Uji Overoll Keadaan Sebelum Tindakan
                                                                                Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
446 Dengan  menggunakan  tingkat  kepercayaan  95,  data  yang  ada  tidak  mendukung  H
yang artinya
konstanta pada model tersebut signifikan
  Pengujian parameter koefisien
-  Hipotesis: H
: Koefisien tidak siginifikan
H
1
: ≠ 0  Koefisien signifikan
- Tingkat signifikansi α = 5
-  Daerah kritis = Tolak H jika P-value
α -  Statistik uji   = P-value 0.000
-
Keputusan    = Karena P-value 0.000  α 0.05 maka keputusannya adalah tolak H
-  Kesimpulan: Dengan  menggunakan  tingkat  kepercayaan  95,  data  yang  ada  tidak  mendukung  H
yang artinya koefisien pada model tersebut signifikan
Setelah  di  lakukan  uji  kecocokan  model  yang  meliputi  uji  overal  dan  uji  parsial  dapat dipastikan bahwa model tersebut refresentatif.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Hasil regresi menunjukkan nilai koefisien determinasi R-square sebesar 0.274 lihat tabel 1.  Artinya  27.4  keragaman  volume  dari  variabel  nilai  ujian  nasional  dapat  dijelaskan  oleh
keragaman  pada  variabel  nilai  akreditasi,  dan  sisanya  sebesar  73.6  dijelaskan  oleh  variabel  lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Adapaun beberapa faktor-faktor lain tersebut diantaranya; 1.  Faktor  internal  yang  berasal  dari  dalam  diri  siswa,  seperti  kecerdasan  intelektual,  kecemasan,
kesiapan mental dan kondisi fisik. 2.  Faktor  eksternal  yang  berasal  dari  luar  diri  siswa  yang  dapat  mempengaruhi  keberhasilan  dan
kegagalan siswa, seperti lingkungan belajar di rumah atau sekolah, lingkungan fisik tempat ujian, situasi dan kondisi saat ujian dan masalah teknis berkenaan dengan cara mengisi lembar jawab.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
447
KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan pembahasan dalam studi kasus dalam laporan ini ,  maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a.  Terdapat hubungan atau korelasi linier positif antara Akreditasi dan Nilai Ujian Nasional tahun 2014  di  Daerah  Istimewa  Yogyakarta.  Jadi  semakin  tinggi  akreditasi  suatu  sekolah  maka  Nilai
Ujian Nasional juga tinggi, dengan nilai korelasi sebesar 0.523. b.  Berdasarkan hasil uji kecocokan model yang meliputi uji overal dan uji parsial dapat dipastikan
bahwa model tersebut refresentatif. Dimana model regresinya adalah :
c.  Nilai koefisien determinasi sebesar 0.274. Artinya 27.4 keragaman volume dari variabel nilai ujian nasional dapat dijelaskan oleh keragaman pada variabel nilai akreditasi, dan sisanya sebesar
73.6 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
UCAPAN TERIMAKASIH
Syukur  Alhamdulillah  senantiasa  penulis  panjatkan  kehadirat  Allah  SWT.  yang  memiliki keistimewaan dan pemberian segala kenikmatan besar, baik nikmat iman, kesehatan dan kekuatan
didalam  penyusunan  makalah  ini.  Salawat  dan  salam  senantiasa  tercurahkan  kepada  Sayyidina Muhammad SAW serta keluarga dan para sahabatnya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa  terima  kasih  yang  sebesar-besarnya  dan  penghargaan  yang  setinggi-tingginya  kepada  Bapak Prof. Akhmad Fauzy, M.Si.,Ph. D. selaku Dosen Pembimbing, disela-sela rutinitasnya namun tetap
meluangkan  waktunya  untuk  memberikan  petunjuk,  dorongan,  saran  dan  arahan  sejak  rencana penelitian  hingga  selesainya  penulisan  makalah  ini.  Ucapan  terima  kasih  juga  penulis  sampaikan
kepada  :  1.  Bapak  Drs.  Allwar,  M.Sc.,  Ph.D.  selaku  Dekan  Fakultas  Matematika  dan  Ilmu Pengetahuan  Alam,  Universitas  Islam  Indonesia,  Yogyakarta.  2.  Bapak  Dr.  R.  Fajriya  Hakim,
M.Si.,  selaku  Ketua  Jurusan  Statistika  beserta  seluruh  jajarannya.  3.  Bapak  Drs.  R.  Kadarmanta Baskara  Aji  selaku  Kepala  Dinas  serta  keluarga  besar  Dinas  Pendidikan,  Pemuda,  Dan  Olahraga
Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan ijin penulis melakukan penelitian. 4. Sahabat- sahabat  ku  Sejurusan  Angkatan  2012  yang  dengan  penuh  keikhlasan  membantu  penulis
kebersamaan  kita  selama  menempuh  hari-hari  perkuliahan.  Kepada  Ayah  dan  Ibunda  tercinta dengan  penuh  kasih  sayang  dan  kesabaran  telah  membesarkan  dan  mendidik  kami  hingga  dapat
menempuh  pendidikan  yang  layak.  Akhirnya  kepada  Allah  SWT  jugalah  senantiasa  penulis
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
448 berharap semoga pengorbanan dan segala sesuatunya yang dengan tulus dan ikhlas telah diberikan
dan penulis dapatkan akan selalu mendapat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Danardono.  n.d..  Bahan  Perkuliahan  Statistika  MMS-1001.  Yogyakarta:  Statistika  FMIPA UGM.
Lende.  2015.  Penerapan  Antara  Korelasi  untuk  Mengetahui  Hubungan  Antara  Hasil  Belajar Siswa.
Retrieved Maret
23, 2015,
from mynewbloganderias:
http:mynewbloganderias.blogspot.com201501penerapan-analisis-korelasi-untuk.html Raharjo. 2012. Evaluasi Trend Kualitos Pendidikan di Indonesia.  Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan, 511-532. Selatan.,  B.  A.  2014.  Pedoman  Akreditasi.  Jakarta  Selatan:  Badan  Akreditasi  Nasional
SekolahMadrasah. Sjafrudin. 2014. Analisis Korelasi Akreditasi dan Hasil Ujian Nasional 2012. Retrieved Maret 23,
2015,  from  asepsjafrudin:  http:asepsjafrudin.blogspot.com201412analisis-korelasi- akreditasi-dan-hasil.html
Sudrajat. 2008.
Konsep  Akreditasi  Sekolah.  Retrieved  Maret  23,  2015,  from akhmadsudrajat.wordpress.com:
https:akhmadsudrajat.wordpress.com20080203 akreditasi-sekolah
Utami.  2003.  Modul  Praktikum  Analisis  Regresi  Terapan.  Yogyakarta:  Universitas  Islam Indonesia.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
449
PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI AKADEMIK PONDOK PESANTREN UII Anang Andrianto
1
, Nur Wijayaning R.
2
, Hanson Prihantoro P.
3
123
Universitas Islam Indonesia nnurfti.uii.ac.id
ABSTRAK
Pondok  pesantren  Universitas  Islam  Indonesia  Ponpes  UII  merupakan  sebuah institusi  pendidikan  yang  para  santrinya  juga  merupakan  mahasiswa  UII.  Sistem
pendidikan  dan  pengajaran  dalam  ponpes  ini  menganut  sistem  Satuan  Kredit  Semester SKS  yang  dipaketkan  dalam  setiap  semester  selama  8  semester.  Selain  perkuliahan,
Ponpes  UII  juga  menyelenggarakan  beragam  kegiatan  seperti  ekstrakurikuler  wajib  dan kegiatan  pengabdianprestasi.  Seiring  dengan  perkembangan  teknologi  dan  peningkatan
kapasitas ponpes, pemantauan perkembangan santri dalam bentuk sistem terkomputerisasi telah  menjadi  sebuah  kebutuhan  baru.  Oleh  karena  itu,  Ponpes  UII  berinisiatif
mengembangkan sistem informasi akademik sejak tahun 2014. Dengan mempertimbangkan kebiasaan para santri Ponpes yang sekaligus mahasiswa UII, maka sistem yang dibangun
ini mengadopsi sistem informasi akademik serupa yang telah ada sebelumnya di UII, yaitu UNISYS.  Dari  hasil  analisis  diperoleh  informasi  bahwa  sistem  digunakan  oleh  dua
pengguna,  yaitu  admin  dan  santri.  Admin  memiliki  fitur-fitur  seperti  kelola  daftar  ustad, santri, matakuliah, ruang, nilai, daftar bidang non akademik, KRS Kartu Rencana Studi,
KHS Kartu Hasil Studi, dan presensi. Perancangan kebutuhan sistem Ponpes UII bersifat berorientasi  objek  dengan  menggunakan  SRS  Software  Requirements  Specification.
Pengujian sistem dilakukan oleh kedua pihak yaitu pengembang dan dari pihak pengguna. Hasil  pengujian  kepada  pengguna  menunjukkan  bahwa  kualitas  sistem  telah  dinilai
81,04.  Hal  ini  berarti  bahwa  sistem  yang  dibangun  telah  menyajikan  data  informasi secara  tepat  dan  jelas,  mudah  dipelajari,  mudah  dimengerti,  sudah  sesuai  kebutuhan,
diyakini  membantu  mengolah  data  akademik  Ponpes  UII,  serta  bisa  mempercepat  kerja admin.
Kata kunci : sistem informasi akademik, pondok pesantren UII
ABSTRACT
Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia Ponpes UII is a Islamic boarding school which its students are also UII students. It adopts Semester Credit System, which is
bundled  every  semester  during  eight  semesters  study.  In  addition  to  lectures,  Ponpes  UII also  organizes  various  activities  such  as  compulsory  extracurricular.  Along  with
information  technology  trend  and  capacity  rising,  monitoring  students  in  the  form  of  a computerized system has become a need. Therefore, Ponpes UII initiates to develop school
information  systems  since  2014.  Since  Ponpes’  students  are  also  UII  students,  the management decided to build a ne
w system that is similar to UII’s academic information systems UNISYS. Analysis phase found that administrators and students use new system.
Administrator has some features such as manage lists of lecturers, students, courses, room, grades,  non-academic  activities,  KRS  Study  Plan  Card,  KHS  Study  Result  Card,  and
presence. The system is designed by object-oriented approach using Software Requirements Specification SRS. At last, developer and users perform testing of the implemented system.
User  evaluation shows the  system quality is graded 81.04. This value indicates that the system  has  been  built  to  present  the  data  and  information  clearly,  easy  to  learn,  easy  to
understand,  the  suitable  to  the  needs,  and  perceived  helpful  to  the  processing  of  the academic data.
Keywords: school information system, UII boarding school
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
450
PENDAHULUAN
Pondok  Pesantren  UII  selanjutnya  disingkat  Ponpes  UII  telah  diresmikan  oleh  Bupati Sleman  pada  tahun  1996  UII,  2008.  Pada  tahun  pertama  sejak  didirikannya,  Ponpes  ini  hanya
diperuntukkan  bagi  mahasiswa  Fakultas  FIAI.  Seiring  berjalannya  waktu,  Ponpes  UII  saat  ini diperuntukkan    bagi  mahasiswa  di  seluruh  fakultas  yang  terdapat  di  Universitas  Islam  Indonesia.
Sistem pendidikan dan pengajaran dalam pesantren ini adalah sistem satuan kredit semester SKS yang  dipaketkan  dalam  setiap  semester  selama  8  semester.  Di  dalam  pengajarannya,  Ponpes  UII
menerapkan  model  pembelajaran  klasikal  dengan  menggunakan  bahasa  Arab  atau  bahasa  Inggris sebagai  bahasa  pengantar.  Terdapat  banyak  kegiatan  yang  dilakukan  di  Ponpes  UII,  antara  lain
kuliah,  ekstrakurikuler  wajib,  dan  kegiatan  lain.  Namun  pencatatan  dan  dokumentasi  segala kegiatan  akademik  santri  di  Ponpes  UII  masih  dilakukan  dengan  Microsoft  Word  atau  Microsoft
Excel  yang  belum  terintegrasi  dengan  sempurna  menjadi  sebuah  sistem  yang  utuh.  Hal  tersebut dapat  menyebabkan  kesalahan  pengisian  data,  seperti  kesalahan  memasukkan  data  ganda  atau
penghapusan data yang tidak disengaja. Oleh  karena  itu  dalam  penelitian  ini  dikembangkan  sebuah  sistem  terkomputerisasi  yang
utuh untuk mendokumentasikan kegiatan akademik santri agar informasinya menjadi lebih baik dan lebih  mudah  diperoleh.  Selain  itu  sistem  ini  juga  dimaksudkan  dapat  memantau  perkembangan
akademik  santri  selama  berada  di  pesantren  UII.  Sistem  yang  dibangun  mengadopsi  dari  sistem informasi akademik yang telah ada dan digunakan di UII,  yaitu UNISYS. UNISYS adalah sebuah
sistem  informasi  akademik  yang  berfungsi  untuk  mengatur  kegiatan akademik  seluruh  mahasiswa UII  dan  mengelola  data  mahasiswa,  dosen,  perkuliahan,  transaksi  pembayaran  hingga  transaksi
peminjaman buku di perpustakaan UII UII, n.d.. Sistem  Informasi  Akademik  SIA  adalah  sistem  yang  melakukan  berbagai  kegiatan
administrasi  akademik,  memproses  transaksi  belajar  mengajar  antara  guru  dengan  siswa  dan administrasi akademik yang baik menyangkut kelengkapan dokumen dan biaya yang muncul pada
kegiatan  registrasi  ataupun  kegiatan  operasional  harian  administrasi  akademikAndrianto Rahayu, 2014.
Kesamaan  sistem  pembelajaran  SKS  dan  semester  dan  kebiasaan  para  santri  dalam mengakses  sistem  UNISYS  tidak  menjamin  bahwa  proses  pengembangan  sistem  akan  berjalan
mudah  karena  perbedaan  tim  pengembang  kedua  sistem  dan  adanya  perbedaan  data  yang  akan dikelola, seperti data rekaman pengabdian para santri selama dan setelah lulus dimana data tersebut
tidak terekam di UNISYS. Berdasarkan latar belakang ini, masalah yang diangkat dalam penelitian
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
451 ini adalah bagaimana membangun sebuah SIA Ponpes UII yang dapat memberikan segala informasi
terkait akademik santri.
METODE PENELITIAN
Pengembangan  sistem  informasi  akademik  menggunakan  metodologi  prototyping,  dengan tahapan:
1.  Pengumpulan kebutuhan pelanggan Perencanaan sistem di awal penoleh agen pengubah, yaitu pengasuh Ponpes UII.
Analisis  kebutuhandi  setiap  iterasi  melalui  komunikasi  antara  tim  analis  dari  pihak pengembang sistem dan penanggung jawab proyek dari Ponpes UII.
2.  Pembangunan  prototipe  di  awal  pengembangan  dan  perbaikan  prototipe  di  setiap  iterasi,  yang meliputi:
Perancangan, yaitu: i.  Perancangan  fitur  sistem  dengan  menggunakan  model  Unified  Modelling
LanguageUML, 2015. ii.  Perancangan basisdata sistem Koratamaddi  Greenberg, 2006.
iii.  Perancangan antarmuka sistem berbasis web. b.  Implementasi  berbentuk  aplikasi  berbasis  web  dengan  menggunakan  framework
CodeIgniterEllisLab, 2015 dalam bahasa pemrograman PHP. c.  Pengujian  prototipe  oleh  pengguna  yaitu  tahap  yang  memastikan  apakah  prototipe  yang
dibangun  adalah  sistem  yang  dibutuhkan  serta  evaluasi  kualitas  sistem  menurut  persepsi
pengguna DeLone  McLean, 2003; Petter, DeLone,  McLean, 2008.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari pengembangan SIA Ponpes UII adalah sebagai berikut: 1.  Pengumpulan kebutuhan pengguna
Perencanaan sistem di awal oleh pengelola Ponpes UII. Hasil dari tahap ini adalah identifikasi kebutuhan untuk membuat SIA seperti yang digunakan oleh UII lihat Gambar 1.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
452
Gambar  1 Tampilan utama UNISYS
Analisis  kebutuhan  di  setiap  iterasi  melalui  komunikasi  antara  tim  analis  dari  pihak pengembang  sistem  dan  penanggung  jawab  proyek  dari  Ponpes  UII.  Dalam  hal  ini  yang
menjadi  narasumber  adalah  pihak  pengelola  Ponpes  UII  serta  pihak  yang  ditunjuk  oleh pengelola  sebagai  penanggung  jawab  penelitian  ini  yaitu  Ustad  Annas  yang  menjelaskan
tentang  alur  proses  akademik  yang  berjalan  di  Ponpes  UII,  yang  selanjutkan  akan  diproses menjadi sebuah SIA Ponpes UII.
2.  Pembangunan  prototipe  di  awal  pengembangan  dan  perbaikan  prototipe  di  setiap  iterasi,  yang meliputi:
Perancangan: i.  Perancangan  fitur  sistem  dengan  menggunakan  model  Unified  Modelling  Language
UML.  Model  perancangan  ini  bersifat  berorientasi  obyek  dan  dirancang  dengan diagram use case dan diagram aktivitas. Prototipe SIA Ponpes UII dirancang memiliki
enam fitur utama, yaitu presensi siswa, pengelolaan pengambilan kuliah sistem paket,
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
453 pengelolaan dosen tidak termasuk penggajian, penjadwalan, kartu Hasil Studi KHS
santri dan portal santri. ii.  Perancangan  basisdata  sistem  dengan  menggunakan  pemodelan  yang  umum  dipakai,
yaitu  Entity  Relationship  Diagram  ERD.  Terdapat  14  tabel  sebagai  penyimpan  data, antara lain:
a.  Tabel ustad untuk menyimpan semua data ustad yang mengajar di Ponpes UII, yang  meliputi  nomor  induk  ustad,  status,  tempat  dan  tanggal  lahir,  keluarga,
riwayat  pendidikan  S1-S3,  hingga  karya  dan  penghargaan  yang  pernah diperoleh.
b.  Tabel  santri  untuk  menyimpan  semua  data  santri  di  Ponpes  UII,  yang mencakup  nama  santri,  angkatan,  alamat,  tempat  dan  tanggal  lahir,  golongan
darah dan cacat badan. c.  Tabel  kelompok  mata  kuliah  yang  digunakan  untuk  mengelompokkan
matakuliah berdasarkan kategori yang ditetapkan oleh Ponpes UII. d.  Tabel matakuliah untuk menyimpan data matakuliah dan bobot SKSnya.
e.  Tabel  bidang  dan  sub  bidang  untuk  menyimpan  data  sub  bidang  dari  bidang non  akademik  yang  ditentukan  oleh  Ponpes  UII,  termasuk  jumlah  poin  yang
akan  diperoleh  santri  yang  telah  melaksanakan  pengabdian  di  sub  bidang tersebut.
f.  Tabel  nilai  yang  digunakan  untuk  mengelola  nilai  untuk  menentukan  bobot nilai yang didapatkan dari hasil ujian.
g.  Tabel jadwal untuk mengelola jadwal kuliah santri selama masa pendidikan di Ponpes UII dan mencakup data ruang, mata kuliah, dan pengajarnya.
h.  Tabel  presensi  untuk  mencatat  data  masuknya  santri  selama  kuliah  di  Ponpes UII.
i.  Tabel  KRS  untuk  digunakan  mengelola  KRS  Kartu  Rencana  Studi  santri setiap semesternya selama masa pendidikan di Ponpes UII.
iii.  Perancangan  antarmuka  sistem  berbasis  web  dengan  menggunakan  software  Pencil. Contoh  rancangan  antar  muka  untuk  admin  ditunjukkan  di  Gambar  2a  sedangkan
rancangan untuk santri terdapat di Gambar 2b.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
454 a
b
Gambar  2 Rancangan antarmuka a untuk admin, dan b untuk santri
iv.  Implementasi  dalam  bentuk  aplikasi  berbasis  web  dengan  menggunakan  framework CodeIgniter dalam bahasa pemrograman PHP. Framework ini dipilih karena popularitas
dan  fasilitas  keamanan  yang  diberikan,  termasuk  proteksi  terhadap  SQL  Injection  dan XSS. Sistem yang telah dibuat kemudian diunggah ke internet agar bisa diakses dimana
saja dan kapan saja dan sistem tersebut telah dipakai sejak tahun 2015.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
455 a
b
Gambar  3 Implementasi SIA a untuk admin, dan b untuk santri
v.  Penggunaan dan pengujian prototipe yang meliputi: a.  Pengujian fungsionalitas oleh pengembang dengan menguji keenam fitur utama
yang  terdapat  pada  sistem.  Pengujian  ini  menunjukkan  hasil  yang  baik, termasuk untuk penanganan kesalahan seperti yang tampak pada Gambar 4.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
456
Gambar  4 Penanganan kesalahan di halaman Tambah Santri
b.  Evaluasi prototipe oleh pengguna, mulai dari pengelola hingga santri mengenai tingkat kepuasan pengguna. Pengujian awal dilakukan berupa kuesioner kepada
12  pengguna  dengan  menggunakan  8  pertanyaan  terkait  kualitas  sistem  yang diadaptasikan  dari  penelitian  Petter  et  al.,  2008.  Kualitas  sistem  sendiri
didefinisikan  sebagai  karakteristik  yang  diharapkan  dari  sebuah  sistem informasi,  seperti  mudah  dipakai,  mudah  dipelajari,  dan  reliabilitas  sistem.
Setiap  pertanyaan  memiliki  skala  1  sampai  5  sangat  tidak  setuju  =  1,  tidak setuju  =  2,  cukup  =  3,  setuju  =  4,  sangat  setuju  =  5.    Hasil  dari  kuisioner
tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
457
Tabel  1 Tingkat kepuasan pengguna
Persentase  hasil  akhir  adalah  81,04  dihitung  dari  389480  x  100.  Dari perhitungan  ini  dapat  disimpulkan  bahwa  para  pengguna  memberikan  rentang
penilaian antara Sangat Setuju di atas 80.
KESIMPULAN
Dari  hasil  pengujian  yang  telah  dilakukan,  menunjukan  bahwa  sistem  yang  dibangun  sudah memenuhi persyaratan fungsional. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan masih terjadi kesalahan
pada prosesnya. Secara fungsional sistem yang telah dibangun sudah dapat menghasilkan keluaran sesuai  yang diharapkan. Dari hasil kuesioner  yang telah dibagikan dilapangan didapat kesimpulan
bahwa  sistem  yang  dibangun  menyajikan  data  informasi  yang  sudah  tepat  dan  jelas,  mudah dipelajari,  sistem  mudah  dimengerti,  sistem  sudah  sesuai  kebutuhan,  sistem  membantu  mengolah
data akademik Ponpes UII, serta mempercepat kerja admin. Selain itu tampilan sistem yang cukup bagus dan user setuju dengan dibangunnya sistem akademik Ponpes UII ini.
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti  menyampaikan  terimakasih  atas  dukungan  dari  Direktorat  Penelitian  dan Pengabdian  Masyakarat  DPPM  UII  yang  telah  memberikan  kesempatan  kepada  tim  untuk
memperoleh dana Hibah Institusi guna terlaksananya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Andrianto, A.,  Rahayu, N. W. 2014. Sistem Informasi Akademik Ponpes UII.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
458 DeLone, W. H.,  McLean, E. R. 2003. The DeLone and McLean Model of Information Systems
Success :  A  Ten-Year  Update.  Journal  of  Management  Information  Systems,  194,  9–30. doi:10.1073pnas.0914199107
EllisLab. 2015. CodeIgniter - Official Site. Retrieved from http:www.codeigniter.com Koratamaddi, C.,  Greenberg, N. 2006. Oracle Database 10g: SQL Fundamentals I.
Petter,  S.,  DeLone,  W.,    McLean,  E.  2008.  Measuring  information  systems  success:  models, dimensions,  measures,  and  interrelationships.  European  Journal  of  Information  Systems,
17December 2006, 236 –263. doi:10.1057ejis.2008.15
UII. n.d.. UNISYS. Retrieved from http:unisys.uii.ac.id UII, P. 2008. Tentang Kami. Retrieved February 17, 2015, from http:www.pesantren.uii.ac.id
UML. 2015. Unified Modeling Language - Official Site. Retrieved from http:uml.org
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
459
OPINI PENONTON RBTV JOGJA TERHADAP PENYAJIAN TAYANGAN STASIUN TELEVISI LOKAL “RBTV JOGJA”
Nurul Hasanah
1
, Melinda Kusuma Wardani
1
, Awan Arga Saputra
1
, Atya Arma Nindani
1
, Indira Ihnu Brilliant
1
, Vivien Ayuningtyas
1
, Kariyam
2
1
Mahasiswa Program Studi Statistika Universitas Islam Indonesia
2
Dosen Program Studi Statistika Universitas Islam Indonesia nurulhasanah889gmail.com, kariyamuii.ac.id
ABSTRAK
Dewasa ini, stasiun televisi lokal sudah mulai berkembang dengan pesat, termasuk di Daerah Istimewa  Yogyakarta. Hal ini membawa konsekuensi pada pengelolaan stasiun
televisi,  khususnya  RBTV  Jogja  untuk  bersaing  dengan  ketat  agar  mampu  membidik penonton  dari  berbagai  segmen  masyarakat.  Berdasarkan  hal  tersebut,  peneliti  ingin
mengetahui  opini  masyarakat  terhadap  penyajian  program  acara  RBTV  Jogja  yang  ada sampai  saat  ini  dan  ingin  mengetahui  ada  tidaknya  perbedaan  pemberian  pendapat  atau
penilaian  penonton  stasiun  televisi  lokal  RBTV  Jogja  berdasarkan  klasifikasi  umur penonton.  Penelitian  menggunakan  responden  yang  tersebar  di  daerah  Kota  Yogyakarta,
Kabupaten  Sleman,  Gunung  Kidul,  Kulon  Progo,  Magelang,  Sukoharjo,  Klaten,  dan Sragen. Teknik pengambilan data yang digunakan yaitu snowball sampling yang kemudian
dianalisis menggunakan analisis Kruskall Wallis dan Mann Whitney. Hasil yang diperoleh menyatakan  bahwa  RBTV  Jogja  sudah  memiliki  program  acara  berkualitas,  informatif,
kualitas  penyiarnya  baik,  kreatif,  mampu  menghibur  masyarakat,  mudah  diakses,  dan sudah  mampu  menarik  penonton  untuk  menyaksikan  tayangan  RBTV  Jogja.  Namun
menurut responden, kualitas penyiaran dan kreativitas dekorasi RBTV Jogja masih kurang baik. Program acara RBTV Jogja yang banyak diketahui dan disenangi masyarakat yaitu
Leyeh-leyeh,  News  Kabar  Jogja,  dan  Music  Box.  Selain  itu,  gambaran  televisi  sesuai keinginan masyarakat diperoleh hasil yaitu program acara yang menarik berita, talkshow,
infotainment, hiburan musik, sinetronfilm, gameshow, dan reality show, kualitas gambar dan suara bagus,pembawa dan pengisi acara yang menarik, serta penempatan jam tayang
yang sesuai.
Kata kunci: Opini, RBTV Jogja, Kruskall Wallis, Mann Whitney
ABSTRACT
Now,  the  local  television  stations  had  started  growing  rapidly,  including  in  the special  region  of  Yogyakarta. This  brings  the  consequences  on  the  management  of  the
television stations, particularly the RBTV Yogyakarta to contend with tight so that it is able to target the audience of the various segments of thecommunity. Based on the foregoing, the
researchers  would  like  to  know  the  opinion  of  the  community  against  the  tv  program serving  the  Yogyakarta  RBTV  around  today  and  wanted  to  determine  whether  their  is  a
difference  of  opinion  or  assessment  giving  audiences  a  local  television  station  based clasification RBTV Jogja age audience.Research  using the respondents  who are scattered
in  an  area  of  the  city  of  Yogyakarta,  Sleman  Regency  of  Gunung  Kidul,  Kulon  Progo, Magelang,  Sukoharjo,  Klaten,  and  Sragen. Data  capture  techniques  used  snowball
sampling,  then  analyzed  using  Kruskall  Wallis  and  Mann  Whitney  test. The  result  States that  the  RBTV  Jogja  tv  program  already  has  a  quality,  informative,  good  quality
broadcaster,  creative,  capable  of  entertaining  the  community,  easily  accessible,  and Its been  able  to  attract  an  audience  to  watch  RBTV  impressions.  However,  according  to  the
respondents,  the  broadcasting  quality  and  creativity  decor  RBTV  Yogyakarta  is  still  less
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
460
well.RBTV  program  that  many  known  and  acceptable  to  the  community  i.e.  Leyeh-leyeh, Jogja News, and Music Box.  In addition, the television picture according to the wishes of
the community obtained the result that is an exciting event programs news, infotainment, talkshows,  entertainment  music,  sitcomsmovies,  gameshow,  and    and  reality  shows,  the
quality of picture and sound is great, hosts and invited artists, as well as the placement of a broadcast in accordance.
Keywords: Opinion, RBTV Jogja, Kruskall Wallis, Mann Whitney
PENDAHULUAN
Televisi  merupakan  salah  satu  media  massa  elektronik  yang  menyajikan  informasi  dalam bentuk audio dan visual. Banyak stasiun televisi yang menyiarkan beberapa program acara TV yang
bersifat menghibur, mendidik, dan informatif. Salah satunya adalah stasiun televisi swasta bernama RBTV Jogja.
RBTV  saluran  40  UHF  adalah  pelopor  TV  lokal  swasta  komersial  di  Yogyakarta  dan  di bawah  manajemen  PT  Reksa  Birama  Media  dengan  kantor  pusat  di  Grha  Amikom  Unit  1  Lt.  3,
Ringroad  Utara,  Condong  Catur,  Sleman,  Yogyakarta.  Seiring  dengan  otonomi  daerah  dan semangat  menciptakan  TV  yang  sesuai  dengan  masyarakat  Yogyakarta  sebagai  kota  pelajar,
budaya,  dan  tujuan  wisata,  maka  kehadiran  RBTV  sangat  bermanfaat  bagi  masyarakat  pemirsa maupun industri pendukung pertelevisian Rumah Produksi, Penyelenggara Acara, Periklanan, dan
lain  sebagainya.  Mulai  1  Maret  2012  RBTV  berafiliasi  dengan  KOMPAS  TV  sebagai  penyedia konten siaran non-lokal.
Pada  era  globalisasi  sekarang  ini,  stasiun  televisi  lokal  sudah  mulai  banyak  berkembang dengan  pesat.  Begitu  pula  dengan  stasiun  televisi  lokal  di  Daerah  Istimewa  Yogyakarta.  Hal  ini
membawa  konsekuensi  pada  pengelolaan  stasiun  televisi,  khususnya  RBTV  Jogja  untuk  bersaing dengan  ketat  dalam  menyuguhkan  program-programnya  yang  diharapkan  mampu  membidik
penonton dari berbagai segmen masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui penilaian masyarakat terhadap penyajian
program  RBTV  yang  ada  sampai  saat  ini  dengan  cara  melakukan  survei  langsung  ke  masyarakat. Hasil  dari  penelitan  ini  diharapkan  mampu  menjadi  evaluasi  bagi  RBTV  Jogja  agar  mampu
bertahan  dan  lebih  berkembang  untuk  ke  depannya.  Selain  itu,  diharapkan  masyarakat  Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya semakin banyak menonton stasiun televisi lokal RBTV Jogja
agar nantinya menambah rasa cinta terhadap Daerah Istimewa Yogyakarta itu sendiri.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
461
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2015 di daerah yang masuk ke  dalam  radius  pemancar  stasiun  RBTV  Jogja  di  Daerah  Istimewa  Yogyakarta  dan  beberapa
kabupaten di Jawa Tengah.  Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan sekunder.  Data  primer  diperoleh  dengan  cara  survei  lapangan  menggunakan  kuesioner.  Data
sekunder  dalam  penelitian  ini  berupa  data  spasial  data  yang  memiliki  keterangan  tempat  di permukaan  bumi  yang  diperoleh  melalui  website  Badan  Nasional  Penanggulangan  Bencana
BNPB. Subjek penelitian yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah penonton stasiun televisi
lokal  Reksa  Birama  Televisi  RBTV  Jogja  yang  berada  dalam  radius  pemancar  stasiun  RBTV Jogja.  Objek  penelitian  yang  menjadi  sasaran  dalam  penelitian  ini  adalah  opini  penonton  stasiun
televisi  lokal  Reksa  Birama  Televisi  RBTV  Jogja  yang  berada  dalam  radius  pemancar  stasiun RBTV Jogja.
Teknik Sampling
Populasi  dalam  penelitian  ini  adalahseluruh  masyarakat  yang  menjadi  penonton  stasiun televisi  lokal  Reksa  Birama  Televisi  RBTV  Jogja  yang  berada  dalam  radius  pemancar  stasiun
RBTV  Jogja.  Teknik  pengambilan  sampel  yang  digunakan  adalah  snowball  sampling  karena responden  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  masyarakat  yang  pernah  dan  tahu  betul
bagaimana  acara-acara  yang  ditayangkan  oleh  RBTV  Jogja,  serta  tahu  bagaimana  konsistensi RBTV  Jogja  dalam  menyajikan  tayangan-tayangan  program  acara  yang  dimiliki  untuk  memenuhi
kebutuhan konsumen atau penonton. Alasan lain digunakan snowball sampling, karena RBTV Jogja hanya memiliki beberapa jam penayangan program acara, sehingga banyak masyarakat yang tidak
dapat  menonton  tayangan  RBTV  Jogja  karena  jam  tayangnya.  Sampel  yang  diambil  sebanyak  70 orang yang masuk kedalam karakteristik responden. Karakteristik yang dimaksud yaitu masyarakat
yang  masuk  ke  dalam  zona  penelitian  berdasarkan  hasil  pemetaan  dan  pernah  melihat  tayangan program acara di RBTV.
Menurut  Ronald  E  Walpole  dan  Raymond  H  Myers  1995:297,  menyatakan  apabila dipakai sebagai taksiran p, maka dengan kepercayaan 1-
α 100 galat akan lebih kecil dari besaran tertentu g bila ukuran sampel n sebesar
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
462 Berdasarkan rumus di atas, diperoleh hasil perhitungan besar sampel di atas  menggunakan derajat
kepercayaan  90,  galat  10  dan  estimasi  proporsi  sebesar  50  karena  proporsi tidak  diketahui, maka dipakai proporsi maksimal yaitu 50, sehingga didapatkan hasil besar sampel adalah 67,24.
Untuk mengantisipasi kekurangan, maka peneliti mengambil sampel sebanyak 70 sampel.
Variabel Penelitian
Variabel  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  yaitu  nomor  urutan,  ID  batas  wilayah,  nama kabupaten, ID jalan, titik koordinat, kepuasan konsumen, kebutuhan konsumen.
Metode Analisis Data
Metode  analisis  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  statistik  deskriptif  dan  analisis Kruskall Wallis dan Mann Whitney. Selain itu, untuk membuat hasil pemetaan jangkauan pemancar
stasiun RBTV berdasarkan radius yang dicapai menggunakan pemetaan wilayah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Validitas dan Reliabilitas
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat untuk mengukur persepsi dan minat penonton stasiun televisi lokal RBTV Jogja. Sebelum peneliti melakukan analisis lebih lanjut,
maka  dilakukan  pengujian  validitas  dan  reliabilitas  terlebih  dahulu  terhadap  kuesioner  yang digunakan.  Dari  hasil  uji  validitas  dan  reliabilitas  dinyatakan  bahwa  seluruh  butir penyataan  pada
kuesioner sudah valid dan tingkat reliabelnya tinggi.
Penilaian Masyarakat DIY dan sekitarnya terhadap Stasiun Televisi RBTV Jogja
Penelitian  ini  memiliki  salah  satu  tujuan  yaitu  untuk  mengetahui  bagaimana  penilaian masyarakat D.I. Yogyakarta dan sekitarnya  yang masuk dalam radius stasiun televisi RBTV Jogja
dan pernah menonton RBTV Jogja terhadap stasiun televisi lokal RBTV Jogja itu sendiri. Berikut merupakan  hasil  penilaian  masyarakat  terhadap  stasiun  RBTV  dengan  responden  sebanyak  70
orang.
Tabel 1.Penilaian Masyarakat D.I. Yogyakarta dan sekitarnya terhadap
Stasiun Televisi Lokal RBTV Jogja
No  Kode Pernyataan
SS S
TS STS
1 X
1
RBTV menyajikan program yang berkualitas 7
70 20
3 2
X
2
RBTV memberikan informasi di DIY dan 19
63 17
1
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
463
No  Kode Pernyataan
SS S
TS STS
sekitarnya dengan cepat 3
X
3
RBTV memberikan informasi yang bermanfaat 13
67 20
4 X
4
RBTV memberikan kualitas penyiaran bagus gambar, warna, suara
24 34
39 3
5 X
5
RBTV memiliki pembawa dan pengisi acara yang menarik dan komunikatif
9 56
34 1
6 X
6
Pembawa  dan  pengisi  acara  RBTV  berkualitas tingkah laku, pakaian, bahasa sopan
14 64
22 7
X
7
Pembawa  dan  pengisi  acara  RBTV  mampu membawa suasana kepada penonton
10 57
30 3
8 X
8
RBTV memiliki program acara yang menarik 17
53 30
9 X
9
RBTV mengangkat tema yang menarik untuk setiap acara
11 53
36 10
X
10
RBTV memiliki kreativitas dalam penyajian  setiap program acara
10 53
37 11
X
11
RBTV  memberikan  dekorasi  yang  menarik  untuk setiap program acara
11 29
57 3
12 X
12
Penonton  merasa  senang  setelah  menyaksikan program acara RBTV
6 70
23 1
13 X
13
Penonton  merasa  bangga  setelah  menyaksikan program acara RBTV
17 57
23 3
14 X
14
Penonton dapat merasakan suasana yang ada dalam program acara RBTV
10 50
39 1
15 X
15
RBTV memiliki enempatan jam tayang yang sesuai 6
62 31
1 16
X
16
Penonton mudah
dalam mengakses
dan menyaksikan tayangan RBTV
23 57
17 3
17 X
17
Penonton  tidak  membutuhkan  biaya  operasional untuk mengakses RBTV
24 60
10 6
18 X
18
Penonton merasa ingin menonton kembali tayangan acara RBTV
14 60
26 19
X
19
Penonton  menceritakan  dan  mengajak  orang  lain untuk menonton acara RBTV
11 49
39 1
Berdasarkan  Tabel  1  dapat  dilihat  bahwa  sudah  dapat  dikatakan  RBTV  Jogja  memiliki
program  acara  yang  berkualitas,  informatif,  kualitas  penyiarnya  baik,  kreatif,  mampu  menghibur masyarakat,  mudah  diakses,  dan  sudah  mampu  menarik  penonton  untuk  menyaksikan  beberapa
tayangan program acara yang disajikan. Namun menurut responden, pada bagian kualitas penyiaran dan kreativitas dekorasi yang dimiliki RBTV Jogja masih kurang baik sehingga masih sangat perlu
untuk diperbaiki.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
464
Gambaran Stasiun Televisi Harapan Masyarakat DIY dan Sekitarnya
Hasil  dari  penelitian  yang  didapatkan  dengan  menggunakan  70  responden  ternyata  semua responden  pernah  menonton  siaran  televisi  lokal  di  D.I.  Yogyakarta.  Kemudian  didapatkan
informasi  mengenai  stasiun  TV  lokal  yang  sering  ditonton  masayarakat  DIY  yaitu  RBTV  dengan persentase  yang  memilih  stasiun  tv  tersebut  sebesar  43.  Selanjutnya  besar  persentase  yang
memilih  stasiun  Jogja  TV,  TVRI  Jogja,  dan  AdiTV  masing-masing  28,  23,  dan  AdiTV. Sedangkan  untuk  3  program  acara  RBTV  yang  paling  dikenaldiketahui  bahkan  disenangi  oleh
masyarakat  adalah  program  acara  Leyeh-leyeh,  News  Kabar  Jogja,  dan  Music  Box.  Berdasarkan hasil yang didapatkan masyarakat memiiki alasan dalam menyukai 3 program acara tersebut yaitu,
masyarakat  menyenangi  leyeh-leyeh  karena  program  yang  disajikan  berupa  musik  tradisional campursari, untuk masyarakat yang menyenangi News Kabar Jogja dikarenakan masyarakat jogja
menginginkan  informasi  terbaru  tentang  jogja  dan  sekitarnya,  dan  masyarakat  yang  menyenangi Music Box dikarenakan masyarakat menyenangi musik-musik yang disajikan dan dapat menghibur
mereka saat melakukan aktivitas. Sebuah  stasiun  tv  perlu  mengetahui  jam  menonton  masyarakat  karena  ketepatan  jam
penayangan  suatu  acara  perlu  diperhatikan  agar  menyesuaikan  acara-acara  tersebut  dengan kebutuhan masayarakat. Dari hasil penelitian  didapatkan informasi untuk stasiun RBTV mengenai
jam kebiasaan masyarakat dalam menonton tv bahwa masyarakat paling banyak menonton televisi pada  pukul  18.00-00.00  dengan  persentase  36,  hal  ini  dikarenakan  pada  rentang  pukul  tersebut
merupakan jam bersantai masyarakat untuk menghiangkan lelah dari aktifitas mereka sehari-hari . Sedangkan pada pukul 06.00-09.00 20, pukul 15.00-18.00 18, pukul 09.00-12.00 13, dan
12.00 – 15.00 9 merupakan jam masyarakat beraktivitas seperti bekerja, sekolah, kuliah dan lain
sebagainya.Kemudian  untuk  rentang  pukul  00.00-06.00  memiiki  nilai  persentase  paling  kecil dengan nilai persentase sebesar 4 hal ini dikarenakan pada pukul tersebut merupakan jam istirahat
masyarakat jam tidur. Masyarakat DIY juga menonton stasiun TV non lokal. Berdasarkan hasil penelitian dengan
peneliti  mendapatakan  3  tiga  stasiun  TV  non  lokal  yang  sering  ditonton  oleh  masyarakat  DIY, stasiun  TV  non  lokal  tersebut  sebagai  berikut  Trans  TV,  Net  TV,  dan  RCTI  dengan  jumlah
responden  masing-masing  sebanyak  18,  14,  dan  10.  Berdasarkan  hasil  berikut,  RBTV  dapat menjadikan  ketiga  stasiun  tersebut  sebagai  acuanperbandingan  untuk  meningkatkan  kualitas  dari
RBTV  sendiri.Berdasarkan  hasil  dari  stasiun  televisi  non  lokal  yang  sering  ditonton  oleh masyarakat dikarenakan oleh beberapa alasan. Alasan tersebut diantaranya program acara menarik,
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
465 kulaitas gambar dan suara bagus, pembawa dan pengisi acara menarik, dan lainnya. Namun alasan
yang paling kuat sampai terendah dari keempat alasan tersebut adalah program acaranya menarik, kualitas  gambar  dan  suara  bagus,  pembawa  dan  pengisi  acara  menarik  dan  alasan  lainnya  seperti
mengikuti  kebisaan  yang  sering  ditonton  oleh  orang  disekitarnya.  Kemudian  didapatkan  juga informasi  bahwa  Masyarakat  DIY  paling  sering  menonton  jenis  program  acara  berupa  berita  dan
informasi sedangkan program acara gameshow, masyarakat DIY sedikit yang menonton.
Analisis Non-Parametrik Tabel2
merupakan  tabel  yang  menyajikan  hasil  pengujian  hipotesis  untuk  mengetahui  apakah terdapat perbedaan pemberian pendapat atau penilaian penonton stasiun televisi lokal RBTV Jogja
berdasarkan umur penonton.
Tabel2
menunjukkan  masing-masing  nilai  signifikansi  Asymptotis  untuk  masing-masing  butir pernyataan.  Kemudian,  nilai-nilai  signifikansi  Asymptotis
tersebut  dibandingkan  dengan  nilai  α 0,05. Hipotesis awal yang digunakan yaitu “tidak terdapat perbedaan penilaian penonton RBTV
Jogja  berdasarkan  umur  penonton”,  sedangkan  hipotesis  alternatifnya  yaitu  “terdapat  perbedaan
penilaian penonton RBTV Jogja berdasarkan umur penonton”. Hipotesis awal ditolak apabila nilai
signifikansi Asymptotis kurang dari α 0,05.
Tabel 2. Hasil Uji Kruskall Wallis
No Butir
Asymp Sig. Keputusan
1 X
1
kualitas acara 0,321
Gagal Tolak H 2
X
2
informasi cepat 0,145
Gagal Tolak H 3
X
3
informasi bermanfaat 0,679
Gagal Tolak H 4
X
4
kualitas penyiaran 0,000
Tolak H 5
X
5
penyiar komunikatif 0,221
Gagal Tolak H 6
X
6
penyiar berkualitas 0,005
Tolak H 7
X
7
penyiar membawa suasana 0,024
Tolak H 8
X
8
acara menarik 0,555
Gagal Tolak H 9
X
9
tema menarik 0,386
Gagal Tolak H 10
X
10
kreativitas penyajian 0,335
Gagal Tolak H 11
X
11
dekorasi menarik 0,374
Gagal Tolak H 12
X
12
penonton senang 0,024
Tolak H 13
X
13
penonton bangga 0,294
Gagal Tolak H 14
X
14
penonton terbawa suasana 0,015
Tolak H 15
X
15
jam tayang sesuai 0,254
Gagal Tolak H 16
X
16
mudah diakses 0,000
Tolak H 17
X
17
tidak keluar biaya 0,122
Gagal Tolak H 18
X
18
ingin menonton kembali 0,020
Tolak H 19
X
19
mengajak orang lain menonton 0,005
Tolak H
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
466
Berdasarkan Tabel2, karena nilai signifikansi Asymptotis pada X
1
, X
2
, X
3
, X
5
, X
8
, X
9
, X
10
, X
11
, X
13
, X
15
, dan X
17
lebih besar dari 0,05, maka hipotesis awal gagal ditolak. Sehingga, diperoleh kesimpulan yaitu dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95, data yang ada mendukung H
atau data  yang  ada  menunjukkan  bahwa  tidak  terdapat  perbedaan  antara  penilaian  penonton  pada  butir
X
1
, X
2
, X
3
, X
5
, X
8
, X
9
, X
10
, X
11
, X
13
, X
15
, dan X
17
berdasarkan klasifikasi umur penonton. Sedangkan  nilai  signifikansi  Asymptotis  pada  X
4
,  X
6
,  X
7
,  X
12
,  X
14
,  X
16
,  X
18
,  dan  X
19
kurang  dari 0,05,  maka  hipotesis  awal  ditolak.  Sehingga,  diperoleh  kesimpulan  yaitu  dengan  menggunakan
tingkat  kepercayaan  95,  data  yang  ada  tidak  mendukung  H atau  data  yang  ada  menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan antara penilaian penonton pada butir X
4
, X
6
, X
7
, X
12
, X
14
, X
16
, X
18
, dan X
19
berdasarkan  umur  penonton.  Untuk  mengetahui  kelompok  umur  mana  yang  memberikan perbedaan penilaian atau pendapat pada 8 delapan butir tersebut, maka digunakan uji statistik non-
parametrik yaitu uji Mann Whitney.
Tabel3 merupakan  tabel  yang  menyajikan  hasil  pengujian  hipotesis  untuk  mengetahui
apakah terdapat perbedaan pemberian pendapat atau penilaian penonton stasiun televisi lokal RBTV Jogja berdasarkan klasifikasi umur penonton yang diuji untuk dua kelompok umur berpasangangan
yang diuji secara bergantian.
Tabel 3.Hasil Uji Mann Whitney
No Butir
Uji Perbedaan Kelompok Umur
Asymp Sig. 2-tailed
Keputusan
1 X
4
Remaja vs Dewasa 0,006
Tolak H 2
Remaja vs Lansia 0,000
Tolak H 3
Dewasa vs Lansia 0,083
Gagal Tolak H 4
X
6
Remaja vs Dewasa 0,012
Tolak H 5
Remaja vs Lansia 0,009
Tolak H 6
Dewasa vs Lansia 0,710
Gagal Tolak H 7
X
7
Remaja vs Dewasa 0,149
Gagal Tolak H 8
Remaja vs Lansia 0,011
Tolak H 9
Dewasa vs Lansia 0,207
Gagal Tolak H 10
X
12
Remaja vs Dewasa 0,297
Gagal Tolak H 11
Remaja vs Lansia 0,005
Tolak H 12
Dewasa vs Lansia 0,158
Gagal Tolak H 13
X
14
Remaja vs Dewasa 0,325
Gagal Tolak H 14
Remaja vs Lansia 0,003
Tolak H 15
Dewasa vs Lansia 0,139
Gagal Tolak H 16
X
16
Remaja vs Dewasa 0,000
Tolak H 17
Remaja vs Lansia 0,027
Gagal Tolak H 18
Dewasa vs Lansia 0,369
Gagal Tolak H 19
X
18
Remaja vs Dewasa 0,009
Tolak H 20
Remaja vs Lansia 0,098
Gagal Tolak H 21
Dewasa vs Lansia 0,729
Gagal Tolak H
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
467
No Butir
Uji Perbedaan Kelompok Umur
Asymp Sig. 2-tailed
Keputusan
22 X
19
Remaja vs Dewasa 0,043
Gagal Tolak H 23
Remaja vs Lansia 0,002
Tolak H 24
Dewasa vs Lansia 0,387
Gagal Tolak H
Tabel3
menunjukkan masing-masing nilai signifikansi Asymptotis 2-tailed untuk masing- masing kelompok umur berpasangan. Kemudian, nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai
α2 0,025.  Hipotesis  awal  yang  digunakan  yaitu  “tidak  terdapat  perbedaan  penilaian  penonton
kelompok umur terhadap tayangan RBTV Jogja”, sedangkan hipotesis alternatifnya yaitu “terdapat
perbedaan  penilaian  penonton  kelompok  umur  terhadap  tayangan  RBTV  J ogja”.  Hipotesis  awal
ditolak apabila nilai signifikansi Asymptotis 2-tailed kurang dari 0,025.
Berdasarkan Tabel3
, diperoleh hasil untuk kelompok umur “Remaja vs Dewasa” pada butir X
4
,  X
6
,  X
16
,  dan  X
18
memiliki  nilai  signifikansi  Asymptotis  2-tailed  kurang  dari  0,025,  maka hipotesis  awal  ditolak.  Sehingga,  diperoleh  kesimpulan  yaitu  dengan  menggunakan  tingkat
kepercayaan 95, data yang ada tidak mendukung H atau data yang ada menunjukkan bahwa ada
perbedaan antara penilaian penonton kelompok umur remaja dan dewasa pada butir X
4
, X
6
, X
16
, dan X
18
.  Sedangkan  pada  butir  X
7
,  X
12
,  X
14
,  dan  X
19
memiliki  nilai  signifikansi  Asymptotis  2-tailed lebih  besar  dari  0,025,  maka  hipotesis  awal  gagal  ditolak.  Sehingga,  diperoleh  kesimpulan  yaitu
dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95, data yang ada mendukung  H atau data yang ada
menunjukkan  bahwa  tidak  ada  perbedaan  antara  penilaian  penonton  kelompok  umur  remaja  dan dewasa pada butir X
7
, X
12
, X
14
, dan X
19
. Kemudian diperoleh hasil untuk kelompok umur “Remaja vs Lansia” pada butir X
4
, X
6
, X
7
, X
12
, X
14
, dan X
19
memiliki nilai signifikansi Asymptotis 2-tailed kurang dari 0,025, maka hipotesis awal ditolak. Sehingga, diperoleh kesimpulan yaitu dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95,
data yang ada tidak mendukung  H atau data yang ada menunjukkan bahwa ada perbedaan antara
penilaian  penonton  kelompok  umur  remaja  dan  lansia  pada  butir  X
4
,  X
6
,  X
7
,  X
12
,  X
14
,  dan  X
19
. Sedangkan pada butir X
16
dan X
18
memiliki nilai signifikansi Asymptotis 2-tailed lebih besar dari 0,025,  maka  hipotesis  awal  gagal  ditolak.  Sehingga,  diperoleh  kesimpulan  yaitu  dengan
menggunakan  tingkat  kepercayaan  95,  data  yang  ada  mendukung  H atau  data  yang  ada
menunjukkan  bahwa  tidak  ada  perbedaan  antara  penilaian  penonton  kelompok  umur  remaja  dan lansia pada butir X
16
dan X
18
.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
468 Kemudian diperoleh hasil untuk kelompok umur “Dewasa vs Lansia” pada butir X
4
, X
6
, X
7
, X
12
, X
14
, X
16
, X
18
dan X
19
memiliki nilai signifikansi  Asymptotis 2-tailed lebih besar dari 0,025, maka  hipotesis  awal  gagal  ditolak.  Sehingga,  diperoleh  kesimpulan  yaitu  dengan  menggunakan
tingkat  kepercayaan  95,  data  yang  ada  mendukung  H atau  data  yang  ada  menunjukkan  bahwa
tidak ada perbedaan antara penilaian penonton kelompok umur dewasa dan lansia pada butir X
4
, X
6
, X
7
, X
12
, X
14
, X
16
, X
18
dan X
19
.
Berdasarkan  hasil  pembahasan  pada  Tabel  2,  diperoleh  perbedaan  pendapat  antara
responden  remaja  dengan  dewasa  dan  lansia  tentang  kualitas  penyiaran.  Hal  ini  dapat  disebabkan karena  usia  remaja  lebih  menginginkan  kualitas  penyiaran  yang  lebih  bagus  seperti  warna  dan
gambar yang lebih tajam, serta kualitas suara yang lebih jernih. Kemudian, terdapat pula perbedaan pendapat antara responden remaja dengan dewasa dan lansia tentang kualitas penyiar. Hal ini dapat
disebabkan karena usia remaja lebih menginginkan penyiar yang menggunakan pakaian atau bahasa yang mengikuti perkembangan zaman trend masa kini, sedangkan untuk dewasa dan lansia lebih
menginginkan penyiar acara yang menggunakan pakaian dan bahasa yang sopan. Selanjutnya,  terdapat  perbedaan  pendapat  antara  responden  remaja  dengan  lansia  tentang
kemampuan  penyiar  dalam  membawakan  suasana.  Hal  ini  dapat  disebabkan  karena  remaja  dapat merasakan  suasana  tergantung  pada  penyiar  dan  pengisi  acara.  Terdapat  pula  perbedaan  pendapat
antara responden remaja dengan lansia tentang perasaan senang saat menonton RBTV Jogja. Hal ini dapat  disebabkan  karena  RBTV  lebih  banyak  menyajikan  program acara  seputar daerah  dan lebih
banyak menggunakan budaya lokal. Kemudian,  terdapat  perbedaan  pendapat  antara  responden  remaja  dengan  lansia  tentang
perasaan yang terbawa suasana program acara atau tidak saat menonton acara RBTV Jogja. Hal ini dapat  disebabkan  karena  kebanyakan  anak  remaja  saat  menonton  tayangan  di  televisi  juga  fokus
kepada hal lain seperti mengoperasikan gadget atau sambil mengerjakan pekerjaan lain. Diperoleh pula  perbedaan  pendapat  antara  responden  remaja  dengan  dewasa  tentang  kemudahan  akses
channel  RBTV  Jogja.  Hal  ini  dapat  disebabkan  karena  reponden  remaja  pada  penelitian  ini didominasi  oleh  mahasiswa  yang  kebanyakan  adalah  anak  kos,  sehingga  lokasi  kos  dan
kelengkapan peralatan televisi yang paling berpengaruh. Selanjutnya,  terdapat  perbedaan  pendapat  antara  responden  remaja  dengan  dewasa  tentang
keinginan  menonton  RBTV  Jogja  kembali  atau  tidak.  Hal  ini  dapat  disebabkan  karena  beberapa faktor yang dimiliki oleh RBTV seperti program acara, penyiar acara, kreativitas penyajian program
acara dan lain sebagainya yang dapat menjadi faktor pendorong keinginan untuk menonton kembali
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
469 masih  dapat  dikatakan  kurang  bagi  usia  remaja,  sehingga  penonton  usia  remaja  dapat  beralih
channel  televisi  lain  yang  mampu  memenuhi  keinginannya  dalam  menonton  acara  di  televisi. Terakhir,  diperoleh  perbedaan  pendapat  antara  responden  remaja  dengan  lansia  tentang  keinginan
mengajak  orang  lain  untuk  menonton  RBTV  Jogja.  Hal  ini  dapat  disebabkan  karena  usia  lansia cenderung lebih senang berbagi cerita kepada orang lain.
Pemetaan Radius Pemancar Stasiun Televisi RBTV Jogja
Stasiun televisi lokal RBTV Jogja memiliki tower pemancar yang terletak di Desa Ngoro-oro, Kecamatan  Patuk,  Kabupaten  Gunung  Kidul,  Daerah  Istimewa  Yogyakarta.  Pemancar  tersebut
memiliki kekuatan sebesar 30.000 watt, sehingga radius yang dicapai sejauh 100 kilometer. Daerah- daerah  yang  masuk  ke  dalam    zona  pemancar  antara  lain  Kota  Yogyakarta,  Kabupaten  Sleman,
Bantul,  Kulon  Progo,  Gunung  Kidul,  Magelang,  Temanggung,  Wonosobo,  Purworejo,  Sragen, Wonogiri, Klaten, Karanganyar, Sukoharjo, dan Kota Surakarta. Hasil pemetaan daerah yang masuk
ke dalam radius pemancar stasiun televisi RBTV dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.Hasil pemetaan daerah yang masuk ke dalam radius pemancar
stasiun televisi RBTV Jogja
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
470
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dengan menggunakan 70 responden  yang  tersebar  di  daerah  Kota  Yogyakarta,  Kabupaten  Sleman,  Gunung  Kidul,  Kulon
Progo,  Magelang,  Sukoharjo,  Klaten,  dan  Sragen  diperoleh  hasil  penelitian  berupa  penilaian penonton terhadap stasiun televisi RBTV Jogja dan gambaran stasiun televisi yang diinginkan atau
dibutuhkan masyarakat. Pertama,  pada  bagian  penilaian  tentang  RBTV  Jogja  diperoleh  hasil  bahwa  sudah  dapat
dikatakan  RBTV  Jogja  sudah  memiliki  program  acara  yang  berkualitas,  informatif,  kualitas penyiarnya baik, kreatif, mampu menghibur masyarakat, mudah diakses, dan sudah mampu menarik
penonton  untuk  menyaksikan  beberapa  tayangan  program  acara  yang  disajikan.  Namun  menurut responden,  pada  bagian  kualitas  penyiaran  dan  kreativitas  dekorasi  yang  dimiliki  RBTV  Jogja
masih kurang baik. Kemudian, berdasarkan hasil penelitiandiperoleh juga hasil bahwa ada 3 tiga program  acara  RBTV  yang  paling  dikenaldiketahui  bahkan  disenangi  oleh  masyarakat  yaitu
program acara Leyeh-leyeh, News Kabar Jogja, dan Music Box. Kedua,  pada  bagian  gambaran  televisi  sesuai  keinginan  masyarakat  diperoleh  hasil  yaitu
masyarakat  menginginkan  program  acara  yang  menarik  berita,  talkshow,  infotainment,  hiburan musik, sinetronfilm, gameshow, dan reality show, kualitas gambar dan suara bagus,pembawa dan
pengisi  acara  yang  menarik,  serta  penempatan  jam tayang  program  acara  yang  sesuai  dengan  jam menonton  masyarakat  yang  mayoritas  menonton  pada  rentang  waktu  18:00
–00:00.  Selain  itu, diperoleh juga  stasiun  televisilokal  Daerah  Istimewa  Yogyakarta  yang  paling  sering  ditonton  oleh
masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu RBTV Jogja, sedangkan stasiun televisinon-lokal Trans TV, Net TV, dan RCTI.
Ketiga,  berdasarkan  perhitungan  analisis  statistik  non-parametrik  menyatakan  bahwa diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan antara penilaian penonton pada butir kualitas acara,
informasi  cepat,    informasi  bermanfaat,  penyiar  komunikatif,  acara  menarik,  tema  menarik, kreativitas penyajian, dekorasi menarik, penonton bangga, jam tayang sesuai, dan tidak keluar biaya
berdasarkan  klasifikasi  umur  penonton,  sedangkan  pada  butir  kualitas  penyiaran,  penyiar berkualitas,  penyiar  membawa  suasana,  penonton  senang,  penonton  terbawa  suasana,  mudah
diakses,  ingin  menonton  kembali,  dan  mengajak  orang  lain  menonton  terdapat  perbedaan  antara penilaian penonton berdasarkan klasifikasi umur penonton.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
471
SARAN
Berdasarkan  hasil  penelitian  dan  pembahasan  yang  telah  dilakukan,  peneliti  menyarankan beberapa hal kepada pihak stasiun televisi RBTV Jogja yang diperoleh dari saran masyarakat yang
menjadi responden penelitian ini, yaitu: a.  Jam tayang  untuk  masing-masing  program  acara  perlu  lebih  disinkronkan  pada  jam  menonton
masyarakat b.  Kreativitas pada bagian dekorasi lebih divariasikan sesuai dengan program acaranya
c.  Diadakan program acara religi dan olahraga d.  Pembawa acara diharapkan lebih komunikatif dan berpenampilan menarik
e.  Kualitas penyiaran gambar, suara, warna lebih diperbaiki f.  Tidak  memotong  tayangan  program  acara  yang  sedang  berlangsung  secara  tiba-tiba  dipotong
dengan berita g.  Tidak mengulang-ulang program acara yang sudah pernah ditayangkan
h.  Lagu-lagu untuk program acara hiburan musik lebih sering diperbarui
DAFTAR PUSTAKA
Amirin, Tatang M. 2011. Populasi dan Sampel Penelitian 3 : Pengambilan Sampel Dari Populasi Tak-Terhingga Dan Tak-Jelas. tatangmanguny.wordpress.com
Fajar,  Mahardian.  2011.  Kepuasan  Pemirsa  Menonton  Program  Eight  Eleven  Show  di  Metro  TV Studi Deskriptif Kepuasan Pemirsa di Surabaya dalam Menonton Program Eight Eleven Show di
Metro TV. Skripsi. Universitas Pembangunan Non- lokal “Veteran”, Surabaya.
Fernando,  Anggi  Amanda.  2008.  Analisis  mengenai  perilaku  konsumen  TV  berlangganan  di Bandung. S.T Skripsi. Universitas Kristen Maranata, Bandung.
Hasan, Iqbal, 2001. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 Statistik Deskriptif, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Juhadi dan Dewi Liesnoor Setiyowati. 2001. Desain dan Komposisi Peta Tematik. Semarang: Pusat
Pengkajian dan Pelayanan Sistem Informasi Geografis, Geografi UNNES. Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid 2. Jakarta: Bumi Aksara.
_______. 2000. Principle of Marketing. Jakarta: Prenhallindo. Kusnarto.  2010.
Opini masyarakat Surabaya terhadap program acara reality show “Uya Emang Kuya” di SCTV. Jurnal Ilmu komunikasi Vol 2 No. 1
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
472 Linda,  Mei.  2015.  Hubungan  Aktivitas  Menonton  Dengan  Persepsi  Terhadap  Cak  Nun  Dalam
Acara Mocopat Syafa’at ADI TV Pada Masyarakat Klidon, Sukoharjo, Ngaglik, Sleman. Skripsi. Universitas Islam Negeri Kalijaga, Yogyakarta.
Mardhika, Guntur. 2011. Strategi producer dalam meningkatkan rating program musik Dahsyat di RCTI. S.Ikom Skripsi. Universitas Pembangunan Non-
lokal “Veteran”, Jakarta. Mashud, Ratnasari. 2013. Pola Menonton Televisi Lokal pada Pemirsa di Kota Makassar. Skripsi.
Universitas Hasanuddin, Makassar. Nabiu, Nurmihailoa. 2013.  Hubungan antara menonton tayangan infotainment di  TV dan agenda
komunikasi ibu rumah tangga di kota Makassar. S.Sos Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makasar. Nursalam, 2001.Pendekatan praktis metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Info Medika.
Nurhasanah, Rise. 2008. Analisis Kuantitatif Kelengkapan Rekam Medis Rawat Jalan di RS. Siaga Raya pada Bulan Juni 2007-Mei 2008. Skripsi FKM. Universitas Indonesia
Prasetyowati, Tri Heni. 2015.  Respon Masyarakat Kliwonan Terhadap Program Siaran di Stasiun TV Komunitas
– Grabag TV. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Purwanegara,  Mustika  Sulfati.  dkk  2010.  Media  strategy  of  TV  Advertising  in  Indonesia.  Jurnal
Teknologi Vol 62 No 2. Putri, Pramanti. 2010.  Studi Hubungan Antara Faktor Psikologis, Faktor Kondisional, dan Faktor
Demografis  dengan  Persepsi  Mahasiswa.  S.Sos  Skripsi.  Universitas  Negeri  Sebelas  Maret, Surakarta.
Riyanto, Yatim. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan, SIC. Surabaya. Sastropoetro, Santoso R.A. 1990. Pendapat Khalayak Dalam Komunikasi Sosial. Bandung :Remaja
Rosda Karya. Septiadi,  Ruben  Adrian.  2010.
Strategi  pengembangan  program  dalam  film  televisi  “Bioskop Indonesia” PT Televisi Transformasi Indonesia. S.Sos Skripsi. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Soekidjo. 1994. Pengembangan Potensi Wilayah. Bandung: Gramedia Group. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis.Bandung: CV. Alfabeta.
________. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatitaif dan R  D. Bandung: Alfabeta. ________. 2001. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Walpole, Ronald E dan Myers, Raymond H. 1995. Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan. Bandung : ITB.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
473
PERILAKU  INTERNAL AUDITOR DALAM WHISTLEBLOWING SEBAGAI IMPLEMENTASI  GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Ponny Harsanti
Universitas Muria Kudus opharsantgmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris  determinan perilaku internal auditor dalam whistleblowing sebagai implementasi good corporate governance. Populasi
dalam  penelitian  ini  adalah  735  internal  auditor  dari  seluruh  perusahaan  BUMN  di Indonesia . Pengumpulan data menggunakan metode sensus dan jumlah sampel penelitian
yang  digunakan  dalam  analisis  data  sebanyak  197.  Pengujian  hipotesis  menggunakan Structural  Equation  Model  SEM  dengan  bantuan  WarpPls  5,0.  Hasil  penelitian
membuktikan  bahwa  sikap  auditor  terhadap  whistleblowing,  norma  subyektif  auditor  dan persepsi  pengendalian  perilaku  auditor    berpengaruh  positif  terhadap  intensi
whistleblowing.  Intensi  whistleblowing  berpengaruh  positif  terhadap  perilaku whistleblowing  .  Jalur  pelaporan    anonimyty  struktural  memperkuat  hubungan    intensi
whistleblowing  dan  perilaku  whistleblowing.  Retaliasi  formal    memperlemah  hubungan intensi whistleblowing dan perilaku whistleblowing.
Kata kunci : Intensi whistleblowing, perilaku  whistleblowing , retaliasi formal, anonimyty struktural
ABSTRACT
The  research  was  aimed  to  test  the  determinant  of  auditors  internal  behavior  in whistle  blowing  as  the  implementation  of  good  corporate  governance  .  The  population  of
research was 735 internal auditors of entire State-Owned Enterprises in Indonesia. Census methods was applied to collect the data and the samples were 197 among them. Structural
Equation  Modelling  SEM  aided  by  Warp  PLS  5,0  was  used  for  data  processing.  The conclusion was that auditors attitude on  whistle blowing, subjective norms, and perceived
behavioral  control  positively  influenced  whistle  blowing  intention.  Whistle  blowing intention  positively  influenced  whistle  blowing  behavior.  Structural  anonimity  line
reinforced  the  relationship  between  whistle  blowing  intention  and  whistle  blowing behavior. Formal retaliation weakened the relationship between whistle blowing intention
and whistle blowing behavior.
PENDAHULUAN
Fraud  banyak  terjadi  di  negara-negara  berkembang  seperti  di  Indonesia  yang  penegakan hukumnya  lemah  dan  masih  kurang  kesadaran  akan  tata  kelola  yang  baik  good  governance
sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Menurut  data  dari  Badan  Pemeriksa  Keuangan    sebagian  besar  BUMN  dan  BUMD  turut
berkontribusi  atas    meningkatnya  kasus  fraud  di  Indonesia.  Dalam    lima  tahun  terakhir      Badan
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
474 Pemeriksaan  Keuangan  menemukan    kasus  penyimpangan  keuangan  negara  dan  tata  kelola  yang
tidak baik di lingkungan BUMNBUMD hingga 510 kasus dimana sebanyak 93 kasus diantaranya merupakan  kasus  yang  mengakibatkan  kerugian  mencapai  Rp  2,69  triliun.      Data  ini  semakin
dikuatkan  dengan    laporan  Komisi  Pemberantasan  Korupsi  yang    menunjukkan  ada  pengaduan kasus fraud sebanyak 36.001 kasus fraud BUMNBUMD www.BPK.go.id.
Banyaknya  kasus  pelanggaran  atau  kecurangan  BUMN  yang  ditangani  oleh  Badan Pemeriksa  Keuangan  dan  Komisi  Pemberantasan  Korupsi  menunjukkan    implementasi  Good
Corporate  Governance  belum  berjalan  dengan  baik.  Terkait  dengan  usaha  penerapan  good corporate  governance    penelitian  dari  berbagai  institusi,  seperti  Organization  for  Economic  Co-
operation and Development OECD, Association of Certified Fraud Examiner ACFE dan Global Economic Crime Survey GECS menyimpulkan bahwa salah satu cara yang  untuk mencegah dan
memerangi  praktik  yang  bertentangan  dengan  good  corporate  governance  adalah  melalui mekanisme pelaporan pelanggaran yaitu whistleblowing system.
Penerapan  whistleblowing  system  juga    merupakan  implementasi  dari  good  corporate governance  yang  sekarang  merupakan  tuntutan  baik  di  sektor  pemerintah  maupun  swasta.Untuk
lebih  menguatkan  pentingnya  good  corporate  governance  bagi  perusahaan,  khususnya  BUMN  di Indonesia,  maka  pemerintah  mengeluarkan  peraturan  dalam  bentuk  Keputusan  Menteri  BUMN
yaitu Kep.117M-MBU2002 tentang Penerapan Good Corporate Governance pada BUMN pasal 2 ayat  1  yang  mewajibkan  BUMN  menerapkan  good  corporate  governance  secara  konsisten  dan
menjadikan good corporate governance sebagai landasan operasionalnya. Whistleblowing  system  didefinisikan  sebagai sistem pelaporan pengungkapan oleh  seluruh
unsur    dari  dalam  perusahaan  mengenai  suatu  informasi  yang  diyakini  mengandung  pelanggaran hukum, peraturan, pedoman praktis atau pernyataan professional, atau berkaitan dengan kesalahan
prosedur,  korupsi,  penyalahgunaan  wewenang,  atau  merugikan  publik  dan  keselamatan  tempat kerjaVinten  1992.Whistleblowing  merupakan  mekanisme  yang  efektif  untuk  menemukan
pelanggaran  dalam  perusahaan  ditegaskan  dengan  adanya  pengungkapan  penipuan  laporan keuangan  terbesar  oleh  dua  perusahaan  yaitu  Enron  dan  WorldCom  dalam  sejarah  Amerika
SerikatBowen  et  al.  2010.  Whistleblowing    sebagai  komponen  penting  dan  praktek  terbaik  dari kerangka  tata  kelola  perusahaan  organisasi  dapat  memberikan  makna    baru    dan  memainkan
peranan penting sebagai mekanisme kontrol internal dan sosial Chiu 2002; Rufus 2004. Whistleblowing  bukan  merupakan  isu  yang  baru  dalam  penelitian  di  bidang  etika  dan
akuntansi.  Penelitian  mengenai  hal  ini  telah  banyak  dilakukan  dan  kebanyakan  menguji  faktor-
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
475 faktor  apa  yang  mempengaruhi  individu  untuk  melakukan  whistleblowingChiu  2002.    Penelitian
berikutnya  Park  2004;  Ponnu  et  al.  2008  menggunakan  perspektif    perilaku  individu  yaitu  teori perilaku  yang  direncanakan  Theory  of  Planned  BehaviourAjzen  1991,yang    merupakan
pengembangan  dari    Theory  of  Reason  Action  Fishbein  dan  Ajzen  1975.    Dalam  proses pengambilan keputusan untuk perilaku whistleblowing  awalnya ada kemauan atau intensi dan nilai-
nilai penting sebagai determinan dalam  pengembangan intensi terlebih dahulu. Theory of Planned Behaviour menyebutkan intensi perilaku manusia  dipengaruhi oleh  tiga jenis faktor penentu yang
secara  konseptual independen  satu  sama lain  Yaitu    sikap terhadap  perilaku,  norma  subyektif  dan persepsi pengendalian perilaku.
Penelitian terkait hubungan intensi dengan perilaku masih  menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil meta analisis yang dilakukan Armitage dan Corner 2001 menunjukkan meskipun  Theory of
Planned  Behaviour    dapat  memprediksi  intensi  dengan  baik    namun  belum  sepenuhnya memprediksi  hubungan  intensi  dengan  perilakunya.  Armitage  dan  Corner  hanya  menemukan  dua
dukungan empiris yang membuktikan hubungan intensi dengan perilaku  Henle et.al. 2010; Park, 2009.    Sedangkan  penelitian  lainnya  secara  empiris  membuktikan  bahwa  intensi  tidak  selalu
berhubungan dengan perilaku Currington et.al. 2010; Davies et.al. 2002. Meskipun ada intensi namun belum tentu diikuti dengan perilaku atau ada  perbedaan  antara
intensi  dan  perilakuwhistleblowing    terbukti  dari  penelitian  sebelumnya  yang  masih  belum konklusif    mengenai  pengaruh    intensi  dengan  perilakunya.  Hal  ini  bisa  terjadi  karena  belum
dipertimbangkan bahwa hubungan antara intensi dengan perilaku dapat dikuatkan atau dilemahkan oleh faktor-faktor diluar pengendalian individu seperti faktor situasional.
Perlunya  mempertimbangkan  faktor  situasional  juga    sesuai  dengan    prespektif    model pengambilan  keputusan  yang    menyatakan  bahwa  ada    interaksi  antara  faktor  individu  dan  faktor
situasional  yang  dapat  menjelaskan  konsistensi  dan  inkonsistensi  antara  intensi  dan  perilaku individu Trevino, 1986. Kemudian Jones 1991 juga menunjukkan bahwa karakteristik individu
dan  situasional  berinteraksi  satu  sama  lain  untuk  memoderasi  proses  psikologis  yang  mendasari keputusan individu whistleblowing.
Oleh karena itu penelitian ini mengembangkan model Theory of Planned Behaviour dengan menambahkan  retaliasi  formal  dan  anonimity  strukrural  sebagai  faktor  situasional  yang  sering
melekat  dalam  proses  whistleblowing  yang  dapat  memperkuat  atau  justru  melemahkan  hubungan antara  intensi  dan  perilaku  whistleblowing  yang  belum  pernah  dilakukan  dalam  penelitian
sebelumnya.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
476
METODE  PENELITIAN Theory of Planned Behaviour
Theory of Planned Behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia   adalah makhluk yang rasional dan menggunakan informasi-informasi secara sistematis.Orang memikirkan implikasi dari
tindakannya sebelum  memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu.Theory of  Planned  Behavior  dimulai  dengan  melihat  intensi  berperilaku  sebagai  anteseden  terdekat  dari
suatu  perilaku.    Semakin  kuat  intensi  seseorang  untuk  menampilkan  suatu  perilaku  tertentu, diharapkan semakin berhasil melakukan perilaku tertentu tersebut Ajzen, 1991.
Whistleblowing
Secara  umum  whistleblowing  didefinisikan  sebagai  pengungkapan  oleh  anggota  organisasi atau  mantan  yang  berhubungandengan  tindakan    ilegal,  praktik  tidak  bermoral,  atau  tidak  sah
kepada  orang  atau  organisasi  yang  mungkin  dapat  mempengaruhi  atau  menyelesaikan  tindakan tersebut.  Pada  dasarnya  ada  dua  jenis  whistleblowing  yaitu  pelaporan  kesalahan    internal  dan
eksternal  Dworkin  dan  Baucus  1998;  Park  dan  Blenkinsopp  2009;  Zhang  et  al.  2009a.  Elias 2008  juga  menambahkan  bahwa  whistleblowing  dapat  terjadi  dari  dalam  internal  maupun  luar
eksternal.
Retaliasi Formal
ODay  1974  menggambarkan  retaliasi  atau  pembalasan  adalah  reaksi  negatif  manajemen terhadap  whistleblowing.    Retaliasi  akan  dipertimbangkan  sebagai  tindakan  negatif  yang  diambil
terhadap whistleblower oleh organisasi dalam menanggapi pelaporan kesalahan Weinstein 1984. Retaliasi  dapat  dilakukan  secara  informal  dan  informal.  Retaliasi  yang  informal
didefinisikan sebagai tindakan atau reaksi yang tidak memerlukan persetujuan dari atasan dan dapat dilakukan  tanpa  inisiasi  dokumen.Retaliasi  formal  akan  mencakup  tindakan-tindakan  yang
melibatkan  dokumentasi  tertulis  atau  diatur  oleh  peraturan  dan  prosedur  untuk  bagaimana  dan kapan dilaksanakanRehg et al. 2008.
Jalur pelaporan Anonimity Struktural
Dalam  rangka  mendorong  whistleblowing  prosedur  pelaporan  harus  bisa  memastikan  bahwa organisasi akan melindungi identitas Lewis 2006. Sebuah hotline memungkinkan dan mendorong
karyawan  untuk  memberikan  rahasia,  informasi  di  dalam  tanpa  takut  akan  pembalasan  ketika menjadi  whistleblower  Pergola  dan  Sprung  2005.  Sebuah  jalur  pelaporan  internal  yang
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
477 merahasiakan  identitas  merupakan  sarana  yang  penting      dan  mempunyai  nilai  tambah  untuk
organisasi Rufus 2004. Saluran  pelaporan  anonim  mungkin  sangat  berguna  dalam  mendorong  pelaporan  kesalahan
oleh anggota organisasi karena anonimitas akan  meminimalkan akibat yang mungkin terjadi seperti pembalasan  dan  hukuman  potensial  lainnya  Moberly  2006dan    terutama  yang  melibatkan
manajemen jalur  pelaporan anonim sangat  diperlukan AICPA 2005 Moberly  2006  menyatakan  bahwa  structural  model  didasarkan  atas  asumsi  bahwa
perusahaan  membangun  jalur  internal  yang  visibel,  bersungguh-sungguh  dan  formal  dalam mengungkap  wrongdoing.Structural  model  menyediakan  jalur  pelaporan  yang  langsung  dan
terlegitimasi  dari  karyawan  kepada  dewan  direksi.  Jalur  langsung  ke  dewan  direksi  akan mendorong whistleblowing yang efektif karena menghindari adanya pemblokiran dan penyaringan
informasi oleh eksekutif perusahaan Moberly 2006.
Populasi dan sampel
Populasi  dalam  penelitian  ini  adalah  internal  auditor  BUMN  di  Indonesiasebanyak  735 dengan sampel yang diolah 197.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu
jawaban internal auditor BUMN atas pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner penelitian. Pengolahan data  dilakukan  dengan  menggunakan  program  aplikasi  SPSS  versi  19,0  dan  Warp  Partial  Least
Square Warp PLS versi5,0.
Pengukuran Variabel
Definisi  operasional  variabel  dan indikator  pengukuran    didasarkan  pada    Ajzen  1991  dan Park  and  Blenkinsopp  2009.  Masing-masing  responden  diminta  menjawab  setiap  pertanyaan
dengan  skala  Liker  5  poin  yaitu  mulai  dari  angka  1  sangat  tidak  setuju  ,  angka  2  tidak  setuju, angka 3 netral, angka 4 setuju dan angka 5  sangat setuju.
HASIL  PENELITIAN
Hasil pengujian dengan warpls 5.0 yang disajikan dalam gambar  1 diketahui bahwa semua hubungan  antar  variabel  independen  dan  dependen  memperlihatkan  hasil  yang  signifikan    pada
tingkat keyakinan P0,005 .
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
478 Gambar 1
PEMBAHASAN Pengaruh Sikap Auditor Terhadap Whistleblowing dan Intensi Whistleblowing
Hasil pengujian statistik terhadap hipotesis 1 menunjukkan  nilai estimasi  koefisien variabel sikap  auditor  terhadap  whistleblowing    sebesar  0,158  0.16,  nilai  kesalahan  baku  0,069  dan
probabilitas 0,012. Dengan  demikian  penelitian  ini  dapat  membuktikan  bahwa   sikap terhadap  whistleblowing
ditentukan  oleh  kombinasi  antara  belief  individu  mengenai  konsekuensi  positif  dari  perilaku whistleblowing dan  penilaian subyektif terhadap setiap konsekuensi berperilaku tersebut outcome
evaluation. Terbentuknya sikap terhadap perilaku merupakan prediktor  intensi  untuk melakukan whistleblowing.Behavioral  belief  adalah  keyakinan-keyakinan  yang  dimiliki  seseorang  terhadap
perilaku  dan  merupakan  keyakinan  yang  akan  memdorong  terbentuknya  sikap.    Evaluation  of behavioral  belief  merupakan  evaluasi  positif  atau  negatif  individu  terhadap  perilaku  tertentu
berdasarkan  keyakinan-keyakinan  yang  dimilikinya.Hasil  penelitian  ini  juga  konsisten  dengan penelitian  sebelumnya  yang  menunjukkan  adanya  bukti  bahwa  sikap  merupakan  prediktor
signifikan  dari  intensi    Randall  dan  Gibson,  1991;  Chang,  1998;  Bobek  dan  Hatfield,  2003;  Park
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
479 dan Blenkinsopp, 2009 dan  Buchan 2005  yang menemukan dukungan untuk sikap berpengaruh
terhadap  intensi  di kalangan akuntan
Norma Subyektif Auditor dan Intensi Whistleblowing
Hasil pengujian statistik terhadap hipotesis 2 menunjukkan nilai estimasi  koefisien variabel Norma Subyektif  auditor  sebesar 0,161 0.16, nilai kesalahan baku 0,069, dan probabilitas 0,010.
Norma subyektif  tidak hanya ditentukan adanya keyakinan normatif normative belief tetapi juga ditentukan oleh motivation to comply. Keyakinan normatif berkenaan dengan harapan-harapan yang
berasal  dari  referent  atau  orang  dan  kelompok  yang  berpengaruh  bagi  internal  auditor  individu significant others. Motivation to comply adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, akan
merasakan  tekanan  sosial  untuk  melakukannyaBuchan  2005.Hasil  penelitian  ini  sesuai  dengan Theory  of  Planned  Behaviour  yang  menyatakan  norma  subyektif    adalah      persepsi  individu
terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak suatu perilaku. Individu memiliki keyakinan  bahwa  individu  atau  lingkungan  tertentu  akan  menerima  atau  tidak  menerima tindakan
yang  dilakukannya.  Apabila  individu  meyakini  apa  yang  menjadi  norma  lingkunganatau kelompoknya  maka  individu  akan  mematuhi  dan  membentuk  perilaku  yang  sesuai  dengan
lingkungan atau kelompoknyaAjzen 1991. Hasil  penelitian  sejalan  dengan    Randall  dan  Gibson,  1991;  Chang,  1998;  Bobek  dan
Hatfield, 2003; Park dan Blenkinsopp, 2009;AlleynedanPhillips, 2011 yang menemukan dukungan untuknormasubjektifsebagai prediktorsignifikandariintensi.
Pengaruh Kontrol Perilaku auditor terhadap Intensi Whistleblowing
Hasil  pengujian  statistik  terhadap  hipotesis  ketiga  menunjukkan  nilai  estimasi    koefisien variabel Persepsi pengendalian perilaku auditor sebesar 0,434 0.43, nilai kesalahan baku 0,065,
dan  probabilitas      0,001.  Dengan  demikian,  hipotesis  ketiga  yang  menyatakan  bahwa  Persepsi pengendalian  perilaku  auditor  berpengaruh  positif  terhadap  Intensi  whistleblowing      terdukung
signifikan dalam penelitian ini. Hasil  penelitian  ini    sesuai  dengan  Theory  of  Planned  Behaviouryang  menyatakan  bahwa
intensi  untuk  berperilaku  whistleblowing  tergantung  pada  sumber  daya  dan  peluang  yang  tersedia sehingga    dapat  mencapai  perilaku  tertentu.  Kesulitan  atau  risiko  yang  melekat  dalam  melakukan
perilaku    disebut  faktor  kontrol,  dan  diasumsikan  bahwa  keyakinan  dalam  diri  dipengaruhi  oleh pengalaman masa lalu serta informasi tentang perilaku yang diperoleh dari pengalaman orang lain.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
480 Persepsi pengendalian perilaku auditor  dibentuk oleh interaksi faktor  kontrol dan evaluasi faktor
tersebut.  Semakin  individu  merasakan  banyak  faktor  pendukung  dan  sedikit  faktor  penghambat untuk  dapat  melakukan  suatu  perilaku,  maka  individu  akan  secara  langsung  mempersepsikan  diri
mudah untuk melakukan perilaku tersebut Hasil  penelitian  ini  konsisten  dengan  beberapa  penelitian  sebelumnya.  menemukan  bahwa
kontrol  perilaku  auditor    dipersepsikanadalah  prediktor  terkuat  dari  intensi      Fearn  dan  White, 2006,  CarpenterdanReimers2005  Alleyne  etal2010;.  AlleynedanPhillips2011.  Park  dan
Blenkinsopp  2009  menemukan  bahwa  persepsi  pengendalian  perilaku  auditor    memiliki  efek positif  yang  signifikan  pada  niat    internal  whistleblowing.  Namun  penelitian  ini  tidak  sejalan
dengan  Parker  et  al.  1992  yang  membuktikan  bahwa    persepsi  pengendalian  perilaku  auditor tidak berpengaruh signifikan pada intensi whistleblowing.
Pengaruh Intensi WhistleblowingterhadapWhistleblowing.
Hasil pengujian statistik terhadap hipotesis 5 menunjukkan nilai estimasi  koefisien variabel Intensi  whistleblowing  sebesar  0,185  0.18,  nilai  kesalahan  baku  0,069,  dan  probabilitas  0,004.
Hasil  penelitian  ini  membuktikan  bahwa  intensi  whistleblowing  terbukti    sebagai  anteseden perilaku  whistleblowing    dan  merupakan    faktor  utama  dalam  model  karena    dapat  sebagai
pemediasi  faktor-faktor motivasional yang mempunyai dampak pada suatu perilaku seperti sikap , norma subyektif auditor dan persepsi pengendalian perilaku auditor.
Hasil  penelitian  ini  mendukung    Theory  of  Planned  Behavior  yang  menyatakan  intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu di masa depan dan mempunyai
kaitan yang erat dengan sikap dan perilaku, sehingga merupakan variabel antara yang menyebabkan terjadinya  perilaku  dari  suatu  sikap  atau  variabel  lainnya.  Sehingga  dapat  disimpulkan  bahwa
intensi    adalah  kecenderungan  seseorang  untuk  memilih  melakukan  suatu  pekerjaan  dan diasumsikan sebagai faktor pemotivasi yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi perilaku.
Hasil penelitian ini juga konsisten dengan  meta-analisis Armitage dan Conner  2001, Beck dan Ajzen 1991  dan Ahmad dkk, 2011.
Pengaruh Retaliasi Formal terhadap hubungan intensi whistleblowing   dengan  perilaku whistleblowing.
Hasil  pengujian  statistik  terhadap  hipotesis  6  menunjukkan  nilai  estimasi    koefisien variabel retaliasi formal   sebesar -0,117 0.12, nilai kesalahan baku 0,070, dan probabilitas 0,48.
Dengan  mengacu  pada  tingkat  signifikansi  0,05  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  tidak  terdapat
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
481 bukti yang kuat secara empirik untuk menolak Ho.
Hasil penelitian membuktikan bahwa retaliasi yang bersifat formal seperti sangsi dari atasan, hambatan  dalam  karir  dan  pemberhentian  dari  tugas  atau  pemecatan  akan  mempengaruhi
memperlemah intensi untuk mewujudkannya dalam pengambilan keputusan whistleblowing.Apalagi kurangnya  perlindungan  hukum  dari  pemerintah  terhadap  ancaman-ancaman  atau  retaliasi  yang
timbul  akibat  pengungkapan  kecurangan.  Meskipun  memang  sudah  ada  peraturan  di  Indonesia tentang perlindungan hukum namun masih kurang melindungi para pelaku whistleblowing.
Dengan  demikian  secara  empiris  terbukti  bahwa  retaliasi  formal  sebagai  pemoderasi  hubungan intensi  whistleblowingprososial  dengan  whistleblowing.Arnold  dan  Ponemon  1991  dan
Liyanarachchi dan Newdick 2009, tidak menemukan pengaruh kekuatan retaliasi yang signifikan terhadap whistleblowing
Pengaruh  Anonimity  struktural  terhadap  hubungan  intensi  whistleblowingprososial  dengan perilaku whistleblowing.
Hasil  pengujian  statistik  terhadap  hipotesis  ketujuh  menunjukkan  nilai  koefisien  estimasi sebesar  0,1220.12,  nilai  kesalahan  baku  0,070,  dan  probabilitas  0.040.      Hasil  penelitian  ini
menunjukkan bahwa seorang whistleblower akan semakin terdorong untuk melaporkan kecurangan fraudsetelah dapat memastikan  bahwa organisasi akan melindungi identitas dan tidak ingin nama
diungkapkan.  Sebuah  jalur  pelaporan  struktural  yang  dibentuk  dengan  merahasiakan  nama  dan identitas  pelapor    dapat  merupakan  sarana  yang  penting  bagi  para  whistleblower.  Dalam  situasi
dimana  terdapat  budaya  perusahaan  yang  kondusif  terhadap  keterbukaan,kemungkinan  pelaporan terjadinya  pelanggaran  dapat  diutarakan  secara  terbuka.  Hal  ini  akan  memudahkan  perusahaan
untuk menangani kekhawatiran tersebut, karena potensi pelanggarannya juga jelas dan juga dimana kemungkinan  terjadinya  pelanggaran  tersebut.  Penyampaian  secara  terbuka  adalah  kondisi  yang
ideal,  akan  tetapi  dalam  praktek  sangat  sulit  dijumpai.  Oleh  karena  itu  penyampaian  pelaporan secara rahasia masih menjadi pilihan utama.
Hasil  penelitian  ini    konsisten  dengan  penelitian  terdahuluyang  menyatakan  bahwa ketersediaan jalur  anonymous dapat meningkatkansistem pengendalian internal karena kecurangan
laporan keuanganakan dikomunikasikan dan dilaporkan  sedini mungkin Schultz dkk., 1993; Hook dkk., 1994; Kaplan dkk 2009.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
482
Kesimpulan, Keterbatasan dan saran penelitian yang akan datang
Berdasarkan hasil penelitian  ada tiga variabel yang menentukan intensi, dan yang selanjutnya akan menentukan perilaku whistleblowing     yaitu attitude toward the behavior, subjective norm,
dan perceived behavioral control. Ketiga variabel tersebutkemungkinan dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal yang dimiliki oleh individu. Individu yang tumbuh dan berkembang di lingkungan
sosial  yang  berbeda  akan  memperoleh  informasi  yang  berbeda  pula  mengenai  berbagai  hal, dimana  dapat  menjadi  penentu  attitude  toward  the  behavior,  subjective  norm,  dan  perceived
behavioral  control  yang  dimiliki  individu.Semakin  individu  mempersepsikan  bahwa  rujukan sosialnya  merekomendasikan  untuk  melakukan  suatu  perilaku  maka  individu  akan  cenderung
merasakan  tekanan  sosial  untuk  melakukan  perilaku  tersebut;  sebaliknya,  semakin  individu mempersepsikan  bahwa  rujukan  sosialnya  merekomendasikan  untuk  tidak  melakukan  suatu
perilaku maka individu akan cenderung merasakan takanan sosial untuk tidak melakukan perilaku tersebut Ajzen, 2005.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa faktor situasional dari organisasi berpengaruh dalam proses  pemgambilan  keputusan  untuk  whistleblowingdisampingfaktor  individual  yang  dibentuk
oleh Theory Planned of Behaviour. Faktor situasional jalur pelaporan anonimity struktural terbukti memperkuat    intensi  untuk  melakukan  whistleblowingsedangkan  retaliasi  formal  akan
melemahkan intensi seseorang  melakukan perilaku whistleblowing
Keterbatasan
1. Pengiriman kuesioner tidak ditujukan  secara khusus kepada internal auditor yang menangani
investigasi kecurangan dalam satuan pengawasan intern. Hal ini bisa menyebabkan timbulnya bias  dalam  menjawab  pertanyaan  yang  terkait  dengan  implikasi  whistleblowing  terhadap
pencegahan fraud. 2.
Hasil  pengujian  whistleblowing  terhadap  pencegahan  fraud  menunjukkan  r –  square  yang
sangat rendah yaitu 3 . Hal ini merupakan bukti bahwa  whistleblowing bukan satu-satunya tindakan  pencegahan  yang  efektif  dan  masih  ada  97    faktor  lain  yang  tidak  dimasukkan
dalam model ini untuk dipertimbangkan. 3.
Penelitian  tidak  berhasil  membuktikan  pengaruh  langsung  persepsi  pengendalian  perilaku auditor  terhadap  perilaku  whistleblowing  yang  kemungkinan  disebabkan  karena  banyak
indikator variabel yang kurang valid.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
483
Saran untuk penelitian yang akan datang
1.  Penelitian  yang  akan  datang    memfokuskan  pada  metode  pengambilan  sampel  yang  lebih khusus kepada internal auditor yang bertugas dibidang investigasi kecurangan.
2.  Penelitian  yang  akan  datang  perlu  menguji  interaksi  antara  faktor  individual  dengan  faktor organisasional dalam kaitannya dengan proses pengambilan keputusan untuk whistleblowing
internal auditor sehingga akan lebih komprehensif. 3.  Penelitian yang akan datang perlu menyusun dan mendesign kembali indikator variabel agar
lebih valid. DAFTAR PUSTAKA
AICPA. 2005. Anonymous Submission of Suspected Wrongdoing Whistleblowers. Ajzen,  I.  1991.  The  theory  of  planned  behavior.  Organizational  behavior  and  human  decision
processes 50 2:179-211. Ajzen,  I., dan T. J. Madden. 1986.  Prediction of goal-directed behavior:  Attitudes, intentions, and
perceived behavioral control. Journal of experimental social psychology 22 5:453-474. Alleyne,  P.  2010.  The  influence  of  individual,  situational  and  team  factors  on  auditors’  whistle-
blowing intentions. Unpublished PhD Thesis, University of Bradford, Bradford, UK. Alleyne,  P.,  M.  Hudaib,  dan  R.  Pike.  2013.  Towards  a  conceptual  model  of  whistle-blowing
intentions among external auditors. The British Accounting Review 45 1:10-23. Amrizal,  A.,  dan  C.  MM.  2004.  Pencegahan  dan  Pendeteksian  Kecurangan  oleh  Internal  Auditor.
Diklat bpkp. Armitage,  C.  J.,  dan  M.  Conner.  2001.  Efficacy  of  the  Theory  of  Planned  Behaviour:  A  meta-
analytic review. British Journal of Social Psychology 40 4:471-499. Arnold, D.  F., dan  L.  A. Ponemon. 1991. Internal auditors perceptions of whistle-blowing and the
influence  of  moral  reasoning-an  experiment.  Auditing-A Journal  Of  Practice    Theory  10 2:1-15.
Beck,  L.,  dan  I.  Ajzen.  1991.  Predicting  dishonest  actions  using  the  theory  of  planned  behavior. Journal of Research in Personality 25 3:285-301.
Beu, D. S., M. R. Buckley, dan M. G. Harvey. 2003. Ethical decision –making: a multidimensional
construct. Business Ethics: A European Review 12 1:88-107. Bouville, M. 2008. Whistle-blowing and morality. Journal of Business Ethics 81 3:579-585.
Bowen,  R.  M.,  A.  C.  Call,  dan  S.  Rajgopal.  2010.  Whistle-Blowing:  Target  Firm  Characteristics and Economic Consequences. Accounting Review 85 4:1239-1271.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
484 Brennan,  N.,  dan  J.  Kelly.  2007.  A  study  of  whistleblowing  among  trainee  auditors.  The  British
Accounting Review 39 1:61-87. Brief,  A.  P.,  dan  S.  J.  Motowidlo.  1986.  Prosocial  organizational  behaviors.  Academy  of
Management Review 11 4:710-725. Broadhead-Fearn, D., dan K. M. White. 2006. The role of self-efficacy in predicting rule-following
behaviors  in  shelters  for  homeless  youth:  a  test  of  the  theory  of  planned  behavior.  The Journal of Social Psychology 146 3:307-325.
Buchan,  H. 2005. Ethical Decision Making in the Public Accounting Profession:  An Extension of Ajzen’s Theory of Planned Behavior. Journal of Business Ethics 61 2:165-181.
Carrington, M. J., B. A. Neville, dan G. J. Whitwell. 2010. Why ethical consumers don’t walk their talk:  Towards  a  framework  for  understanding  the  gap  between  the  ethical  purchase
intentions and actual buying behaviour of ethically minded consumers. Journal of Business Ethics 97 1:139-158.
Casal,  J.  C.,  dan  S.  S.  ZALKIND.  1995.  Consequences  of  whistle-blowing:  A  study  of  the experiences of management accountants. Psychological reports 77 3:795-802.
Chang, M. 1998. Predicting Unethical Behavior: A Comparison of the Theory of Reasoned Action and the Theory of Planned Behavior. Journal of Business Ethics 17 16:1825-1834.
Chiu, R. K. 2002. Ethical judgement, locus of control, and whistleblowing intention: a case study of mainland Chinese MBA students. Managerial Auditing Journal 17 9:581-587.
Dworkin,  T.,  dan  M.  S.  Baucus.  1998.  Internal  vs.  external  whistleblowers:  A  comparison  of whistleblowering processes. Journal of Business Ethics 17 12:1281-1298.
Dworkin, T. M., dan J. P. Near. 1997.  A Better Statutory  Approach to Whistle-blowing. Business Ethics Quarterly 7 01:1-16.
Eaton, T. V., dan M. D. Akers. 2007. Whistleblowing and Good Governance. The CPA Journal 77 6:66.
Elias, R. 2008. Auditing students professional commitment and anticipatory socialization and their relationship to whistleblowing. Managerial Auditing Journal 23 3:283-294.
Ester,  R.,  dan  H.  K.  Brian.  2005.  To  blow  or  not  to  blow  the  whistle?  That  is  the  question. Management Research News 28 1112:80-87.
Farrell,  D.,  dan  J.  C.  Petersen.  1982.  Patterns  of  Political  Behavior  in  Organization.  Academy  of Management Review 7 3:403-412.
Finn,  D.  1995.  Ethical  decision  making  in  organizations:  A  management  employee-organization whistleblowing model. Research on Accounting Ethics 1 1:291-313.
Fishbein, M., dan I. Ajzen. 1975. Belief, attitude, intention and behavior: An introduction to theory and research.
Gibson, A., dan A. Frakes. 1997. Truth or Consequences: A Study of Critical Issues and Decision Making in Accounting. Journal of Business Ethics 16 2:161-171.
Governance, K. N. K. 2008. Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran-SPP Whistleblowing System- WBS.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
485 Hisham, B., dan M. Yusoff. 2010. Role of Internal Auditors in Whistle Blowing Program to Reduce
Corporate Fraud, Universiti Utara Malaysia. Hooks, K. L., S. E. Kaplan, J. J. Schultz Jr, dan L. A. Ponemon. 1994. Enhancing communication to
assist  in  fraud  prevention and  detection; Comment:  Whistle-blowing  as  an  internal  control mechanism: Individual and organizational considerations. Auditing 13 2:86- 117.
Jones,  T.  M.  1991.  Ethical  decision  making  by  individuals  in  organizations:  An  issue-contingent model. Academy of Management Review 16 2:366-395.
Kaplan, S., Jr., dan J. Schultz, Jr. 2007. Intentions to Report Questionable Acts: An Examination of the  Influence  of  Anonymous  Reporting  Channel,  Internal  Audit  Quality,  and  Setting.
Journal of Business Ethics 71 2:109-124. Kaplan,  S.  E.,  K.  Pany,  J.  A.  Samuels,  dan  J.  Zhang.  2009.  An  Examination  of  the  Effects  of
Procedural Safeguards on Intentions to Anonymously Report Fraud. Auditing: A Journal of Practice  Theory 28 2:273-288.
Kaplan,  S.  E.,  dan  J.  Schultz.  2006.  The  role  of  internal  audit  in  sensitive  communications. Altamonte Springs, FL: Institute of Internal Auditors Research Foundation.
Kaptein,  M.  2011.  Understanding  unethical  behavior  by  unraveling  ethical  culture.  Human Relations 64 6:843-869.
Keenan, J. P. 2002. Whistleblowing: A study of managerial differences. Employee Responsibilities and Rights Journal 14 1:17-32.
Leonard,  L.  N.,  dan  T.  P.  Cronan.  2001.  Illegal,  inappropriate,  and  unethical  behavior  in  an information  technology  context:  A  study  to  explain  influences.  Journal  of  the  Association
for Information Systems 1 1:12. Lewis, D. 2006. The contents of whistleblowingconfidential reporting procedures in the UK: Some
lessons from empirical research. Employee Relations 28 1:76-86. Liyanarachchi,  G.,  dan  C.  Newdick.  2009.  The  impact  of  moral  reasoning  and  retaliation  on
whistle-blowing: New Zealand evidence. Journal of Business Ethics 89 1:37-57. Mesmer-Magnus,  J.  R.,  dan  C.  Viswesvaran.  2005.  Whistleblowing  in  organizations:  An
examination  of  correlates  of  whistleblowing  intentions,  actions,  and  retaliation.  Journal  of Business Ethics 62 3:277-297.
Miceli, M. P., dan J. P. Near. 1984. The Relationships Among Beliefs, Organizational Position, and Whistle-Blowing  Status:  A  Discriminant  Analysis.  Academy  of  Management  Journal  27
4:687-705. Miceli,  M.  P.,  dan  J.  P.  Near.  1988.  Individual  and  situational  correlates  of  whistle
‐blowing. Personnel Psychology 41 2:267-281.
———.  1997.  Whistle-blowing  as  antisocial  behavior.  Antisocial  behavior  in  organizations 130:149.
———.  2002.  What  makes  whistle-blowers  effective?  Three  field  studies.  Human  Relations  55 4:455-479.
Miceli, M. P., J. P. Near, dan C. R. Schwenk. 1991. Who Blows the Whistle and Why? Industrial Labor Relations Review 45 1:113-130.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
486 Miceli,  M.  P.,  M.  Rehg,  J.  P.  Near,  dan  K.  C.  Ryan.  1999.  Can  laws  protect  whistle-blowers?
Results of a naturally occurring field experiment. Work and Occupations 26 1:129-151. Moberly,  R.  2006.  Sarbanes-Oxleys  structural  model  to  encourage  corporate  whistleblowers.
Brigham Young University Law Review:1107. Near,  J.  P.,  dan  M.  P.  Miceli.  1985.  Organizational  dissidence:  The  case  of  whistle-blowing.
Journal of Business Ethics 4 1:1-16. ———.  1986.  Retaliation  against  whistle  blowers:  Predictors  and  effects.  Journal  of  applied
psychology 71 1:137. ———. 1995. Effective-Whistle Blowing. Academy of Management Review 20 3:679-708.
Near, J. P., dan M. P. Miceli. 1996. Whistle-Blowing: Myth and Reality. Journal of management 22 3:507-526.
ODay,  R.  1974.  Intimidation  Rituals:  Reactions  to  Reform.  The  Journal  of  Applied  Behavioral Science 10 3:373-386.
Park, H. 2004. Whistle blowing as planned behavior: a survey of Korean police officers. Paper read at  Joint  EGPA-ASPA  Conference  on  Ethics  and  Integrity  of  Governance:  A  Transatlantic
Dialogue at Leuven, Belgium. Park,  H.,  dan  J.  Blenkinsopp.  2009.  Whistleblowing  as  Planned  Behavior
–  A  Survey  of  South Korean Police Officers. Journal of Business Ethics 85 4:545-556.
Parmerlee, M. A., J. P. Near, dan T. C. Jensen. 1982. Correlates of whistle-blowers perceptions of organizational retaliation. Administrative Science Quarterly:17-34.
Patel, C. 2003. Some cross-cultural evidence on whistle-blowing as an internal control mechanism. Journal of International Accounting Research 2 1:69-96.
Pergola, C., dan P. Sprung. 2005. Developing a genuine anti-fraud environment. Risk Management 52 3:43.
Ponnu, C., K. Naidu, dan W. Zamri. 2008. Determinants of whistle blowing. International review of business research papers 4 1:276-298.
Randall,  D.,  dan  A.  Gibson.  1991.  Ethical  decision  making  in  the  medical  profession:  An application of the theory of planned behavior. Journal of Business Ethics 10 2:111-122.
Rehg,  M.  T.,  M.  P.  Miceli,  J.  P.  Near,  dan  J.  R.  V.  Scotter.  2008.  Antecedents  and  Outcomes  of Retaliation  Against  Whistleblowers:  Gender  Differences  and  Power  Relationships.
Organization Science 19 2:221-240. Roberts, W., J. Strayer, I. K. Kokko, dan S. Côté. 2003. Towards, away, and against: Emotions and
prosocial  behavior.  Paper  read  at  K.  Kokko,    S.  Côté  Chairs,  Prosocial  and  aggressive behaviors  over  the  life  course.  Symposium  conducted  at  meetings  of  the  Society  for
Research in Child Development, Tampa, Florida.
Rufus,  R.  J.  2004.  Whistleblowers:  Truth,  justice,  and  the  American  way.  Journal  of  Applied Management and Entrepreneurship 9 4:120.
Sarens, G., dan I. De Beelde. 2006. Interaction between internal auditors and the audit committee: the  analysis  of  expectations  and  perceptionsG.  Sarens,  ID  Beelde.  Ghent  University,
Faculty of Economics and Business, Belgium.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
487 Seifert,  D.  L.,  J.  T.  Sweeney,  J.  Joireman,  dan  J.  M.  Thornton.  2010.  The  influence  of
organizational justice on accountant whistleblowing. Accounting, Organizations and Society 35 7:707-717.
Sims,  R.,  dan  J.  Keenan.  1998.  Predictors  of  External  Whistleblowing:  Organizational  and Intrapersonal Variables. Journal of Business Ethics 17 4:411-421.
Staub,  E.  1978.  Predicting  prosocial  behavior:  A  model  for  specifying  the  nature  of  personality- situation interaction. In Perspectives in interactional psychology: Springer, 87-110.
Taylor,  E.  Z.,  dan  M.  B.  Curtis.  2010.  An  Examination  of  the  Layers  of  Workplace  Influences in Ethical  Judgments:  Whistleblowing  Likelihood  and  Perseverance  in  Public  Accounting.
Journal of Business Ethics 93 1:21-37. Trevino,  L.  K.  1986.  Ethical  decision  making  in  organizations:  A  person-situation  interactionist
model. Academy of Management Review 11 3:601-617. Treviño,  L.  K.,  G.  R.  Weaver,  dan  S.  J.  Reynolds.  2006.  Behavioral  ethics  in  organizations:  A
review. Journal of management 32 6:951-990. Vardi,  Y.,  dan  Y.  Wiener.  1996.  Misbehavior  in  Organizations:  A  Motivational  Framework.
Organization Science 7 2:151-165. Vinten,  G.  1992.  The  whistleblowing  internal  auditor:  The  ethical  dilemma.  Internal  Auditing  8
2:26-33. Vroom, V. 1964. Expectancy theory: New York: John Wiley.
Waluyo. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi Whistleblowing internal dan dampaknya terhadap fraud  dan  sistim  kontrol  organisasi  hirarkies  I.  Disertasi,  Fakultas  EkonomiIUniversitas
Indonesia, Jakarta. Weber, J., dan J. Gillespie. 1998. Differences in Ethical Beliefs, Intentions, and Behaviors The Role
of Beliefs and Intentions in Ethics Research Revisited. Business  Society 37 4:447-467. Weinstein,  D.  1984.  Bureaucratic  opposition:  whistle-blowing  and  other  tactics.  Complex
Organizations: Growth, Struggle, and Change:254-268. Xu,  Y.,  dan  D.  E.  Ziegenfuss.  2008.  Reward  systems,  moral  reasoning,  and  internal  auditors’
reporting wrongdoing. Journal of Business and Psychology 22 4:323-331. Zhang, J., R. Chiu, dan L.-Q. Wei. 2009a. On whistleblowing judgment and intention: The roles of
positive  mood  and  organizational  ethical  culture.  Journal  of  Managerial  Psychology  24 7:627-649.
Zhang,  J.,  R.  Chiu,  dan  L.  Wei.  2009b.  Decision-Making  Process  of  Internal  Whistleblowing Behavior  in  China:  Empirical  Evidence  and  Implications.  Journal  of  Business  Ethics  88
1:25-41.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
488
MOBILE TEST BERBASIS SMS GATE WAY SEBAGAI PELENGKAP E-LEARNING R. Arri Widyanto
1
1
Universitas Muhammadiyah Magelang arriwidyantoyahoo.com
ABSTRAK
Teknologi mobile telah dimanfaatkan secara luas, terutama pemanfaatan pesan teks berbasis SMS yang merupakan layanan  populer yang digunakan saat ini. Perguruan tinggi
dalam  mengevaluasi  mahasiswanya  menggunakan  berbagai  cara,  baik    secara  manual maupun  secara  on  line.  Kendala  ujian  on  line,  mahasiswa  harus  menggunakan  notebook
yang  terhubung  dengan  jaringan  internet.  Tidak  semua  mahasiwa  memiliki  perangkat akses ini sehingga menjadi kendala tersendiri. Test berbasis SMSyang memanfaatkan SMS
gateway merupakan  solusi dari permasalahan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah menyediakan layanan ujian yang praktis dan murah dengan memanfaatkan layanan SMS.
Metode  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  menggunakan  prototyping.  Hasil  penelitian berupa aplikasi test online berbasis SMS yang bisa diakses oleh mahasiswa menggunakan
perangkat  mobilenya.  Aplikasi  ini  bisa  diakses  menggunakan  perangkat  mobile  dengan system  operasi  berbasis  android  maupun  symbian.  Secara  ekonomis  biaya  untuk
memanfaatkan  aplikasi  ini  sangat  murah  bahkan  gratis.  Aplikasi  mobile  test  ini  bisa dimanfaatkan sebagai salah satu media ujian on line alternatif.
Kata kunci :
Mobile, Test, SMS, SMS Gate way
ABSTRACT
Mobile  technologyhas  beenusedextensively,  especiallythe  utilization  ofSMS-based textmessageservicethatispopularin  use  today.  Collegesin  evaluatingstudentsusinga  variety
of  ways,  either  manually  oron  line.  Constraintsonline  exam,  the  student  mustuse anotebookthat  is  connectedto  the  Internet  network.  Not  allstudents  haveaccess
tothisdeviceso  that  it  becomesan  obstacle.  SMS-based  testthat  utilizesSMSgatewayis  a solutionto  these  problems.  The  goal  ofthis  studyis  to  providea  practicaland
inexpensivetestby  utilizing  theSMS  service.  The  method  used  in  this  study  using prototyping.  Results  of  this  research    is  applicationonlinetest  SMS-based,  that  can  be
accessedbystudentsusingmobile  devices.  This  applicationcan  beaccessed  usinga mobiledevicewith  an  operating  systembased  on  AndroidorSymbian.  Economicallycost
toutilizethese  applicationsare  verycheapand  evenfree.  Thistestmobile  applicationscan  be usedasone of thealternativemediaon lineexams.
Keywords : Mobile, Test, SMS, SMS Gateway
PENDAHULUAN
Perkembangan  teknologi  seluler  dewasa  ini  sangat  pesat,  tertama  sebagai  media  komunikasi baik  berbasis  teks  maupun  berbasis  suara  dan  video.  Layanan  yang  paling  populer  dimasyarakat
adalah pemanfaatan  short message service atau yang sering dikenal dengan SMS.    Short Message Services  SMS  atau  dikenal  dengan  layanan  pesan  singkat  merupakan  sebuah  revolusi  di  media
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
489
Communication Quick Plan
Modeling Quick design
Construction Of
protptype Deployment
Delivery Feedback
penyebaran  informasi,  dimana  layanan  yang  digunakan  tidak  berbasis  suara  tetapi  berbasis  teks singkat. Zakaria, dkk, 2006.
Pesan  singkat  ini  sangat  populer  dikarenakan  praktis,  hemat  biaya  bahkan  gratis  dan  semua perangkat mobile memiliki layanan ini. Berbeda dengan aplikasi-aplikasi lain yang memanfaatkan
paket data internet dan handphone nya pun harus bisa mengakses internet. Perguruan  tinggi,  dalam  mengevaluasi  mahasiswanya  dilakukan  dengan  berbagai  cara.
Diantaranya dengan ujian tertulis dan ujian on line. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Misalnya  ujian  tertulis,  proses  pengerjaan  soal  dan  koreksinya  dilakukan  secara manual.  Ujian  on
line  pengerjaan  dan  koreksinya  bisa  dilakukan  menggunakan  komputer.  Kendala  yang  dihadapi mahasiswa  adalah  tidak  memiliki  notebook,  sehingga  untuk  mengerjakan  soal  ujian  on  line  harus
kewarnet terlebih dahulu. Dari permasalahan tersebut diatas bisa diatasi dengan membangun sistem ujian  berbasis  SMS  gateway,  hal  ini  dikarenakan  hampir  semua  mahasiswa  telah  memiliki
perangkat  HP  yang  memiliki  fitur  SMS.  SMS  Gateway  adalah  sebuah  perangkat  lunak  yang menggunakan  bantuan  komputer  dan  memanfaatkan  teknologi  seluler  yang  diintegrasikan  guna
mendistribusikan pesan-pesan yang digenerate lewat sistem informasi melalui media SMS yang di- handle  oleh  jaringan  seluler.  SMS  Gateway  ini  memanfaatkan  modem  untuk  server  pengiriman
SMS. SMS memanfaatkan jaringan operator seluler untuk pengiriman sms, service gammu sebagai software sms gateway, dan database mysql yang di integrasikan dengan database. Fahrudin, 2012.
METODE PENELITIAN
Pengembangan  sistemnya  dilakukan  menggunakan  metode  prototyping.  Metode  ini  terdiri dari  komunikasi,  perencanaan  cepat,  pemodelan  rancangan  cepat,  bangun  prototypenya  dan
pengiriman dan umpan balik pengguna Pressman, 2005, 40. Hal ini terlihat pada gambar 1  berikut ini :
Gambar 1. Prototyping Model Sumber : Pressman  2005
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
490
Registrasi Login
PilihTest LihatNilai
LogOut User
System
MengolahUser MengolahTest
AkunAdmin Login
Admin
Rancang Arsitektur
Aplikasi  yang  dibangun  menggunakan  komputer  yang  dihubungkan  dengan  modem  GSM yang  akan  terhubung  dengan  jaringan  GSM  yang  tersedia.  Pengguna  menggunakan  perangkat
mobilenya  mengakses  test  yang  tersedia,  menggunakan  pesan  sms.  Administrator  menggunakan komputer,  mengelola  user  dan  testnya,  seperti  terlihat  pada  gambar  2,    berikut  ini  yang
menggambarkan  arsitektur aplikasi yang akan dibangun.
Gambar 2. Rancangan Arsitektur Global Mobile Test
Use Case Diagram
Sistem ini menggunakan 2 aktor, yaitu user dan administrator. User merupakan mahasiswa yang akan mengakses layanan test berbasis sms gate way dan administrator yang akan mengelola
sistemnya, seperti terlihat pada gambar 3 berikut.
Gambar 3. Use Case  M Test
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
491
REG Vira Abida
14.0502.001 7
Soal ujian sudah tersedia. Anda
akan mengambil test ini
1.Ya 2.Tidak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil  implementasi  dari  sistem  ini  berupa  aplikasi  mobile  test,  yaitu  aplikasi  ujian  on  line berbasis perangkat mobile, dengan memanfaatkan sms untuk registrasi dan mengerjakan soal ujian.
Sistem ini dipergunakan oleh admin untuk mengelola user dan mengelola soal ujian dan user untuk mengerjakan soal ujian.
Administrator  harus  login  terlebih  dahulu  untuk  masuk  kedalam  sistem.  Setelah  login berhasil, administrator bisa mengelola soal ujian dan mengelola usernya menggunakan menu yang
tersedia. User sebelum menggunakan layanan M Test, harus mendaftar terlebih dahulu. Pendaftaran cukup menggunakan SMS dengan format REGnamanpm, seperti terlihat pada gambar 4 berikut.
Gambar 4. Tampilan proses pendaftaran test. Setelah registrasi berhasil, akan mendapat SMS balasan “ Anda sudah terdaftar dalam layanan
M Test”.  Pengerjaan soal ujian dilakukan setelah ada notifikasi SMS yang menyatakan soal ujian sudah tersedia.
Gambar 5. Notifikasi soal ujian sudah tersedia
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
492
1. Berikut ini merupakan kunci
utama. a.  Nama
b.  Alamat c.  NIP
d.  Tgl_lahir Jawab
Pengerjaan Soal ujian dilakukan dengan menjawab SMS tersebut, dengan memilih tombol 2. Sistem akan merespon dengan mengirimkan soal ujian dalam bentuk pilihan ganda seperti terlihat
pada gambar 6 berikut ini.
Gambar 6. Gambar Cotoh Soal Bila  semua  soal  telah  selesai  dikerjakan,  maka  akan  dimunculkan  skor  nilainya.  Bila  masih
belum lulus, bisa mengulang  sebanyak dua kali lagi.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, maka  dapat diambil kesimpulan bahwa Aplikasi Mobile test yang berbasis SMS Gatewayini dapat digunakan sebagai media ujian online alternatif. Kelebihan media
ini,  bisa  digunakan  pada  semua  merek  perangkat  mobile  karena  semua  perangkat  mobile menggunakan layanan SMS. Secara ekonomi biaya yang dikeluarkan sangat murah bahkan banyak
juga  operator  seluler  menyediakan  layanan  SMS  gratis,  sehingga  aplikasi  ini  layak  untuk diaplikasikan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih  diucapkan  kepada  pihak-pihak  yang  telah  membantu  dalam  pelaksanaan penelitian ini, diantaranya : Dekan Fakultas Teknik beserta jajarannya dan Ketua Lp3M Universitas
Muhammadiyah Magelang beserta staf.
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
493
DAFTAR PUSTAKA
Fahrudin, Tora 2012, PEMBUATAN MODEL SMS  GATEWAY UNTUK PENYEBARAN DAN PENGOLAHAN  REQUEST  INFORMASI  CIVITAS  AKADEMIKA  POLITEKNIK
TELKOM,  diakses  15  November  2015,  dari  http:ebookbrowse.compemanfaatan-sms- gateway-utk-penyebaran-informasi-mahasiswa-pdf-d327596841.
Pressman,  Roger.  2005.  Software  Engineering  :  A  Practitioner’s  Approach,  Mc  Graw  Hill Companies. Inc
Zakaria,  Marcus  Teddy  dan  Josef  Widiadhi  2006,  Aplikasi  SMS  Untuk  Berbagai  Keperluan, Informatika, Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional seri ke-5 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
494
KERANGKA KERJA PENGUKURAN KUALITAS PERANGKAT LUNAK BERDASARKAN PADA STANDAR isoeic 25023
Ratih Nindyasari
Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Informatika Universitas Muria Kudus
ratih2502gmail.com
ABSTRAK
Pengukuran kualitas perangkat lunak merupakan suatu langkah yang digunakan untuk mengetahui  seberapa  berkualitas  sebuah  produk  perangkat  lunak  dilihat  dari  dua  jenis
kualitas, yaitu kualitas internal dan kualitas eksternal. Berdasarkan kedua jenis kualitas ini akan  digunakan  untuk  melakukan  eksplorasi  parameter-parameter  apa  saja  yang  akan
dijadikan acuan pengukuran kualitas. Pada penelitian kali ini menyajikan sebuah kerangka kerja  yang  dapat  digunakan  sebagai  pedoman  untuk  melakukan  pengukuran  kualitas
perangkat lunak berdasarkan pada  standar ISOEIC 25023. Hasil yang diharapakan dari penelitian  ini  adalah  agar  atribut-atribut  dari  masing-masing  sub  karakteristik  dari
standar pengukuran dapat dijadikan parameter-parameter pengukuran kualitas perangkat lunak.
Kata kunci : ISOEIC 25023, Pengukuran Kualitas Perangkat Lunak
ABSTRACT
Measurement of software quality is activity or steps which can used to know how far of value  form  quality  of  software.  It  is  from  perspective  of  two  types  quality  is  internal  and
eksternal quality. Based on this types we  will used to eksploration from parameters which used  as  references  on  measuring  software  quality.  In  this  reasearch  will  seeing  a
framework which used to references for measurement of quality software based on standar ISOEIC 25023. Hopefully, result from this research is there for atributs from each standar
sub characteristics can be orientation standar for measuring of software quality.
Keywords : ISOEIC 25023, Software Quality Measurement
PENDAHULUAN
Perangkat lunak dapat dikatakan berkualitas setelah melewati proses pengujian. Dalam proses pengujian  tentu  saja  memerlukan  karakteristik  atau  indikator-indikator  yang  dapat  digunakan
sebagai  tolok  ukur.  Pengujian  yang  dilalui  oleh  perangkat  lunak  ini  digunakan  untuk  mengukur seberapa  berkualitas  sebuah  produk  perangkat  lunak.  Untuk  melihat  apakah  perangkat  lunak  ini
benar –benar  berkualitas  dapat  dilihat  dari  dua  jenis  kualitas,  yaitu  kualitas  internal  dan  kualitas
eksternal.  Masing-masing  dari  kualitas  ini  memiliki  beberapa  karakteristik  dan  sub  karakteristik. Konsep  kualitas  perangkat  lunak  dapat  dilihat  dari  lima  sudut  pandang  yang  berbeda  [1]:
transcendental,  pengguna,  manufaktur,  produk,  dan  berbasis  nilai.  Berdasarkan  sudut  pandang
ISBN: 978-602-71803-1-4 Yogyakarta, 16 Desember 2015
495 pengguna  ini  kebanyakan  yang  disorot  tentang  kualitas  secara  umum,  tidak  hanya  kualitas
perangkat  lunak  saja  akan  tetapi  juga  dilihat  dari  kesuaian  terhadap  penggunanya.  Kemudian  jika dilihat  dari  sudut  pandang  transcendental  menggambarkan  kualitas  suatu  perangkat  lunak  ini
sebagai  sesuatu    yang  dapat  dikenali  tetapi  tidak  didefinisikan.  Sementara  berdasarkan  sudut pandang  nilai  kualitas  ini  dikaitkan  dengan  nilai  yang  akan  dibayarkan  oleh  kustomer  untuk
mendapatkan  perangkat  lunak  tersebut.  Sehingga  para  pengembang  perangkat  lunak mempertimbangkan kualitas ini sebagai bentuk penyesuaian terhadap spesifikasi dan sebagai suatu
konsep  abstrak  yang  dapat  dibagi  menjadi  suatu  karakteristik  produk  tertentu.  Berdasarkan  pada sudut  pandang  kualitas  perangkat  lunak,  maka  diperlukan  suatu  kerangka  kerja  yang  dapat
digunakan untuk acuan dalam pengukuran kualitas perangkat lunak. Dalam konteks rekayasa perangkat lunak, metrik adalah cara umum untuk mengukur kualitas
perangkat  lunak.  Metrik  diklasifikasikan  menjadi  beberapa  hal  penting,  yaitu  produk,  proses  dan sumber  daya.  Sementara  metrik  mendukung  pengukuran  dari  sisi  aspek  kualitas.  Untuk
mendapatkan  laporan  yang  rasional  dari  metrik-metrik  tersebut,  model  kualitas  diperlukan  untuk mendefinisikan  karakteristik  yang  berbeda  dan  sesuai  dengan  subkarakteristik  yang  berhubungan
dengan  kualitas  software.  ISO    IEC  25023  adalah  standar  menggambarkan  model  kualitas  untuk mengukur kualitas dari produk perangkat lunak.
METODE PENELITIAN
Pada  bagian  ini  akan  dijelaskan  tentang  alur  atau  proses  yang  akan  dilakukan  dalam melakukan  penelitian.  Proses
–  proses  apa  saja  yang  harus  dilalui  dalam  melakukan  pengukuran kualitas  perangkat  lunak  berdasarkan  standar  ISOEIC  25023  dapat  direpresentasikan  dalam
Gambar 1.
                