarenakan kandungan kadar air yang telah rendah. Untuk pemanfaatan sebagai bahan baku RDF, kadar  volatil  yang  tinggi  menunjukkan  bahwa    sampah  mudah  terbakar  dan  tidak  membutuhkan
energi yang besar untuk penyalaan awal pada proses pembakaran RDF dalam rangka menghasilkan energi.
3.2 Pengolahan Sampah Plastik Non Thermal
Sistem  pengolahan  ini  menggunakan  strategi  pengelolaan  daur  ulang  sampah  plastik  yang efektif,  dengan  melibatkan  masyarakat  di  sekitar  TPA  Piyungan  sehingga  dapat  meningkatkan
ekonomi  masyarakat  itu  sendiri.  Sampah  plastik  yang  dihasilkan  dari  penambangan  dimanfaatkan sebagai  bahan  baku  pembuatan  plastik  baru  atau  disebut  sebagai  material  recycling.  Karakteristik
yang dilihat yaitu dari kondisi fisik sampah plastik itu sendiri setelah berada di timbunan tanah TPA sampah.
Sampah  plastik  yang  didapatkan  dari  hasil  penambangan  TPA  masuk  ke  ruang  daur  ulang untuk  dilakukan  pemilahan.  Sampah  plastik  yang  masih  mengandung  banyak  tanah  atau  pengotor
harus  dicuci  terlebih  dahulu  sampai  bersih.  Menurut  Pratiwi  2008  kotoran  pada  sampah  plastik apabila tidak dibersihkan akan menyebabkan kontaminasi dalam proses daur ulang plastik, sehingga
kualitas  plastik  daur  ulang  menjadi  rendah  dan  bahkan  tidak  jarang  pula  sampah  plastik  menjadi tidak dapat didaur ulang. Sampah plastik yang telah dicuci kemudian dicacah menjadi ukuran yang
lebih kecil dan dikeringkan sebelum dikirim ke proses selanjutnya, yaitu skala industri. Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Pratiwi  2008  menyatakan  aktivitas  akhir  yang  dilakukan
untuk  mengubah  sampah  plastik  menjadi  bijih  plastik  dengan  menggunakan  metode  melting  dan peletisasi.  Aktifitas  fabrikasi  biasanya  dilakukan  pada  tingkat  industri.  Pada  Aktivitas  fabrikasi
terdiri  dari  tahap  pemilahan  tahap  kedua,  yaitu  membedakan  sampah  plastik  berdasarkan  tipe plastik.  Hal  ini  dilakukan  karena  setiap  plastik  memiliki  titik  leleh  yang  berbeda,  sehingga  tidak
dapat  diperlakukan  dengan  sama.  Metode  yang  digunakan  adalah  dengan  memasukkan  serpihan sampah plastik ke dalam cairan seperti air, minyak tanah, maupun minyak goreng. Perbedaan massa
jenis  dari  masing-masih  tipe  plastik  akan  menyebabkan  serpihan  plastik  tenggelam  dan  terapung. Serpihan  tersebut  dipisahkan  dan  dilakukan  proses  selanjutnya  yaitu  melelehkan  dengan
menggunakan  temperatur  yang  disesuaikan  dengan  tipe  plastik.  Pada  proses  ini  akan  dihasilkan strand  lelehan  plastik  yang  masih  panjang.  Kemudian  masuk  pada  bagian  penyaringan  untuk
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
283 memisahkan antara strand dengan bahan kontaminasi yang tidak tersaring saat inspeksi pemilahan
tahap  1.  Strand  selanjutnya  masuk  ke  dalam  mesin  peletisasi  sehingga  dihasilkan  bijih  plastik recycle.
KESIMPULAN
1.  Karakteristik sampah plastik dengan kadar air terendah pada sampah berumur 20 tahun di lokasi 1 sebesar 27,82. Untuk kadar volatil tertinggi adalah pada sampah berumur 18 tahun di lokasi
2  sebesar  19,90.  Kadar  abu  terendah  adalah  timbulan  sampah  berumur  16  tahun  di  lokasi  1 sebesar  40,58.  Fix  carbon  dengan  angka  terendah  adalah  pada  timbulan  sampah  berumur  18
tahun di lokasi 2 sebesar 0,77. Dan nilai kalor tertinggi adalah pada timbulan sampah berumur 18 tahun di lokasi 2  sebesar 1653,83 Kalgram.
2.  Sampah  plastik  yang  dihasilkan  dari  penambangan  TPA  Piyungan  berpotensi  untuk  dilakukan pengolahan  secara  thermal  yaitu  di  lokasi  2  dengan  timbulan  sampah  plastik  berumur  18
tahun,namun perlu dilakukan pre-treatment  sebelum dimasukkan pada proses RDF dan sampah plastik juga berpotensi menjadi bahan baku daur ulang plastik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan pada DPPM UII atas biaya penelitian dengan topik Potensi Penerapan  Konsep  Landfill  Mining  dalam  Rangka  Optimalisasi  Pengelolaan  Sampah  di  Tempat
Pemrosesan Akhir TPA, melalui program Hibah Unggulan.
DAFTAR PUSTAKA
Adidarma,  K.  P.,  Al-Rosyid,  L.  M.,  Putra,    H.P,    and      Farahdiba,  A.  U.,  2014.  Gas  Emissions Inventory Of Methane Ch4 With First Order Decay Fod Method In TPA Piyungan, Bantul,
DIY,  Proceeding    The    3rd    International    Conference    onSustainable  Built  Environment ICSBE, Faculty of Civil Engineering and Planning, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Arridho,  M.  2014.  Pemanfaatan  Timbunan  Sampah  Zona  Non-Aktif  Tpa  Putri  Cempo  Surakarta, Jurnal  Teknik  Lingkungan,  Vol  3,  No  3  2014,  Jurusan  Teknik  Lingkungan,  Universitas
Diponegoro, Semarang Bosmans,  A.,  Dobbelaere,C.,  Helsen,  L.  2014.  Pyrolysis  characteristics  of  excavated  waste
material processed into refuse derived fuel. JournalFuel 122 2014 198 –205.
Damanhuri,  E    Padmi,  T.,  2010,  Diktat  Kuliah  TL-3104  Pengelolaan  Sampah  Edisi  Semester  I 20102011, PSTL FTSL ITB, Bandung.
Gendebien, A., Leavens, A., Blackmore, . Godley, A., Lewin, K., Whiting, K.J.,et  al.  2003.  Refus e  Derived  Fuel,  Current  Practice  and  Perspective.
Final  Report
European Commission- Directorate General Environment