2.1.3.2 Gaya Belajar Auditory
Gaya belajar auditory adalah gaya belajar yang letak kekuatannya pada cara mendengar. Siswa dengan gaya belajar auditory lebih dominan dalam
menggunakan indera pendengaran untuk melakukan aktivitas belajar. Dengan kata lain, ia mudah belajar, mudah menangkap stimulus atau rangsangan apabila melalui
alat indera pendengaran telinga. Oleh karena itu, mereka sangat mengandalkan telinganya untuk mencapai
kesuksesan belajar, misalnya dengan cara mendengar seperti ceramah, radio, berdialog, dan berdiskusi. Selain itu, bisa juga mendengarkan melalui nada
nyanyianlagu. Siswa yang bertipe auditory, mudah mempelajari bahan-bahan yang disajikan
dalam bentuk suara ceramah, begitu guru menerangkan dapat cepat menangkap bahan pelajaran, disamping itu kata dari teman diskusi atau suara radiocasette
dapat dengan mudah menangkapnya. Namun, siswa tersebut akan merasa kesulitan apabila pelajaran yang disajikan dalam bentuk tulisan, perabaan, gerakan-gerakan.
Dengan demikian, untuk mencapai kesuksesan belajar, siswa yang menggunakan gaya belajar auditory bisa belajar dengan cara mendengar seperti ceramah, radio,
berdialog, dan berdiskusi.
2.1.3.3 Gaya Belajar Kinesthetic
Gaya belajar kinesthetic adalah gaya belajar yang mengutamakan indera perasa dan gerakan-gerakan fisik dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.
Siswa dengan gaya belajar ini lebih mudah menangkap pelajaran apabila ia
bergerak, meraba, atau mengambil tindakan. Misalnya, saat memahami makna halus apabila indera perasanya telah merasakan benda yang halus.
Siswa yang bertipe kinesthetic, mudah mempelajari bahan yang berupa tulisan-tulisan, gerakan-gerakan, dan sulit mempelajari bahan yang berupa suara
atau penglihatan. Selain itu, belajar secara kinesthetic berhubungan dengan praktik atau pengalaman belajar secara langsung.
Pembelajaran matematika dengan diberikan model pembelajaran VAK sekaligus menggunakan setting class gaya belajar VAK juga, maka mampu untuk
meningkatkan ketercapaian ketuntasan nilai yang lebih baik dari pembelajaran tradisional. Hal ini didukung dari penjelasan hasil penelitian sebagai berikut
Gilakjani, 2012. One of the most significant advances in education has come from a
considerable amount of research done in the area of learning styles which recognizes that the students in language classrooms have greatly different
learning profiles. There are three main learning styles; visual, auditory, and kinaesthetic.
First of all,people’s learning styles will vary because everyone is different from one another naturally.
Secondly, it offers the opportunity to teach by using a wide range of methods in an effective
way. Thirdly, we can manage many things in education and communication if we really recognize
the groups we are called to. Salah satu peningkatan yang signifikan dalam pendidikan memiliki terobosan
baru dari sebuah penyelesaian penelitian yang besar adalah di bidang gaya belajar, yang telah diketahui bahwa siswa di kelas memiliki profil pembelajaran yang
berbeda-beda. Terdapat tiga pokok gaya belajar tersebut, antara lain visual, auditory, kinaesthetic. Beberapa alasan terkuat menggunakan ketiga jenis gaya
belajar yang mendukung model pembelajaran VAK, diantaranya adalah 1 gaya belajar siswa pada umumnya berubah-ubah karena setiap orang satu dengan yang
lainnya secara natural berbeda, 2 ketiga gaya belajar tersebut menawarkan kesempatan dalam setiap pembelajaran menggunakan metode tersebut yang
memang luas jajarannya dalam mencapai keefektifan dari sebuah model di kelas, 3 Dapat mengelola banyak hal dalam pendidikan dan komunikasi jika benar-benar
telah diakui dalam sebuah kelompok maka dapat diakui keberadaan gaya belajar tersebut baik.
2.2 Kerangka Berpikir
Matematika sering kali digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Maka kemampuan berpikir kreatif matematis
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari mengingat penyelesaian masalah matematika yang memiliki lebih dari satu strategi penyelesaian. Departemen
pendidikan nasional juga telah menetapkan pembelajaran matematika salah satunya harus mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa sebagai salah
satu cakupan dari mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam menyelesaikan masalah dalam pembelajaran matematika, biasanya
ada lima langkah yang harus dilakukan, yaitu: 1 masalah tersaji dalam bentuk yang jelas; 2 menyusun strategi-strategi alternatif dan prosedur kerja yang
diperkirakan baik dan benar; 4 mencoba strategi dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya; 5 menganalisis masing-masing strategi; dan 5 mengecek
kembali hasil yang sudah diperoleh. Pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat juga dapat mempengaruhi
kemampuan siswa dalam membentuk sikap mandiri dan memecahkan masalah. Kegiatan pembelajaran yang masih didominasi oleh guru menyebabkan