Pengaruh Metode Permainan Terhadap Kecemasan Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN Pondok Ranji 01

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

Anissa Safitri

NIM : 1111018300039

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

i Jakarta, 2016.

Metode permainan merupakan cara penyajian bahan pengajaran dimana siswa melakukan permainan untuk memperoleh atau menemukan pengertian dan konsep tertentu. Permainan dalam arti permainan pendidikan, siswa melakukan kegiatan permainan dalam rangka proses belajar mengajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode permainan terhadap kecemasan belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SDN Pondok Ranji 01 tahun ajaran

2015/2016. Metode penelitian yang digunakan adalah pre eksperimental dan

desain penelitian One Group Pretest and Posttest Design. Subyek penelitian ini

adalah 39 siswa yang diperoleh dengan teknik cluster sampling pada siswa kelas

IV. Instrument yang digunakan adalah angket dan lembar observasi kecemasan belajar matematika. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah uji-t. Hasil penelitian menunjukan “Rata-rata kecemasan belajar

matematika setelah diajarkan dengan metode permainan lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata kecemasan belajar matematika sebelum diajarkan dengan metode permainan”. Dengan demikian pembelajaran dengan metode permainan berpengaruh positif terhadap berkurangnya kecemasan belajar matematika siswa.

Kata Kunci : Metode Permainan, Kecemasan Belajar Matematika, Metode Pre


(6)

ii ABSTRACT

Anissa Safitri (1111018300039). Effect of Method Games Math Students Against Anxiety Class IV SDN Pondok Ranji 01. Thesis. Department of Government Elementary School Teacher Education and Teacher Training Faculty of MT, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, in 2016. Mmethod Games is a way of presenting the material of teaching where students play a game to acquire or find understanding and a certain concept. The game in the sense of educational games, students do activities in the framework of the game and learning process. The purpose of this study was to determine the effect of game method to anxiety mathematics learning. This research was conducted in SDN Pondok Ranji 01 of the school year 2015/2016. The method used is pre-experimental and research design one group pretest and posttest design. The subjects of this study are 39 students obtained by cluster sampling in grade IV. The instrument used was a questionnaire and observation sheet learn math anxiety. Data analysis technique used in this study is a t-test. The results showed "average anxiety after studying mathematics taught by the game method is lower than the average of anxiety studied mathematics before taught with methods of game". Thus, learning the game method positive effect on decreasing anxiety mathematics learning.


(7)

iii

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam Yang Maha Pengasih dan tiada pilih kasih terhadap hamba-hamba-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Metode Permainan Terhadap Kecemasan Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN Pondok Ranji 01”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1).

Shalawat dan salam senantiasa selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Saw, bersama keluarga, para sahabat yang telah menjadi suri tauladan

yang baik bagi kita semua dan yang telah membawa umatnya minalzulumati

ilannur, yakni dari alam yang gelap gulita menuju alam yang terang benderang, dari zaman jahiliyah menuju zaman modern yang penuh dengan cahaya islam. Semoga di hari akhir kita tergolong sebagai umatnya yang memperoleh syafaatnya, Amin.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, meskipun waktu, tenaga, dan biaya telah diupayakan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini. Namun, kiranya penelitian yang tertuang dalam skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:


(8)

iv

2. Dr. Fauzan, MA., selaku Wadek III Bid. Kemahasiswaan dan Kerjasama

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Khalimi, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah

Ibtidaiyah, UIN Syarih Hidayatullah yang telah memberikan izin atas penyusunan skripsi.

4. Asep Ediana Latip, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Guru

Madrasah Ibtidaiyah.

5. Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom., selaku dosen pembimbing yang selalu

sabar dan penuh pengertian dalam memberikan arahan dan motivasi kepada penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh bapak dan ibu dosen PGMI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

banyak membantu dan mengembangkan ilmu selama penulis mengikuti proses perkuliahan.

7. Kepala sekolah SDN Pondok Ranji 01, guru kelas IV, siswa kelas IV D,

dan staf yang telah membantu dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian demi terselesainya skripsi ini.

8. Terimakasih untuk kedua orangtuaku, Bp. Amuk dan Ibu Roisyah, dan

kedua mertuaku Bp. Surip dan Ibu Sri Setianingsih. Terimakasih atas segala kasih sayang, motivasi, saran, dan nasehat yang tiada henti diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT senantiasa menyayangi dan melindungi mereka.

9. Cinta terakhir, pendamping hidup nan sakinah, suami tercinta, Muhammad

Aji Nugroho, S.Si.T.Pel, yang tiada henti-hentinya mendoakan dan memberikan kasih sayang, motivasi serta nasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Untuk yang selalu menggembirakan hati, malaikat kecilku, Alfatih Habbat


(9)

v

penulis. Semoga Allah SWT selalu melindungi mereka.

12.Mahasiswa PGMI angkatan 2011 yang telah memberikan semangat dan

motivasinya selama masa-masa kuliah semoga persahabatan kita tetap terjaga.

13.Teman-teman seperjuangan yang tak pernah lelah mengingatkan penulis

ketika lalai, terkhusus teman-teman Kos Albarkah, yang banyak membantu baik materil maupun moril, semoga persaudaraan kita tetap terjaga.

14.Serta semua pihak yang terkait dan tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Atas segala dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis hanya dapat memanjatkan doa kepada Allah SWT, semoga segala perhatian, motivasi dan bantuannya dibalas oleh-Nya sebagai amal kebaikan. Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan, karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan. Amin.

Jakarta, 3 Juni 2016 Penulis,


(10)

vi

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KERANGKA TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Tentang Belajar Dan Pembelajaran Matematika ... 9

1. Pengertian Belajar ... 9

2. Pengertian Matematika ... 11

3. Pembelajaran Matematika ... 13

4. Hakikat Anak Usia SD/MI ... 15

5. Suasana Dalam Pembelajaran Matematika ... 16

B. Kecemasan Belajar ... 17

1. Pengertian Kecemasan ... 17

2. Kecemasan pada Siswa ... 19

3. Gejala-Gejala Kecemasan ... 22


(11)

vii

2. Landasan Teori yang Mendasari Metode Permainan ... 28

3. Alasan/Rasional Penggunaan ... 29

4. Tujuan dan Fungsi Metode Permainan ... 30

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bermain ... 31

6. Langkah-langkah Pembelajaran dalam Metode Permainan ... 33

7. Metode Permainan yang Digunakan ... 34

8. Kelebihan dan Kekurangan Metode Permainan ... 34

D. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35

E. Kerangka Berpikir ... 36

F. Pengajuan Hipotesis ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

B. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ... 40

a. Metode Penelitian ... 40

b. Desain Penelitian ... 40

C. Populasi dan Sampel ... 42

D. Variabel Penelitian ... 42

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

a. Angket ... 43

b. Observasi ... 43

c. Wawancara ... 44

F. Instrumen Pengumpulan Data ... 44

a. Angket ... 44

b. Observasi ... 46

c. Wawancara ... 48

G. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 49


(12)

viii

1. Uji Prasyarat Analisis ... 53

a. Uji Normalitas ... 53

b. Uji Homogenitas ... 54

2. Pengujian Hipotesis ... 55

3. Hipotesis Statistik ... 56

4. Teknik Analisis Lembar Observasi ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sekolah ... 58

1. Deskripsi Umum Sekolah ... 58

B. Deskripsi Data ... 58

1. Deskripsi Proses Pembelajaran ... 59

2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 80

a. Skor Rata-Rata Kecemasan Belajar Matematika Siswa Sebelum Menggunakan Metode Permainan ... 80

b. Skor Rata-Rata Kecemasan Belajar Matematika Siswa Sesudah Menggunakan Metode Permainan ... 85

c. Perbandingan Skor Rata-Rata Kecemasan Belajar Matematika Siswa Sebelum dan Sesudah Menggunakan Metode Permainan Pada Pembelajaran Matematika ... 90

C. Pengujian Prasyarat Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 91

1. Uji Normalitas ... 91

2. Uji Homogenitas ... 92

3. Pengujian Hipotesis ... 93

D. Hasil Observasi ... 94

E. Pembahasan ... 96


(13)

ix DAFTAR PUSTAKA


(14)

x

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 41

Tabel 3.2 kriteria penyekoran instrumen pengumpul data kecemasan belajar ... 44

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Skala Kecemasan Belajar Matematika ... 45

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Kecemasan Belajar Siswa ... 47

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Skala Kecemasan ... 50

Tabel 3.6 Klasifikasi Kecemasan Belajar Siswa ... 56

Tabel 4.1 Profil Sekolah ... 58

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Skor Rata-Rata Kecemasan Belajar Matematika Siswa Sebelum Diberi Perlakuan ... 80

Tabel 4.3 Perolehan Data Kecemasan Belajar Matematika Siswa Sebelum Belajar Dengan Menggunakan Metode Permainan .. 82

Tabel 4.4 Kategori Kecemasan Belajar Matematika Siswa Sebelum Diterapkan Metode Permainan ... 83

Tabel 4.5 Kecemasan Siswa Berdasarkan Aspek Fisik Sebelum Perlakuan ... 84

Tabel 4.6 Kecemasan Siswa Berdasarkan Aspek Behavior Sebelum Perlakuan ... 84

Tabel 4.7 Kecemasan Siswa Berdasarkan Aspek Kognitif Sebelum Perlakuan ... 85

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Skor Rata-Rata Kecemasan Belajar Matematika Siswa Sesudah Diberi Perlakuan ... 85

Tabel 4.9 Perolehan Data Kecemasan Belajar Matematika Siswa Sesudah Belajar Dengan Menggunakan Metode Permainan .. 87

Tabel 4.10 Kategori Kecemasan Belajar Matematika Siswa Sesudah Diterapkan Metode Permainan ... 87

Tabel 4.11 Kecemasan Siswa Berdasarkan Aspek Fisik Sesudah Perlakuan ... 89


(15)

xi

Tabel 4.14 Perbandingan Kecemasan Belajar Matematika Siswa

Sebelum Dan Sesudah Menggunakan Metode Permainan ... 90

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Dengan Uji Liliefors ... 92

Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Dengan Uji Fisher ... 93

Tabel 4.17 Hasil Observasi Kecemasan Belajar Siswa Pada Kelompok I . 95

Tabel 4.18 Hasil Observasi Kecemasan Belajar Siswa Pada Kelompok II 95

Tabel 4.19 Hasil Observasi Kecemasan Belajar Siswa Pada Kelompok III 96


(16)

xii

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 38

Gambar 4.1 Siswa Bekerjasama Dalam Permainann Menentukan Tempat . 61 Gambar 4.2 Salah Satu Siswa Mengambil Amplo Yang Berisi Pertanyaan 63 Gambar 4.3 Siswa Mengerjakan Latihan Individu ... 67

Gambar 4.4 Siswa Mengerjakan Permainan Nilai Huruf ... 69

Gambar 4.5 Siswa Mengerjakan Latihan Individu ... 70

Gambar 4.6 Siswa Bekerjasama Dalam Permainan Kartu Muatann ... 71

Gambar 4.7 Siswa Mengambil Kertas Poin Dari Dalam Kardus ... 74

Gambar 4.8 Siswa Mengerjakan Ulang Harian Dilanjutkan Dengan Mengisi angket ... 80

Gambar 4.9 Histogram Distribusi Frekuensi Perolehan Skor Sebelum Perlakuan ... 81

Gambar 4.10 Histogram Distribusi Frekuensi Perolehan Skor Sesudah Perlakuan ... 86

Gambar 4.11 Histogram Distribusi Frekuensi Perbandingan Perolehan Skor Sesudah Dan Sebelum Perlakuan ... 91


(17)

xiii

Lampiran 3 Kisi-Kisi Angket Kecemasan Belajar Matematika Siswa ... 172

Lampiran 4 Angket Kecemasan Belajar Matematika Siswa ... 174

Lampiran 5 Uji Validitas... 177

Lampiran 6 Uji Reliabilitas ... 182

Lampiran 7 Kisi-Kisi Angket Kecemasan Belajar Matematika Siswa Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas ... 188

Lampiran 8 Angket Kecemasan Belajar Matematika Siswa Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas ... 190

Lampiran 9 Skor Kecemasan Siswa Sebelum Diberi Perlakuan ... 193

Lampiran 10 Daftrar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians Dan Simpangan Baku Sebelum Diberi Perlakuan ... 194

Lampiran 11 Pengkategorian Kecemasan Belajar Siswa Sebelum Perlakuan 196 Lampiran 12 Skor Kecemasan Siswa Setelah Diberi Perlakuan ... 197

Lampiran 13 Daftrar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians Dan Simpangan Baku Sesudah Diberi Perlakuan ... 198

Lampiran 14 Pengaktegorian Kecemasan Belajar Siswa Sesudah Perlakuan 200 Lampiran 15 Perhitungan Uji Normalitas Data Sebelum Menggunakan Metode Permainan ... 201

Lampiran 16 Perhitungan Uji Normalitas Data Sesudah Menggunakan Metode Permainan ... 202

Lampiran 17 Perhitungan Uji Homogenitas ... 203

Lampiran 18 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 204

Lampiran 19 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Kecemasan Belajar Siswa ... 208


(18)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan perkembangan segala aspek kepribadian dalam diri individu baik mencakup pengetahuan, nilai, sikap, maupun keterampilannya. Pendidikan merupakan sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara

bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan.1 Pendidikan dinilai sebagai

sarana yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia baik aspek kepentingan mental, kemampuan, kepribadian, maupun kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan.

Pendidikan memegang peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bahkan pendidikan akan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

ا ب هللاوۚ تاج د ملعلا اوتوأ ي لاو مكنم اونمآ ي لا هللا عف ي

يبخ ول عت

Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah maha teliti apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Mujadilah: 11)2

1

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung:PT Remaja Rosda Karya, 2008), h. 10.

2

Kementrian Agama RI, Mushaf Alquran Terjemah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), h.543.


(19)

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia yang berilmu memiliki derajat (harkat) dan martabat yang lebih tinggi daripada mahluk Allah lainnya. Namun, menuntut ilmu pengetahuan harus disertai pula dengan keimanan yang kuat agar mencapai derajat yang tinggi, baik di dunia maupun di akhirat.

Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran. Pembelajaran yaitu situasi yang secara sengaja, berencana, dan terarah diprogram oleh guru dalam usahanya mentransformasikan ilmu yang diberikannya kepada peserta didik berdasarkan kurikulum dan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Winkel, pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap

rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa.3

Guru adalah pemberi informasi yang berfungsi sebagai sumber belajar, pengelola kelas dan pembelajaran, fasilitator (mediator), pembimbing, motivator, demonstrator, dan evaluator bagi siswa. Dimana guru merupakan salah satu faktor pendukung yang dapat mengantarkan keberhasilan siswa di sekolah. Adapun siswa adalah penerima informasi yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi yang masih perlu dikembangkan. Proses pembelajaran dalam pendidikan formal (pendidikan di sekolah) merupakan upaya pengembangan pengetahuan dan kemampuan siswa yang telah ditetapkan pada kurikulum dan diwujudkan melalui penyelenggaraan mata pelajaran yang wajib diajarkan pada setiap jenjang pendidikan.

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang wajib diajarkan diseluruh jenjang pendidikan. Dalam pembelajarannya, matematika tidak terlepas dari cara penyampaian materi terutama untuk pembentukan konsep matematika, tentunya harus menggunakan model pembelajaran atau metode yang tepat. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar ialah

3

Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2010), h.12.


(20)

emosi siswa. Emosi siswa yang mengarah pada kecemasan belajar akan menghambat penerimaan materi pembelajaran yang diberikan oleh guru.

Rasa cemas sangat berpengaruh terhadap tingkah laku manusia. Secara alamiah, manusia yang merasa cemas atau takut, akan menghindari hal yang ditakuti tersebut. Demikian juga bagi siswa di sekolah. Untuk pengembangan potensi siswa, guru dan pihak sekolah sebaiknya menciptakan iklim pembelajaran yang mampu membuat siswa terbebas dari kecemasan, sekaligus menstimulasi mereka mengembangkan motivasi berprestasi tinggi dalam belajar.

Kecemasan adalah perasaan ketidaknyamanan dan ketakutan tentang suatu peristiwa yang hasilnya tidak pasti. Perasaan ini dapat disertai dengan berbagai macam simtom psikologis, termasuk detak jantung yang cepat,

peningkatan pernafasan, dan tegangan syaraf.4 Kecemasan adalah sesuatu

kondisi kurang menyenangkan, tidak ternteram yang di alami oleh individu dan dapat mempengaruhi keadaan fisiknya. Adanya kecemasan ditandai gejala-gejala atau gangguan fisiologik seperti: gemetar, banyak keringat, mual, sakit kepala, sering buang-buang air kecil.

Kecemasan matematika adalah perasaan cemas atau takut yang

menimbulkan ketidak-tenteraman hati dalam hubungan dengan

kegiatan-kegiatan matematika, misalnya kegiatan-kegiatan belajar-mengajar matematika, atau rasa cemas dalam mengikuti tes matematika. Bila keadaan diatas dibiarkan pada akhirnya semua anak tidak akan menyukai pelajaran matematika, dan hal ini sangat merugikan sekali bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan siswa selanjutnya, karena kemampuan berhitung merupakan dasar yang dapat menjadi pondasi bidang ilmu lainnya.

Dari hasil pengamatan proses pembelajaran matematika yang dilakukan oleh peneliti di SDN Pondok Ranji 01, kenampakan-kenampakan rasa cemas dalam pembelajaran matematika terlihat dari sikap mereka yang gelisah,

4


(21)

mengobrol dengan teman sebangku ketika guru menjelaskan, tidak percaya diri, menghindari kontak mata dengan guru dengan cara menundukan kepala saat guru meminta siswa maju ke depan kelas, terburu-buru, mencontek hasil teman, terlihat tidak menikmati pembelajaran degan baik, mengeluh saat diberi soal latihan, mereka ingin cepat-cepat mengakhiri pembelajaran, dan tidak berani mengerjakan soal di papan tulis.

Dari hasil waancara dengan 39 siswa, 30 siswa menyatakan bahwa mereka menyuki pelajaran lain sebagai pelajaran yang paling disukai selain pelajaran matematika. 20 siswa menyatakan bahwa saat belajar matematika mereka merasa pusing, karena merasa sulit dan membingungkan. 35 siswa tidak mau maju ke depan kelas untuk menjawab soal dikarenakan merasa gemetar, takut salah, dan takut disoraki teman-temannya. 33 siswa menyatakan sering lupa rumus saat mengerjakan soal, dan 34 siswa menyatakan bahwa saat proses pembelajaran berlangsung mereka ingin pelajaran matematika segera berganti dengan pelajaran lain karena dirasa membosankan dan menegangkan.

Dari hasil wawancara dengan wali kelas, strategi atau metode dalam pembelajaran matematika yang digunakan adalah ceramah, pemberian tugas mengisi LKS, dan pemberian PR sebagai latihan di rumah. Jika masih ada siswa yang belum memahami materi biasanya guru memberi jam belajar tambahan ketika istirahat atau sepulang sekolah. Kecemasan pada siswa adalah hal yang tidak bisa dipungkiri, dikarenakan latar belakang keluarga siswa yang berbeda-beda, dan untuk mengatasi kecemasan siswa, guru melakukan pendekatan pada siswa dengan memberikan motivasi agar lebih semangat dan siap untuk belajar matematika, jika menggunakan metode pembelajaran yang lain seperti metode permainan dirasa tidak memungkinkan karena adanya keterbatasan waktu.

Kecemasan telah menjadi masalah penting yang harus segera diatasi, karena memiliki pengaruh besar terhadap proses belajar siswa. Jika keadaan tadi bertahan terus menerus dalam waktu yang panjang, maka tentu saja akan


(22)

sangat mempengaruhi sikap siswa terhadap pelajaran matematika. Salah satu sikap yang akan timbul pada siswa adalah kecemasan dalam belajar matematika. Dengan timbulnya kecemasan terebut maka proses pembelajaran akan menjadi terhambat dan merugikan siswa dalam memperoleh hasil belajar yang optimal. Data yang dikumpulkan Spielberger menunjukan bahwa siswa-siswa dengan tingkat kecemasan yang rendah berprestasi lebih baik

daripada siswa-siswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi.5

Untuk mengatasi kecemasan siswa tersebut, digunakan metode permainan karena bermain merupakan kebutuhan setiap anak. Seperti teori bermain yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya Teori energi berlebih (spencer, 1873) dan Teori-teori bermain psikoanalitik (contohnya, Frued, 1856-1939). Teori energi berlebih (spencer, 1873) menyatakan bahwa bermain bermula dari bertumpuknya energi berlebih dalam tubuh yang perlu disalurkan. Bermain hanya bisa dimungkinkan ketika sistem biologis menumpuk eksesatau energi yang berlebih. Setelah akumulasienergi semacam itu, organisme terlibat dalam prilaku bermain untuk membuang atau melepaskan energi yang berlebih tersebut. Teori-teori bermain psikoanalitik (contohnya, Frued, 1856-1939) menekankan pentingnya bermain dalam kehidupan sosial dan emosional anak. Psikoanalisis meyakini bahwa bermain memungkinkan anak memiliki keahlian atas objek-objek dan situasi sosial dengan memanipulasinya dalam permainan. Bermain juga memungkinkan anak untuk memuaskan keinginan dan hasrat yang tidak mungkin dipenuhi

dalam kenyataan. Maka seorang anak laki-laki kecil dapat “membunuh”

tentara mainan dan menghidupkannya kembali.6

Beranjak dari masalah diatas, penulis mencoba menerapkan metode permainan. Metode permainan merupakan suatu metode yang menggunakan alat atau aktivitas yang mempunyai satu atau lebih pemenang, dimana satu atau sekelompok siswa saling berhadapan melakukan kegiatan bermain

5

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2010), h. 186.

6


(23)

dengan menggunakan aturan-aturan tertentu sehingga didapat seorang atau sekelompok pemenang (juara). Tujuan dari metode ini menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Melalui permainan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan dorongan-dorongan kreatifnya, juga kesempatan untuk merasakan obyek-obyek dan tantangan untuk menemukan sesuatu dengan cara-cara baru. Metode bermain memberi sumbangan yang berarti bagi perkembangan belajar anak. Artinya tidak diragukan lagi bahwa bermain

dapat digunakan sebagai salah satu metode pembelajaran.7 Berbagai

permainan dan aktivitas permainan membantu anak-anak untuk lebih memahami tentang matematika, apa yang dapat dilakukan dengan matematika, dan cara kerja matematika. Seringkali anak-anak tidak menyadari bahwa mereka sedang belajar matematika saat bermain.

Atas dasar pemikiran diatas bahwasanya betapa pentingnya metode permainan, karena dapat digunakan oleh guru dalam membatu siswa dalam mengingat kembali pelajaran yang telah mereka peroleh, dan terutama diharapkan mampu mengatasi kecemasan belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Maka dengan ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Pengaruh Metode Permainan Terhadap Kecemasan

Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN Pondok Ranji 01”. B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas dapat

diidentifikasikan masalahnya sebagai berikut:

1. Siswa menyatakan bahwa saat belajar matematika mereka merasa pusing,

merasa kesulitan, dan kebingungan.

2. Dalam proses pembelajaran siswa tidak mau maju ke depan kelas untuk

menjawab soal dikarenakan merasa gemetar, takut salah, dan takut disoraki teman-temannya.

7

Anita Yus, Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 136.


(24)

3. Siswa sering lupa rumus saat mengerjakan soal.

4. Saat proses pembelajaran berlangsung siswa ingin pelajaran matematika

segera berganti dengan pelajaran lain karena dirasa membosankan dan menegangkan.

5. Metode permainan sebagai salah satu metode pembelajaran belum pernah

diterapkan.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian dapat lebih terfokus pada objek yang akan dianalisa dan diteliti, maka ditentukan batasan masalah penelitiannya. Masalah yang akan dianalisa dan diteliti adalah kecemasan belajar matematika siswa. Kecemasan yang dimaksud pada penelitian ini yaitu ciri-ciri kecemasan berdasarkan yang dikemukakan oleh Jeffrey dkk, meliputi aspek fisik, behavioral, dan kognitif. Peneliti mencoba menggunakan metode permainan diantaranya yaitu permainan menentukan tempat, permainan pertanyaan dilelang, permainan susun angka, permainan nilai huruf, permainan kartu, permainan miskin, dan

permainan arisan heboh. Dengan menggunakan metode permainan ini, siswa

diajak untuk bermain sambil belajar sehingga siswa dapat menikmati pembelajaran yang sedang berlangsung. Penelitian dilakukan pada siswa kelas IV SDN Pondok Ranji 01.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka

permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kecemasan belajar matematika siswa sebelum

diterapkan metode permainan?

2. Bagaimanakah kecemasan belajar matematika siswa sesudah

diterapkan metode permainan?

3. Bagaimanakah pengaruh metode permainan terhadap kecemasan


(25)

E. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kecemasan belajar matematika siswa sebelum

diterapkan metode permainan

2. Untuk mengetahui kecemasan belajar matematika siswa sesudah

diterapkan metode permainan.

3. Untuk mengetahui pengaruh metode permainan terhadap kecemasan

belajar matematika siswa.

F. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya:

1. Bagi guru dan sekolah untuk memberikan salah satu alternatif metode

pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mengatasi kecemasan belajar matematika yang terjadi dalam proses pembelajaran matematika di kelas, dan menunjang keberhasilan kegiatan pembelajaran.

2. Bagi pembaca sebagai sumbangan pemikiran untuk menambah ilmu


(26)

9

KERANGKA TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Tentang Belajar dan Pembelajaran Matematika 1. Pengertian Belajar

Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang

menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.1 Belajar itu senantiasa

merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,

mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya.2 Belajar merupakan

proses internal yang kompleks. Yang terlibat dalam proses internal itu adalah seluruh mental yang meliputi ranah-ranah kognitif, afektif,

dan psikomotor.3 Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses

untuk memperoleh pengetahuan, peningkatan keterampilan,

memperbaiki prilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.4 Selain

itu, belajar merupakan suatu kegiatan dalam membentuk dan memodifikasi pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang. Suatu kegiatan dikatakan belajar, apabila terjadi perubahan dari belum mengetahui ke arah telah mengetahui, proses perubahan itu terjadi selama jangka waktu yang tertentu. Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Seseorang dikatakan belajar jika pada dirinya terjadi suatu proses

1

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 13.

2

Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), cet.19, h.20.

3

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:Rineka Cipta, 2009), Cet. Ke 4. h. 18.

4

Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2011), h. 9.


(27)

kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil yang diperoleh darin pengalaman.

Banyak para ahli dibidang pendidikan membatasi pengertian tentang belajar, diantaranya:

a. Menurut Skinner, “belajar adalah suatu proses adaptasi atau

penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif”.

b. Chaplin, “Belajar adalah peubahan tingkah laku yang relatif

menetap sebagai akibat praktik dan pengalaman”, dan “Belajar

ialah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya

pelatihan khusus.5

c. Di vista and Thompson, “Belajar adalah perubahan tingkah laku

yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.

d. Hilgard, “Belajar dapat dirumuskan sebagai perubahan perilaku

yang relative permanen, yang terjadi karena pengalaman”.6

e. Gagne, “Belajar terjadi apabila suatu stimulus bersama dengan

isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga

perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia

mengalami situasi tadi”.7

Berdasarkan pengertian-pengertian belajar yang

dikemukakan oleh para ahli sebenarnya hanya sedikit saja terdapat perbedaan yang ada diantara pendapat yang satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya belajar adalah proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku pada diri seseorang, perubahan yang terjadi berlaku dalam waktu relatif lama dan disertai usaha. Perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Dengan demikian maka perubahan fisik akibat sengatan serangga,

5

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 88.

6

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 156.

7

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), cet. ke 2, h.84.


(28)

patah tangan, patah kaki, tuli, dan sebagainya bukanlah termasuk perubahan akibat belajar. Oleh karenanya, perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan jiwa yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.

2. Pengertian Matematika

Kata matematika berasal dari perkataan latin Mathematika

yang mulanya diambil dari perkataan yunani Mathematike yang

berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya Mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (Knowledge/science). Kata Mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang

hampir sama, yaitu Mathein atau Mathenein yang artinya belajar

(berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dari berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia,

yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran.8

Matematika adalah urusan yang serius, alat bantu untuk seumur hidup. Matematika dapat dan harus diajarkan dalam suasana yang kondusif untuk pemikiran, yang bebas dari tekanan. Matematika harus menyenangkan, harus dapat menjadi pelajaran yang dapat dinikmati murid dengan menggunakan metode yang berbeda-beda untuk memecahkan masalah atau pertanyaan yang sama, dan mata pelajaran dimana guru mendorong kreativitas dan

ekspresi diri.9

8

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: Upi Press, 2006), h.3.

9

Randi Stone, Patricia F. Clark: Cara-Cara Terbaik Mengajarkan Matematika Berdasarkan Pengalaman Guru Kelas Peraih Penghargaan, (Jakarta: PT Indeks, 2009), h. 50.


(29)

Sri Anitah dalam Ali Hamzah mengemukakan beberapa definisi tentang matematika yaitu:

a. Matematika adalah cabang pengetahuan eksak dan terorganisasi

b. Matematika adalah ilmu tentang keluasan atau pengukuran dan

letak

c. Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan dan

hubungan-hubungannya

d. Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur, dan

hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis

e. Matematika adalah ilmu deduktif yang tidak menerima

generalisasi yang didasarkan pada observasi (induktif) tetapi diterima generalisasi yang didasarkan pada pembuktian secara deduktif.

f. Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi

melalui dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang tidak didefinisikan, ke aksioma atau postulat akhirnya ke dalil atau teorema

g. Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,

susunan besaran, dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan terbagi kedalam tiga bidang, yaitu

aljabar, analisis, dan geometri.10

Ismail dkk mendefinisikan matematika sebagai ilmu yang membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-maslah numeric, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan

sistem, struktur dan alat.11 Hudoyo mengartikan matematika adalah

suatu alat ntuk mengembangkan cara berpikir. Karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika

10

H.M Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 47.

11


(30)

perlu dibeklkan kepada seluruh peerta didik sejak MI/SD.12 Matematika adalah ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola

keteraturan dan urutan yang logis.13

Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika agar dapat difahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah cabang pengetahuan eksak dan terorganisasi, ilmu deduktif tentang keluasan atau pengukuran dan letak, tentang biangan-bilangan dan hubungan-hubungannya, ide-ide, struktur-struktur, dan hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis. Matematika adalah suatu disiplin ilmu yang didasarkan pada rasio (penalaran) untuk digunakan manusia dalam proses berpikir, dan objek dipresentasikan dalam simbol matematika dalam penerjemahan masalahnya.

3. Pembelajaran Matematika

Rusman dalan Fadlillah menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari

pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan

12

Esti Yuli Widayanti, dkk, Pembelajaran Matematika MI, (Surabaya: Lapis PGMI, 2009), Paket 1, h. 8.

13

John A. Van De Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 1, (Penerbit Erlangga, 2002), h.13.


(31)

lingkungannya.14 Menurut Winkel, pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa. Miarso mengemukakan bahwa pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan,

serta pelaksanaannya terkendali.15 Pembelajaran adalah suatu

kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa secara terintegrasi dengan memperhitungkan faktor lingkungan belajar, karakteristik

siswa, karakteristik bidang studi serta berbagai strategi

pembelajaran, baik penyampaian, pengelolaan, maupun

pengorganisasian pembelajaran.16

Dengan demikian kegiatan pembelajaran adalah satu usaha dan proses yang dilakukan secara sadar dengan mengacu pada tujuan, dengan sistematik dan terarah pada terwujudnya perubahan tingkah laku. Berdasarkan pada pengertian pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika pada dasarnya adalah proses pengembangan kemampuan penalaran, komunikasi dan penguasaan konsep serta kemampuan memecahkan masalah melalui kegiatan belajar mengajar yang dirancang secara sistematik dengan melibatkan aktivitas fisik maupun psikis, sehingga siswa dapat belajar baik dengan bimbingan guru ataupun belajar sendiri. Dan hasil proses pembelajaran tersebut berupa bertambahnya pengetahuan, keterampilan, dan nilai sikap terhadap materi yang telah dipelajari sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain pembelajaran matematika adalah usaha sistematik yang

14

Fadlillah, dkk, Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana, 2014), h.24.

15

Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor:Ghalia Indonesia. 2010, h.12.

16

Hamzah B Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. V.


(32)

dilakukan secara sadar untuk membentuk kondisi belajar demi tercapainya segenap kompetensi matematis yang telah ditentukan.

4. Hakikat anak usia SD/MI

Anak bukanlah manusia dewasa dalam ukuran kecil. Anak pada umumnya memiliki karakteristik husus yang berbeda dengan orang dewasa bahkan mereka berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut juga dapat dilihat dari cara berpikir, bertindak, bekerja, dan lain sebagainya. Anak-anak MI/SD pada umumnya berada pada kisaran usia 7-12 tahun, menurut teori kognitif Peaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar disebut pemikiran operasional konkrit. Menurut Piaget, operasi adalah hubungan-hubungan logis diantara konsep-konsep atau skema-skema. Sedangkan operasi konkrit adalah aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau

konkrit dapat diukur.17 Artinya bahwa siswa belum bisa berpikir

formal dan abstrak. Pada tahap ini, anak-anak dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika guru harus memperhatikan

karakteristik dan perbedaan-perbedaan untuk meningkatkan

efektivitas pembelajaran matematika. Menurut Uno dalam Mulifah, karakteristik anak adalah aspek-aspek dan kualitas anak seperti bakat, motivasi, dan hasil belajar yang telah dimiliki, karakteristik anak bisa mempengaruhi pemilihan strategi penyampaian materi

pembelajaran.18

Pembelajaran matematika di SD/MI akan dapat mencapai hasil dengan baik jika dalam pelaksanaanya disesuaikan dengan perkembangan fisik maupun psikis serta karakter siswa SD/MI. Dan karakter yang menonjol pada karakter siswa sekolah dasar adalah

17

Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 156.

18

Ilun Mulifah dkk, Pengembangan Peserta Didik, Learning Assistence Program For Islamic School Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah 2008, h. Paket 12- h.6


(33)

berupa kecenderungan mereka untuk bermain. Oleh sebab itu kiranya menjadi suatu kebijakan yang tepat jika dalam penyampaian materi pembelajaran khususnya pelajaran matematika, disiasati dengan cara dikolaborasikan dengan permainan yang disukai anak-anak, sehingga pada saat pembelajaran berlangsung anak-anak merasakan ketenangan dan gairah yang pada akhirnya akan tertanam suatu persepsi bahwa belajar adalah kegiatan yang menyenangkan. Seperti yang diungkapkan oleh Suwangsih bahwa penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektifitas dan efesiensi pembelajaran. Pembelajaran matematika perlu dilakukan dengan sedikit ceramah dan metode-metode yang berpusat pada guru, serta lebih menekankan pada interaksi peserta didik. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu siswa dalam mencapai tujuan

pembelajaran matematika.19 Adapun fokus materi yang akan

dijadikan bahan ajar dalam melakukan penelitian ini adalah materi bilangan bulat.

5. Suasana dalam Pembelajan Matematika

Guru matematika harus membuat suasana belajar yang membantu perkembangan matematika setiap siswa dengan cara:

a. Menyediakan dan mengatur waktu yang diperlukan untuk

mengungkap matematika yang logis dan menghadapi ide-ide serta masalah yang penting

b. Menggunakan ruang fisik dan benda-benda untuk memfasilitasi

belajar matematika siswa

c. Menyediakan sesuatu yang dapat mendorong perkembangan

keahlian dan kecakapan matematika siswa

d. Menghargai dan menilai ide-ide, cara berpikir, dan watak atau

sikap matematika siswa

19


(34)

Dan secara konsisten mengharapkan dan mendorong siswa untuk:

a. Bekerja secara mandiri atau berkelompok untuk memahami

matematika

b. Mengambil resiko intelektual dengan mengajukan pertanyaan

dan merumuskan dugaan

c. Memperlihatkan perasaan tentang kompetensi matematika

dengan memeriksa dan mendukung ide-ide dengan

menggunakan alasan matematik.20

B. Kecemasan Belajar

1. Pengertian Kecemasan

Anxietas/kecemasan (anxiety) adalah suatu keadaan

emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk

akan segera terjadi.21 Kecemasan adalah perasaan takut dan

kegundahan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan.22 Kecemasan

adalah perasaan ketidaknyamanan dan ketakutan tentang suatu

peristiwa yang hasilnya tidak pasti.23 Kecemasan adalah perasaan

yang dialami ketika berpikir tentang sesuatu tidak menyenangkan

yang akan terjadi.24

Davidoff mendefinisikan kecemasan sebagai emosi yang ditandai oleh perasaan bahaya yang diantisipasikan, termasuk juga ketegangan dan stres yang menghadang dan bangkitnya sistem saraf

20

John A. Van De Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan

Pengajaran Jilid 2, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h. B-2m.

21

Jeffrey S. Nevid, dkk, Psikologi Abnormal, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), h. 163.

22

John W Santrok, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 529.

23

Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008), h. 81. 24


(35)

simpatetik.25 Spielberger membedakan kecemasan atas dua bagian; kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya, dan kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dihayati secara sadar serta bersifat subyektif,

dan meningginya sistem saraf otonom.26

Orang yang mengalami gangguan kecemasan dilanda ketidakmampuan menghadapi perasaan cemas yang kronis dan intens, perasaan tersebut sangat kuat sehingga mereka tidak mampu berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan mereka tidak menyenangkan dan membuat mereka sulit menikmati situasi-situasi pada umumnya, namun mereka malah menghindari situasi yang membuat mereka

merasa cemas.27 Orang yang cemas, merasa tertekan dan sulit untuk

berkonsentrasi, terkadang merasakan ketegangan yang sangat besar sehingga mereka tidak dapat berpikir. Pada malam hari susah tidur, dan pada siang hari mereka merasa kelelahan, mudah marah dan tegang.28

Kecemasan dan kekhawatiran memiliki nilai positif, asalkan intensitasnya tidak begitu kuat, sebab kecemasan dan kekhawatiran yang ringan dapat merupakan motivasi. Kecemasan dan kekhawatiran yang sangat kuat bersifat negatif, sebab dapat menimbulkan gangguan

baik secara psikis maupun fisik.29

25

Linda Davidoff , Pengantar Psikologi, (Jakarta: Erlangga, 1988), h. 62.

26

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.185.

27

Richard P. Halgin dan Susan Krauss Whitbourne, Psikologi Abnormal, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h. 198.

28

Ibid, h. 213. 29

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 84.


(36)

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kecemasan merupakan suatu keadaan mental manusia baik perasaan khawatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh seperti jantung berdebar-debar, keringat dingin, grogi atau kecemasan, kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu. Kecemasan merupakan suatu keadaan atau reaksi dasar pada diri seseorang dalam menghadapi situasi yang dirasakan mengancam atau mengganggu dan berbahaya. Kecemasan ini disebabkan oleh beberapa faktor baik yang timbul dari dalam diri individu maupun dari luar diri individu.

Kecemasan bermanfaat bila hal tersebut mendorong kita untuk menghindari hal-hal yang berbahaya atau memotivasi kita untuk belajar menjelang ujian. Kecemasan adalah respon yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan bisa menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman, atau bila sepertinya datang tanpa ada penyebabnya. Dengan kata lain kecemasan dapat menjadi reaksi emosional yang normal di beberapa situasi, tetapi tidak di situasi lainnya.

2. Kecemasan Pada Siswa

Seringkali siswa mengalami perasaan takut dan cemas, keadaan begini sudah barang tentu tidak menguntungkan baginya, karena itu guru berkewajiban membatu melenyapkan perasaan seperti itu, cara yang dapat ditempuh ialah keculi pendekatan impatik, dalam berbicara hendaknya guru menggunakan kata-kata yang logis, yang dapat

diterima oleh akal.30

30

Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan, (Yogjakarta: BPFE Yogjakarta, 2009), Cet Ke 2, h. 179.


(37)

Kecemasan menggambarkan keadaan emosional yang dikaitkan dengan ketakutan. Jenis dan derajat kegelisahan berbeda-beda:

a. Takut akan situasi sekolah secara menyeuruh

b. Takut aspek khusus lingkungan sekolah: guru, teman, mata

pelajaran, atau ulangan.

c. School phobia, menyebabkan anak menolak untuk pergi ke

sekolah.31

Siswa yang khawatir karena mereka tidak dapat menyelesaikan tugasnya secara memuaskan sering mengakhiri dengan perasaan cemas atau “pengalaman yang membuat gelisah, merupakan tanda bahwa ada ketegangan”. Perasaan ini mungkin lebih, mungkin juga kurang intensitasnya, tetapi kelihatannya mempunyai dampak yang signifikan pada tingkah lakunya.

Kirkland dalam Slameto, membuat suatu kesimpulan mengenai

hubungan antara tes, kecemasan, dan hasil belajar:32

a. Tingkat kecemasan yang sedang biasanya mendorong belajar,

sedangkan kecemasan yang tinggi mengganggu belajar

b. Siswa-siswa dengan tingkat kecerdasan yang rendah lebih merasa

cemas dalam menghadapi tes daripada siswa-siswa yang pandai

c. Bila siswa cukup mengenal jenis tes yang akan dihadapi maka

kecemasan akan berkurang

d. Pada tes-tes yang mengukur daya ingat siswa-siswa yang sangat

cemas memberikan hasil yang lebih baik daripada siswa-siswa yang kurang cemas. Pada tes-tes yang membutuhkan cara berfikir yang fleksibel, siswa-siswa yang sangat cemas hasilnya lebih buruk

e. Kecemasan terhadap tes bertambah bila hasil tes dipakai untuk

menentukan tingkat-tingkat siswa

31

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), h. 188.

32


(38)

Sarason dalam Wuryani, menemukan sejumlah hubungan antara kecemasan dan prestasi akademik. Siswa yang mempunyai kecemasan tinggi cenderung mendapat skor yang lebih rendah

daripada skor siswa yang kurang cemas.33 Prestasi rendah juga dapat

memicu timbulnya kecemasan. Kecemasan kelihatannya untuk memperbaiki prestasi pada tugas-tugas sederhana atau pada keterampilan yang telah dipraktikan, tetapi tidak berlaku bagi penyelesaian tugas yang lebih sulit dan kompleks atau keterampilan yang tidak pernah dipraktkan.

Data yang dikumpulkan Spielberger menunjukan bahwa pada tahap dimana pekerjaan sekolah paling menantang bagi siswa (tidak terlalu sulit atau terlalu mudah), siswa-siswa dengan tingkat kecemasan yang rendah berprestasi lebih baik daripada siswa-siswa

dengan tingkat kecemasan yang tinggi.34

Sigmund Tobias dalam Sri Esti Waryuni Djiwandoyo, bagaimana kecemasan mempengaruhi siswa yang sedang belajar dan mempengaruhi siswa yang sedang mengerjakan tes untuk mencapai prestasi. Ketika siswa sedang belajar materi baru, perhatian sangat diperlukan. Siswa yang memiliki kecemasan tinggi secara jelas membagi perhatian mereka pada materi baru dan pada perasaan nervous mereka. Ketika siswa sedang berkonsentrasi pada materi baru (dengan membaca atau mendengarkan penjelasan guru) mereka menyimpan perasaan kuat dalam dada mereka. Jadi sejak siswa merasa cemas, dia mungkin telah banyak kehilangan informasi yang disampaikan guru atau buku yang sedang dibaca. Jadi kecemasan mempengaruhi siswa ketika mereka mengerjakan tes dan ketika

mereka belajar.35 Dari beberapa uraian di atas, maka dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa kecemasan merupakan salah satu faktor yang

33

Sri Esti Wuryani Djiwandoyo, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Gramedia Widarsana Indonesia, 2006), h. 388

34 Slameto,

Op., cit, h.186.

35


(39)

mempengaruhi proses belajar siswa, siswa dengan perasaan cemas sulit untuk berkonsentrasi pada pelajaran, dan hal ini tentu akan berpengaruh pada prestasi belajarnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kecemasan dalam pembelajaran juga menjadi masalah yang harus diselesaikan oleh guru. Gangguan rasa cemas itu bias berupa rasa takut pada pelajaran tertentu, atau takut pada sosok guru tertentu, bahkan takut pada sekolah itu sendiri. Penggunaan metode yang tepat diperlukan untuk mengurangi perasaan cemas siswa.

3. Gejala-Gejala Kecemasan

Dalam penelitian ini, gejala-gejala/ciri-ciri kecemasan yang akan dibahas adalah gejala kecemasan yang dikemukakan oleh Jeffrey S. Nevid, dkk, yakni berdasarkan fisik, behavioral, dan kognitif. Hal ini dikarenakan ketiga gejala tersebut dapat mewakili beberapa pendapat para ahli psikolog yang lain dan gejala tersebut dapat diidentifikasikan kepada siswa yang mengalami kecemasan. Selanjutnya akan dibahas lebih rinci ketiga gejala tersebut sebagai berikut:

a. Fisik. Secara fisik, kecemasan dapat terlihat dari gangguan tubuh

pada seseorang seperti kegelisahan, kegugupan, tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau gemetar, sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi, kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada, banyak berkeringat, telapak tangan yang berkeringat, pening atau pingsan, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek, jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang, suara yang bergetar, jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa, sulit menelan, kerongkongan terasa tersekat, leher atau punggung terasa kaku, sensasi seperti tercekik atau tertahan, tangan yang dingin dan lembab, terdapat gangguan sakit


(40)

perut atau mual, panas dingin, sering buang air kecil, wajah terasa

memerah, diare, dan merasa sensitif atau “mudah marah”.

b. Behavioral, ciri-ciri dari behavioal diantaranya perilaku

menghindar, perilaku melekat dan dependen, perilaku terguncang, dan ingin melarikan diri.

c. Kognitif. Secara kognitif, seseorang yang merasa cemas akan

mengkhawatirkan segala masalah yang mungkin terjadi, hal ini akan mengakibatkan seseorang yang merasa cemas biasanya tidak akan bekerja dan belajar dengan baik. Ciri-ciri dari kognitif diantaranya ialah khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, terpaku pada sensasi ketubuhan, sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan, merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan mengatasi masalah, berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya tidak bisa lagi dikendalikan, berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bisa diatasi, khawatir terhadap hal-hal spele, berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-ulang, berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu menghiangkan pikiran-pikiran terganggu, berpikir akan segera mati, meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis, khawatir akan ditinggal sendirian, dan sulit berkonsentrasi atau

memfokuskan pikiran.36

36


(41)

4. Sumber-Sumber Kecemasan

Adanya sesuatu sudah pasti ada yang menyebabkan, begitupula adanya rasa cemas yang dialami seseorang, pasti ada sebabnya. rasa cemas dapat timbul karena orang tidak mampu menyesuaikan diri dengan dirinya, dengan orang lain dan lingkungan disekitarnya. Rasa cemas juga timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancam diri seseorang, cemas karena berupa penyakit, serta merasa bedosa atau bersalah.

Robert Priets dalam Namora Lumongga Lubis mengungkapkan

bahwa sumber-sumber umum dari kecemasan yaitu:37

a. Pergaulan

b. Kesehatan

c. Anak-anak

d. Kehamilan

e. Menuju usia tua

f. Kegoncangan rumah tangga

g. Pekerjaan

h. Kenaikan pangkat

i. Kesulitan keuangan

j. Problem-problem

k. Ujian-ujian

Anak-anak dan remaja cenderung memiliki tingkat kecemasan

tertentu dalam banyak kondisi sebagai berikut:38

a. Situasi dimana keselamatan fisik terancam, misalnya jika

kekerasan lazim terjadi di sekolah atau lingkungan sekitar mereka

b. Situasi dimana kepantasan diri (self-worth) terancam, misalnya

ketika seseorang mengucapkan kata-kata yang merendahkan ras atau gender mereka.

37

Namora Lumongga Lubis, Op., cit, h. 14-15. 38


(42)

c. Kepedulian tentang penampilan fisik, misalnya merasa terlalu gemuk atau kurus, atau mencapai masa pubertas lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan teman-temannya.

d. Situasi baru, misalnya pindah sekolah baru

e. Penilaian atau evaluasi dari orang lain, misalnya menerima nilai

rendah dari guru, atau dikucilkan oleh teman-teman.

f. Frustasi dengan mata pelajaran, misalnya pernah merasa kesulitan

dengan konsep matematika tertentu

g. Tuntutan kelas yang berlebihan, misalnya diharapkan

mempelajari banyak materi dalam jangka waktu singkat

h. Ujian kelas, misalnya menjalani ujian penting khususnya ujian

yang mempengaruhi naik kelas atau kelulusan.

i. Kekhawatiran tentang masa depan, misalnya bagaimana mencari

penghidupan setelah lulus SMA.

5. Cara Mengatasi Kecemasan

Seorang guru seharusnya membatu siswa yang mempunyai kecemasan untuk melihat persoalan lebih realitas. Kecemasan dapat muncul tiba-tiba dan mengganggu perhatian siswa. Pengajaran yang paling efektif untuk siswa yang mempunyai kecemasan tinggi, yang mempunyai kemampuan rata-rata atau yang mempunyai kemampuan rendah, ialah membuat pengajaran yang terstruktur. Menurut Dowaliby dalam Ormrod, Struktur juga mempunyai peranan penting sehubungan dengan kecemasan. Dalam lingkungan belajar yang tidak berstruktur, siswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi prestasinya buruk. Pengajar harus sadar bahwa alat-alat bantu ingatan, pengajaran yang sistematis, dan kesempatan praktek dapat menghilangkan tekanan yang dirasakan oleh siswa dengan tingkat kecemasan tinggi. 39

39


(43)

Timbulnya kecemasan yang paling besar di sekolah pada semua tingkat adalah pada waktu siswa menghadapi tes atau ujian. Siswa yang mempunyai kecemasan tinggi tidak menyukai tes standar atau tes-tes penting yang lain yang diberikan di kelas. Tes-tes ini sering kompleks, kurang dikenal dan dari materi yang sulit dan bentuk tes yang membuat

lebih sulit lagi bagi siswa yang mempunyai kecemasan tinggi. Adapun cara mengatasi kecemasan pada waktu pelajaran di kelas dan pada waktu tes adalah sebagai berikut:

a. Gunakan kompetisi secara hati-hati, contoh:

1) Monitor kegiatan-kegiatan ketika tidak ada siswa yang tidak

ditempatkan dibawah tekanan yang tidak semestinya.

2) Selama permainan kompetisi buatlah semua siswa terlibat

dengan harapan semua siswa mendapatkan kesempatan untuk sukses.

b. Hindari situasi di saat siswa yang mempunyai kecemasan tinggi

ditempatkan di muka, misalnya duduk di bangku paling muka, contoh:

1) Tanyakan siapa yang mau menjadi sukarelawan jika

dibutuhkan untuk penampilan.

2) Berikan latihan-latihan pada siswa yang selalu cemas dalam

berbicara di muka orang banyak sebelum dimasukan ke kelompok kecil.

c. Semua perintah harus jelas, contoh:

1) Tulis petunjuk dan perintah pada papan tulis atau lembaran

tes meskipun kita sudah memberikan petunjuk kepada siswa swcara lisan.

2) Periksa apakah siswa sudah mengerti apa yang ditanyakan

d. Hindari menekankan waktu yang tidak penting, contoh:


(44)

2) Berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengerjakan tes

e. Pindahkan beberapa tekanan dari tes-tes terstandar yang

diperlukan ke tes sehari-hari, contoh:

1) Ajarkan keterampilan mengambil tes, berikan latihan

mengerjakan tes, berikan bimbingan belajar.

2) Hindari memberikan nilai akhir hanya berdasarkan satu

tes.40

C. Metode Permainan

1. Pengertian Metode Permainan

Metode merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Evelin Siregar dan Hartini Nara, metode ialah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi, artinya metode

pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran.41 Sedangkan

menurut Wina Sanjaya, metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata

agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.42 Ini berarti metode

digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peran yang sangat penting.

Menurut Santrock dalam Fadlillah, permainan ialah kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Menurutnya permainan memungkinkan anak melepaskan energi fisik yang

berlebihan dan membebaskan perasaan yang terpendam.43 Menurut hasan

dalam Ilun mulifah, bermain merupakan hal yang penting bagi anak-anak karena dengan bermain mereka dapat mempelajari banyak hal melalui

40

Sri Esti Wuryani Djiwandoyo, Op., cit, h. 390-391

41

Evelin Siregar dan Hartini Nara, Op., cit, h.77.

42

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,( Jakarta: Kencana, 2006), h. 127.

43


(45)

permainan. Disamping itu, anak akan berlatih kemampuan motorik untuk menguasai keterampilan fisik yang mereka butuhkan sehingga mereka dapat belajar memecahkan masalah serta mereka dapat belajar bersosialisasi dalam memahami aturan sosial dalam permainan bersama

teman-temannya.44

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bermain merupakan aktivitas yang menyenangkan tanpa adanya paksaan dari seseorang, permainan kini menjadi satu alternatif metode, metode permainan merupakan cara penyajian bahan pengajaran dimana siswa melakukan permainan untuk memperoleh atau menemukan pengertian dan konsep tertentu. Metode permainan merupakan metode pembelajaran dimana siswa dirangsang dalam berpikir dengan bermain untuk menanamkan

konsep-konsep matematika.45 Permainan dalam arti permainan pendidikan, siswa

melakukan kegiatan (permainan) dalam rangka proses belajar mengajar. Sebagai metode mengajar metode permainan dapat dilakukan secara individul atau kelompok.

Adapun ciri-ciri dalam permainan adalah sikap konteks antara pemain yang berinteraksi antara satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pula. Setiap permainan memiliki empat komponen utama yaitu:

a. Adanya pemain

b. Adanyalingkungan dimana pemain berinteraksi

c. Adanya aturan-aturan main, dan

d. Adanya tujuan-tujuan tertentu pula.46

Selain sebagai metode maupun media pembelajaran, permainan memungkinkan adanya partisipasi aktif siswa untuk belajar. Permainan mempunya kemampuan untuk melibatkan siswa dalam proses belajar secara aktif.

44

Ilun Mulifah dkk, Op., cit, h. Paket 12- h.7

45

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Op., cit, h. 39

46


(46)

2. Landasan Teori yang Mendasari Metode Permainan

Ada beberapa teori permainan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh yaitu:

a. Teori energi berlebih (spencer, 1873) menyatakan bahwa bermain

bermula dari bertumpuknya energi berlebih dalam tubuh yang perlu disalurkan. Bermain hanya bisa dimungkinkan ketika sistem biologis menumpuk eksesatau energi yang berlebih. Setelah akumulasienergi semacam itu, organisme terlibat dalam prilaku bermain untuk membuang atau melepaskan energi yang berlebih tersebut.

b. Persiapan bagi kehidupan (Groos, 1989). Anak-anak bermain untuk

meniru orang dewasa dan mempraktikan seperti apa rasanya bila menjadi orang dewasa.

c. Teori rekapitulasi (Hall, 1904) menyatakan bahwa kita bermain untuk

mengulang tahap-tahap awal sejarah manusia. Perkembangan bayi dan prilaku bermainnya melakonkan ulang elemen-elemen yang mewakili perkembangan historis seluruh kemanusiaan.

d. Teori-teori bermain psikoanalitik (contohnya, Frued, 1856-1939)

menekankan pentingnya bermain dalam kehidupan sosial dan emosional anak. Psikoanalisis meyakini bahwa bermain memungkinkan anak memiliki keahlian atas objek-objek dan situasi sosial dengan memanipulasinya dalam permainan. Bermain juga memungkinkan anak untuk memuaskan keinginan dan hasrat yang tidak mungkin dipenuhi

dalam kenyataan. Maka seorang anak laki-laki kecil dapat “membunuh”

tentara mainan dan menghidupkannya kembali.47

3. Alasan/Rasional Penggunaan

Perkembangan mental siswa disekolah antara lain, meliputi kemampuan untuk bekerja secara absraksi menuju konseptual. Implikasinya pada pembelajaran, harus memberikan pengalaman yang bervariasi dengan metode yang efektif dan bervariasi. Pembelajaran

47


(47)

harus memperhatikan minat dan kemampuan peserta didik. Selain itu bermain pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari anak-anak, karena disamping memenuhi kebutuhan akan bermain dapat juga menambah dan memperkaya pengalaman anak. Dengan keinginan anak bermain, pendidik dapat memanfaatkannya untuk menanamkan pengertian akan pelajaran misalnya pelajaran matematika.

Permainan yang mengandung nilai-nilai matematika dapat meningkatkan keterampilan, penanaman konsep, pemahaman, dan pemantapannya, meningkatkan kemampuan menemukan, memecahkan masalah, dan lain-lainnya. Selain itu, penanaman dan pengembangan konsep, nilai, moral, dan norma dapat dicapai bilamana siswa secara langsung bekerja dan melakukan interaksi satu sama lainnya dan pemecahan masalah dilakukan melalui peragaan. Oleh karena itu metode permainan ini dapat menghasilkan satu pengalaman yang berharga bagi siswa.

4. Tujuan dan Fungsi Metode Permainan

a. Tujuan

Penggunaan metode permainan berjuan untuk:

1) Mengajarkan pengertian (konsep)

2) Menanamkan nilai

3) Memecahkan masalah

b. Fungsi

Menurut Hetherington dan Parke sebagaimana yang dikutip Desmita, ada tiga fungsi utama dalam permainan, yaitu fungsi kognitif, fungsi sosial, dan fungsi emosi.

1) Fungsi kognitif. Permainan membantu perkembangan kognitif

anak. Melalui permainan, anak-anak menjelajahi lingkungannya mempelajari objek-objek disekitarnya, dan belajar memecahkan masalahnya.


(48)

2) Fungsi sosial, dapat meningkatkan perkembangan sosial anak, khususnya dalam permainan fantasi dengan memerankan suatu peran, anak belajar memahami orang lain dan peran-peran yang akan ia mainkan dikemudian hari setelah tumbuh menjadi orang dewasa.

3) Fungsi emosi, permainan memungkinkan anak untuk

memecahkan sebagian dari masalah emosionalnya, belajar

mengatasi kegelisahan dan konflik batin.48

Dunia anak adalah dunia bermain, tapi sebenarnya dari bermain itulah mereka belajar. Dengan menggunakan metode permainan dalam proses pembelajaran anak-anak dapat dimotivasi dengan aktivitas-aktivitas yang mendorong mereka untuk berpikir dan mengungkapkan gagasan mereka. Dengan ini anak-anak diharapkan turut berperan besar mengembangkan permainan dan aktivitas sebagai rutinitas yang merangsang otak anak, khususnya dalam mengerjakan soal matematika.

Selain itu, banyak hikmah yang dapat diambil dari permainan-permainan anak, terutama bagi pembentukan sikap mental dan nilai-nilaikepribadian akak, misalnya:

a. Dengan bermain anak belajar menyadari keteraturan, peraturan, dan

berlatih menjalankan komitmen yang dibangun dalam permainan tersebut.

b. Anak belajar menyelesaikan masalah dari kesulitan terendah sampai

tertinggi

c. Anak berlatih sabar menunggu giliran, setelah temannya menyelesaikan

permainannya

d. Anak berlatih bersaing dan membentuk motivasi dan harapan hari esok

akan ada peluang memenangkan permainan

48


(49)

e. Anak-anak belajar mengalami resiko kekalahan yang dihadapi dari permainan.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bermain

Ada beberapa faktor yang memengaruhi anak dalam bermain, yaitu:

a. Pengaruh-pengaruh keluarga

1) Ibu memiliki peran suportif penting dalam perkembangan

interaksi-interaksi bermain pengandaian di usia dini (Haigh & Miller, 1993)

2) Persepsi orang tua tentang bahaya (contohnya, jumlah jalan

raya yang harus disebrangi, kepadatan lalulintas) juga ditemukan memengaruhi penggunaan area-area bermain luar ruang oleh anak-anak.(Timperio dkk., 2004)

3) Ellaway dkk. (2006) berpendapat bahwa permainan luar

ruang lebih terbatas di daerah-daerah yang miskin di Glasgow, bukan karena daerah-daerah tersebut kekurangan fasilitas namun karena kualitas area-area bermain tersebut buruk.

b. Jender

1) Orang tua (terutama ayah) telah diamati terlibat dalam

permainan kasar dan berguling dengan anak laki-laki mereka ketimbang dengan anak perempuan (McDonald &Parke, 1986)

2) Anak-anak perempuan kerap tampak terlibat dalam

aktivitas-aktivitas yang lebih banyak duduk ketimbang anak-anak laki-laki. Dalam sebuah studi yang dilakukan di sekolah ditemukan bahwa anak-anak perempuan usia sekolah dasar terlibat dalam 13,8 persen aktivitas yang lebih banyak duduk dan 8,2 persen aktivitas yang kurang bertenaga ketimbang teman-teman sebaya laki-laki mereka saat istirahat (Ridgers, Fairclough, & Stratton 2010)


(50)

3) Permainan pengandaian anak-anak perempuan cenderung berkisar pada tema-tema domestik, sedangkan anak-anak laki-laki terlibat dalam lebih banyak permainan berjenis fantasi yang melibatkan para pahlawan super (Pellegrini & Perlmutter, 1987)

c. Umur

Anak-anak terlibat dalam semua jenis permainan pada berbagai usia. Meski demikian terdapat bukti bahwa jenis-jenis permainan tertentu lebih populer pada kelompok-kelopok umur tertentu.

d. Faktor-faktor lain

1) Permainan pengandaian berlangsung lebih lama dan

kompleks bila bermain dengan teman-teman ketimbang dengan kenalan. Yang menunjukan bahwa komitmen emosional dari teman-teman memotivasi kerjasama yang bertahan lama. (Howe, Moller, & Chamber, 1994)

2) Anak-anak dengan keterlambatan perkembangan menunjukan

freferensi lebih besar untuk permainan kasar dan berguling dan eksplorasi objek (Case-Smith 2008).

3) Anak-anak yang “populer” kerap merupakan “pemain utama”

yang mengusulkan, mempertahankan keberlangsungan, dan menghentikan permainan di lapangan bermain. (Blathford,

1998).49

6. Langkah-Langkah Pembelajaran dalam Metode Permainan

Metode permainan adalah metode yang erat kaitannya dengan

penggunaan permainan sebagai media, alat peraga, ataupun

pembelajarannya. Secara umum langkah-langkah pelaksanaan metode permainan adalah sebagai berikut:

a. Tahap persiapan

1) menentukan dan memilih tema permainan atas dasar kurikulum

49


(51)

2) memilih dan menentukan jenis permainan yang akan dilaksanakan untuk mendukung tema yang dipilih

3) menyusun stimulus/cerita yang akan mengisi permainan yang

dilakukan siswa

4) menyiapkan berbagai alat yang mungkin diperlukan dalam

pelaksanaan permainan

b. Tahap pelaksanaan

1) Selaku pengaruh permainan, guru memberikan berbagai penjelasan

tentang cara-cara mlakukan permainan

2) Guru bertindak sebagai fasilitator dan direktor permainan

3) Memberikan berbagai bantuan atas permainan siswa lebih

diperlukan

c. Tahap penutup

1) Membantu siswa menentukan dan mengidentifikasikan pengalaman

yang diperolehnya dalam permainan

2) Menyimpulkan dan memperkaya serta mengarahkan nilai dan sikap

yang diperoleh dari permainan kepada nilai dan sikap yang mengacu pada kompetensi dasar.

7. Metode Permainan yang Digunakan

Permainan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya ialah permainan menentukan tempat, pertanyaan dilelang, susun angka, nilai huruf, kartu muatan, miskin, dan permainan arisan heboh (Lampiran 2). Semua permainan dilakukan secara berkelompok. Tujuan dari permainan ini adalah untuk menumbuhkan rasa solidaritas antar siswa, mengusir kebosanan dalam proses pembelajaran, membuat siswa lebih bersemangat, lebih percaya diri, meningkatkan konsentrasi, dan membuat suasana pembelajaran lebih menyenangkan sehingga diharapkan dapat mengurangi kecemasan siswa dalam proses pembelajaran matematika.

Ada beberapa permainan yang tidak hanya bergantung pada tingkat kecerdasan siswa, melainkan juga sangat tergantung pada faktor


(52)

keberuntungan. Jadi, ketika siswa dalam satu kelompok ternyata kalah, bukan berarti bahwa mereka bodoh, tetapi memang terkadang tidak ada faktor keberuntungan yang memihak kelompok tersebut.

8. Kelebihan dan Kekurangan Metode Permainan

Setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya, beberapa kelebihan metode permainan adalah:

a. Permainan adalah sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan dan

sangat menghibur. Permainan menjadi menarik sebab didalamnya ada unsur kompetisi, ada keragu-raguan karena kita tidak tahu sebelumnya siapa yang akan menang dan kalah.

b. Permainan memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk

belajar. Belajar yang baik, adalah belajar yang aktif.

c. Interaksi antar siswa lebih menonjol

d. Siswa belajar tidak hanya dari pengalamannya sendiri tetapi juga

dari pengalaman orang lain.

e. Ketegangan dalam pikiran siswa setelah belajar matematika dapat

berkurang50

Adapun beberapa kekurangan metode permainan diantaranya:

a. Harus menggunakan banyak waktu

b. Permainan mungkin akan mengganggu ketenangan kelas-kelas di

sekitarnya

c. Tidak setiap topic dapat menggunakan metode ini.51

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Siti Aminah, dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Permainan Pada Materi Perkalian dan Pembagian di

Kelas II MI Assalam Pasar Minggu Jakarta Selatan” skripsi jurusan

50

Arief S. Sadiman, dkk, Op., cit, h. 78.

51


(53)

Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. Merupakan penelitian tindakan kelas yang hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan metode permainan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Dan aktivitas siswa dalam pembelajaran pun termasuk dalam kategori baik.

b. Hersty Herawati Santoso, dengan judul “Meningkatkan Kemandirian Belajar IPS Siswa Melalui Metode Permainan Kartu dan Kotak Kartu Misterius (KOKAMI)” Skripsi Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014. Merupakan penelitian tindakan kelas yang hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa permainan kartu dan kokami dapat meningkatkan kemandirian belajar IPS dan hasil belajar IPS siswa.

Pada penelitian sebelumnya mempunyai variabel hasil belajar dan kemandirian belajar. Berbeda dengan hal itu, variabel dalam penelitian ini adalah kecemasan belajar matematika. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya metode permainan memiliki pengaruh positif terhadap variabel penelitian. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan metode permainan juga akan berpengaruh positif terhadap kecemasan belajar matematika siswa. Dengan proses belajar yang menyenangkan, siswa akan lebih merasa nyaman sehingga dapat mengurangi kecemasan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.

E. Kerangka Berpikir

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar ialah emosi siswa. Emosi siswa yang mengarah pada kecemasan belajar akan


(54)

menghambat penerimaan materi pembelajaran yang diberikan oleh guru. Kecemasan merupakan suatu keadaan mental manusia baik perasaan khawatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh seperti jantung berdebar-debar, keringat dingin, grogi atau kecemasan, kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu.

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak yang dapat membuat pola berpikir terstruktur yang sistematis, logis, cermat, dan konsisten, fenomena yang terjadi di sekolah adalah menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit sehingga munculnya kecemasan terhadap matematika. Dalam proses pembelajaran matematika, siswa kerap mengalami kecemasan yang disebabkan oleh salah satunya karena situasi belajar yang menegangkan. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bermuatan permainan yang secara khusus melatih aspek perkembangan fisik, intelektual, dan kemampuan emosional sebagai bekal pengembangan keterampilan di masa yang akan datang.

Seorang guru matematika haruslah mengetahui faktor-faktor penyebab kecemasan belajar, sehingga dapat menentukan metode atau prosedur belajar dan alat bantu untuk belajar yang tepat untuk membantu mengurangi kecemasan siswa dalam pembelajaran matematika. Selain itu guru hendaknya dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan mendukun kegiatan belajar mengajar.

Pola pembelajaran yang dilakukan guru SD hendaknya dirancang dengan model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan

didalamnya sehingga anak akan merasa senang dalam belajar enjoyble

learning atau dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan learning by doing. Guru harus menghindari materi pelajaran yang lebih menekankan pada teori karena akan membosankan dan anak cenderung merasa kelelahan dan hilang konsentrasinya.


(55)

Metode permainan dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam rangka mengatasi kecemasan siswa tersebut. Metode permainan dengan sifatnya yang menghibur, dekat dengan dunia anak, dan dapat memperkuat pemahaman belajar siswa akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menjadikan suasana belajar tidak menegangkan. Dengan demikian diharapkan dengan menggunakan metode permainan mampu menjadi alternatif metode yang dapat digunakan untuk mengurangi tingkat kecemasan siswa dalam pembelajaran matematika.

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Kecemasan belajar

- Khawatir

- Cemas

- Gelisah

- Takut yang muncul secara bersamaan

- Jantung berdebar-debar

- Keringat dingin

- Grogi

- Kegelisahan

- Kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu.

Metode permainan

- Menghibur

- Dekat dengan dunia anak

- Dapat memperkuat pemahaman belajar siswa

- Menciptakan suasana belajar yang

menyenangkan.

kecemasan berkurang

Alternatif solusi


(56)

F. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berpikir yang telah disusun, maka penulis mengajukan hipotesis yaitu kecemasan belajar matematika siswa setelah diajarkan dengan menggunakan metode permainan lebih rendah daripada kecemasan belajar matematika siswa sebelelum diajarkan dengan menggunakan metode permainan.


(57)

40 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Pondok Ranji 01. Waktu penelitiannya adalah pada semester genap tahun ajaran 2015-2016, pada Januari 2016.

B. Metode Penelitian dan Desain Penelitian a. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Eksperimen merupakan cara praktis untuk mempelajari sesuatu dengan

mengubah-ubah kondisi dan mengamati pengaruhnya terhadap hal lainnya.1

Penelitian eksperimen dimaksudkan untuk mengetahui kemurnian pengaruh X

terhadap Y.2

Model penelitian yang digunakan adalah penelitian

Pre-Experimental Design. Dikatakan Pre-Experimental Design karena desain ini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh. Hal ini disebabkan masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel

terikat (dependen).3

b. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan one group pretest and posttest

design. Desain penelitian ini adalah model eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding. Pada desain ini,

peneliti melakukan pretest terlebih dahulu sebelum memberikan perlakuan.

Setelah diberikan perlakuan dengan melakukan pembelajaran dengan

1

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 68.

2

Kasiram, Metodologi Penelitian Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian, (Malang: UIN Malang Press, 2008), cet ke I, h. 210.

3

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.109.


(1)

(2)

(3)

(4)

Nomor : Un.0l/F. l/KM.OI .3ll7 102/2015

Lamp.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PERMAINAN KURSI PANAS TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SDN SIDOMULYO 3 BATU

22 125 27

Penerapan pembelajaran aktif metode permainan bingo untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas III SDN Tunas Mekar

2 21 171

PENGARUH KEDISIPLINAN DAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV Pengaruh Kedisiplinan Dan Kemandirian Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SDN Wironanggan 01 Tahltn 2a14/2015.

1 8 12

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR MELALUI METODE PERMAINAN DOMINO PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA Peningkatan Keaktifan Belajar Melalui Metode Permainan Domino Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri 01 – 02 Balong Kecamatan Jenawi Kabupaten Karan

0 0 14

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN METODE JIGSAW SISWA KELAS IV SDN GUNUNGWUNGKAL 01 Meningkatkan Hasil Belajar IPA Menggunakan Metode Jigsaw Siswa Kelas IV SDN Gunungwungkal 01 Tahun 2013.

0 1 16

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN METODE JIGSAW SISWA KELAS IV SDN GUNUNGWUNGKAL 01 Meningkatkan Hasil Belajar IPA Menggunakan Metode Jigsaw Siswa Kelas IV SDN Gunungwungkal 01 Tahun 2013.

0 0 16

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE RESITASI BAGI SISWA KELAS IV Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Resitasi Bagi Siswa Kelas IV SDN Sukobubuk 01 Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati Tah

0 2 16

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE RESITASI BAGI SISWA KELAS IV Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Resitasi Bagi Siswa Kelas IV SDN Sukobubuk 01 Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati Tah

0 2 20

PENGARUH METODE PERMAINAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS II SD N PLEBENGAN.

1 1 242

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN 28 CAKRANEGARA TAHUN PELAJARAN 20152016

0 1 14