Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah BBLR

55 Dari hasil Susenas dan SKRT yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, diperoleh gambaran perkembangan status gizi balita seperti terlihat pada Gambar 3.44 berikut. GAMBAR 3.44 PERSENTASE BALITA GIZI BURUK, GIZI KURANG, GIZI BAIK DAN GIZI LEBIH, TAHUN 1998 – 2005 20 40 60 80 Gizi buruk 10,51 8,11 7,53 6,3 7,47 8,55 8,8 Gizi kurang 19 18,25 17,13 19,8 18,35 19,62 19,24 Gizi baik 67,33 69,06 72,09 71,1 71,88 69,59 68,48 Gizi lebih 3,15 4,58 3,25 2,7 2,3 2,24 3,48 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2005 Sumber: SusenasSurvei Garam Yodium Rumah Tangga dan SKRT, Dit. Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas, Depkes Dari laporan hasil Survei Konsumsi Garam Yodium Rumah Tangga dan SKRT selama periode 1998-2000 persentase balita gizi buruk dan gizi kurang menurun. Namun, mulai tahun 2001 hingga 2005 persentase balita gizi buruk dan gizi kurang terus meningkat. Tahun 2005 diketahui bahwa persentase balita yang bergizi baiknormal sebesar 68,48. Dari tabel berikut dapat diketahui persentase balita perempuan yang bergizi baik relatif lebih tinggi dibandingkan balita laki-laki. TABEL 3.26 PERSENTASE BALITA MENURUT STATUS GIZI DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2003 – 2005 Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan Lebih 2,03 2,47 2,24 3,5 2,8 3,2 3,13 3,84 3,48 Normal 67,89 71,41 69,59 74,5 75,2 74,8 66.88 70,15 68,46 Kurang 20,73 18,43 19,62 18,9 18,5 18,8 20,49 17,93 19,24 Buruk 9,35 7,69 8,55 3 3,4 3,2 9,5 8,08 8,8 2003 2004 2005 Sumber: BPS, Survei Garam Konsumsi Yodium Rumah Tangga, 20032005 dan SKRT 2004 Dit. Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas, Depkes Sementara itu, untuk persentase balita dengan status gizi buruk menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar 3.45 berikut ini, sedangkan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.35. 56 GAMBAR 3.45 PERSENTASE BALITA STATUS GIZI BURUK MENURUT PROVINSI, TAHUN 2005 2 4 6 8 10 12 14 16 DI Yogyakarta Bali Jambi Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah Bengkulu Banten Lampung DKI Jakarta Kalimantan Timur Sulawesi Utara Nusa Tenggara Barat Sumatera Selatan Sulawesi Selatan Kepulauan Bangka Riau Sulawesi Tenggara Kepulauan Riau Kalimantan Tengah Maluku Utara Sulawesi Tengah Sumatera Utara Sumatera Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Barat Nusa Tenggara Timur Papua Maluku Gorontalo Sumber: BPS, Survei Garam Konsumsi Yodium Rumah Tangga 2005 Dit. Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas, Depkes GAMBAR 3.46 PERSENTASE BALITA STATUS GIZI BURUK MENURUT PROVINSI, TAHUN 2005 Sumber: BPS, Survei Garam Konsumsi Yodium Rumah Tangga, 2005 Dit. Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas, Depkes Persentase balita dengan status gizi buruk dan kurang menurut provinsi dalam bentuk peta wilayah Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.47 di bawah ini. 57 GAMBAR 3.47 PERSENTASE BALITA STATUS GIZI BURUK DAN KURANG MENURUT PROVINSI, TAHUN 2005 Sumber: BPS, Survei Garam Konsumsi Yodium Rumah Tangga, 2005 Dit. Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas, Depkes Pada tahun 2005 jumlah kasus gizi yang dilaporkan adalah 76.178 kasus, 0,38 merupakan kasus gizi buruk. Jumlah kasus meninggal sebanyak 293 kasus. Distribusi kasus gizi buruk menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 3.36. 3. Status Gizi Wanita Usia Subur Kurang Energi Kronik KEK Salah satu cara untuk mengetahui status gizi Wanita Usia Subur WUS umur 15-49 tahun adalah dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas LILA. Hasil pengukuran ini bisa digunakan sebagai salah satu cara dalam mengidentifikasi seberapa besar seorang wanita mempunyai risiko untuk melahirkan bayi BBLR. Indikator Kurang Energi Kronik KEK menggunakan standar LILA 23,5cm. Dari hasil survei BPS tahun 2000-2005 diperoleh gambaran risiko KEK yang diukur berdasarkan LILA menurut kelompok umur, seperti terlihat dalam Gambar 3.48 berikut. GAMBAR 3.48 PERSENTASE WANITA USIA SUBUR DENGAN LILA 23,5 CM BERISIKO KEK MENURUT GOLONGAN UMUR, TAHUN 2000 – 2005 10 20 30 40 50 pers e n 2000 38.04 26.59 19.01 15.11 14.04 13.16 13.16 2001 40.85 27.53 19.12 14.59 12.9 13.18 13.18 2002 35.7 23.7 18.7 18 10.4 11 11 2003 35.1 21.43 13.82 10.17 8.6 9.62 10.1 2005 33.08 21.67 14.55 10.45 9.05 9.37 10.26 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 Sumber: BPS, Survei Konsumsi Garam Yodium Rumah Tangga Dit. Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas, Depkes 58 Persentase WUS yang berstatus gizi baik dalam selama periode 2001-2005 mengalami peningkatan dari 78,47 pada tahun 2001 menjadi 89,5 pada tahun 2005. Persentase WUS yang berstatus gizi baik lebih tinggi di perkotaan daripada WUS di perdesaan. Persentase WUS berstatus gizi baik menurut daerah tempat tinggal pada tahun 2001 – 2005 dapat dilihat pada Gambar 3.49 di bawah ini. GAMBAR 3.49 PERSENTASE WUS BERSTATUS GIZI BAIK MENURUT DAERAH TEMPAT TINGGAL 2001 – 2005 70 75 80 85 90 pers e n Perkotaan 80.61 83.57 84.28 82.1 90.2 Perdesaan 76.64 81.39 82.35 78.7 88.47 Perkotaan+Perdesaan 78.47 82.42 83.3 80.3 89.5 2001 2002 2003 2004 2005 Sumber: BPS, Survei Konsumsi Garam Yodium Rumah Tangga 2001-2005, dan SKRT 2004, Dit. Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas, Depkes 59

BAB I V SI T U ASI U PAY A K ESEH AT AN

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan situasi upaya kesehatan khususnya untuk tahun 2005.

A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut.

1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi

Seorang ibu mempunyai peran yang sangat besar di dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang sedang hamil bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi dan anaknya.

a. Pelayanan Antenatal K1 dan K4

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan, dan perawat kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4. Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar serta paling sedikit empat kali kunjungan, dengan distribusi sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester dua dan dua kali pada trimester ketiga. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. Cakupan K1 dan K4 dalam dekade terakhir dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut. 60 GAMBAR 4.1 PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN K1 DAN K4 IBU HAMIL TAHUN 1995 – 2005 20 40 60 80 100 per s en K1 84.99 87.75 89.08 87.55 92.72 88.3 93.03 88.56 87.73 88.09 88.6 K4 64.82 68.52 71.32 71.85 75.66 74.98 77.38 73.01 76.29 77 77.1 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Sumber : Hasil Pemutahiran Data Tingkat Pusat, Data Indikator SPM KabupatenKota dan Dit. Kesehatan Ibu, Ditjen Binkesmas. Cakupan pelayanan K4 menurut provinsi pada tahun 2005, dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini. GAMBAR 4.2 PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN K4 IBU HAMIL MENURUT PROVINSI TAHUN 2005 20 40 60 80 100 Papua Kalbar NTT Sultra Sulsel Malut Banten NAD Bengkulu Kalsel DKI Jakarta Sulteng Jabar Kalteng Sumut Jambi Kepri Jateng Maluku Gorontalo Jatim Sumbar NTB Kaltim Sulut DI Lampung Riau Sumsel Bali Babel Sumber: Dit. Kesehatan Ibu, Ditjen Binkesmas Gambar di atas menunjukkan bahwa provinsi dengan persentase cakupan pelayanan K4 tertinggi adalah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 91,1, Bali 86,71 dan Sumatera Selatan 86,15, sedangkan cakupan terendah adalah di Provinsi Papua 44,92, Kalimantan Barat 65,71 dan Nusa Tenggara Timur 65,87. Cakupan K4 menurut provinsi dibandingkan angka nasional dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini.