Pengertian Kecemasan Kecemasan Belajar
Kecemasan menggambarkan
keadaan emosional
yang dikaitkan dengan ketakutan. Jenis dan derajat kegelisahan berbeda-
beda: a.
Takut akan situasi sekolah secara menyeuruh b.
Takut aspek khusus lingkungan sekolah: guru, teman, mata pelajaran, atau ulangan.
c. School phobia, menyebabkan anak menolak untuk pergi ke
sekolah.
31
Siswa yang khawatir karena mereka tidak dapat menyelesaikan tugasnya secara memuaskan sering mengakhiri dengan perasaan
cemas atau “pengalaman yang membuat gelisah, merupakan tanda bahwa ada ketegangan”. Perasaan ini mungkin lebih, mungkin juga
kurang intensitasnya, tetapi kelihatannya mempunyai dampak yang signifikan pada tingkah lakunya.
Kirkland dalam Slameto, membuat suatu kesimpulan mengenai hubungan antara tes, kecemasan, dan hasil belajar:
32
a. Tingkat kecemasan yang sedang biasanya mendorong belajar,
sedangkan kecemasan yang tinggi mengganggu belajar b.
Siswa-siswa dengan tingkat kecerdasan yang rendah lebih merasa cemas dalam menghadapi tes daripada siswa-siswa yang pandai
c. Bila siswa cukup mengenal jenis tes yang akan dihadapi maka
kecemasan akan berkurang d.
Pada tes-tes yang mengukur daya ingat siswa-siswa yang sangat cemas memberikan hasil yang lebih baik daripada siswa-siswa
yang kurang cemas. Pada tes-tes yang membutuhkan cara berfikir yang fleksibel, siswa-siswa yang sangat cemas hasilnya lebih
buruk e.
Kecemasan terhadap tes bertambah bila hasil tes dipakai untuk menentukan tingkat-tingkat siswa
31
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006, h. 188.
32
Slameto, Op., cit, h.186.
Sarason dalam Wuryani, menemukan sejumlah hubungan antara kecemasan dan prestasi akademik. Siswa yang mempunyai
kecemasan tinggi cenderung mendapat skor yang lebih rendah daripada skor siswa yang kurang cemas.
33
Prestasi rendah juga dapat memicu timbulnya kecemasan. Kecemasan kelihatannya untuk
memperbaiki prestasi pada tugas-tugas sederhana atau pada keterampilan yang telah dipraktikan, tetapi tidak berlaku bagi
penyelesaian tugas yang lebih sulit dan kompleks atau keterampilan yang tidak pernah dipraktkan.
Data yang dikumpulkan Spielberger menunjukan bahwa pada tahap dimana pekerjaan sekolah paling menantang bagi siswa tidak
terlalu sulit atau terlalu mudah, siswa-siswa dengan tingkat kecemasan yang rendah berprestasi lebih baik daripada siswa-siswa
dengan tingkat kecemasan yang tinggi.
34
Sigmund Tobias dalam Sri Esti Waryuni Djiwandoyo, bagaimana kecemasan mempengaruhi siswa yang sedang belajar dan
mempengaruhi siswa yang sedang mengerjakan tes untuk mencapai prestasi. Ketika siswa sedang belajar materi baru, perhatian sangat
diperlukan. Siswa yang memiliki kecemasan tinggi secara jelas membagi perhatian mereka pada materi baru dan pada perasaan
nervous mereka. Ketika siswa sedang berkonsentrasi pada materi baru dengan membaca atau mendengarkan penjelasan guru mereka
menyimpan perasaan kuat dalam dada mereka. Jadi sejak siswa merasa cemas, dia mungkin telah banyak kehilangan informasi yang
disampaikan guru atau buku yang sedang dibaca. Jadi kecemasan mempengaruhi siswa ketika mereka mengerjakan tes dan ketika
mereka belajar.
35
Dari beberapa uraian di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kecemasan merupakan salah satu faktor yang
33
Sri Esti Wuryani Djiwandoyo, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Gramedia Widarsana Indonesia, 2006, h. 388
34
Slameto, Op., cit, h.186.
35
Sri Esti Wuryani Djiwandoyo, op. cit., h. 388
mempengaruhi proses belajar siswa, siswa dengan perasaan cemas sulit untuk berkonsentrasi pada pelajaran, dan hal ini tentu akan
berpengaruh pada prestasi belajarnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kecemasan dalam pembelajaran juga menjadi masalah yang harus
diselesaikan oleh guru. Gangguan rasa cemas itu bias berupa rasa takut pada pelajaran tertentu, atau takut pada sosok guru tertentu,
bahkan takut pada sekolah itu sendiri. Penggunaan metode yang tepat diperlukan untuk mengurangi perasaan cemas siswa.