Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA

30 penderita baru tahun 1997, 1998, 1999, yang kemungkinan disebabkan adanya intensifikasi penemuan penderita karena Leprosy Elimination Campaign LEC yang dilaksanakan di 109 kabupaten endemik pada tahun tersebut. Meskipun Indonesia sudah mencapai eliminasi Kusta pada pertengahan tahun 2000, sampai saat ini penyakit Kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Hal ini terbukti dari masih tingginya jumlah penderita Kusta di Indonesia. Pada tahun 2005, jumlah penderita penyakit Kusta yang tercatat sebanyak 21.537 kasus dengan 18.742 kasus 87,02 di antaranya merupakan penderita tipe Multi Basiler MB yang diketahui merupakan tipe yang menular. Prevalensi Kusta per 10.000 penduduk yang tertinggi berada di Maluku Utara sebesar 9,05, disusul oleh Papua sebesar 4,67 dan Gorontalo yang sebesar 3,54. Sedangkan provinsi dengan prevalensi Kusta per 10.000 penduduk terendah adalah DI Yogyakarta sebesar 0,10 , disusul oleh Bengkulu sebesar 0,17 dan Sumatera Utara sebesar 0,23. Jumlah kasus baru Kusta yang ditemukan tahun 2005 sebanyak 19.695 kasus, di antaranya 15.639 kasus merupakan penderita tipe Multi Basiler 79,41 sedangkan kasus Pausi Basiler sebesar 4.056 20,59. Secara nasional persentase cacat tingkat II, mencapai 8,74 . Persentase kecacatan terbesar ditemukan di Provinsi Bengkulu yaitu 23 kecacatan dari 33 kasus baru penyakit Kusta 69,7 yang kemudian disusul oleh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 25 8 kecacatan dari 32 kasus baru dan Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 20,72 52 kecacatan dari 251 kasus baru. Situasi penyakit Kusta, jumlah kasus baru Kusta, dan kecacatan menurut provinsi tahun 2005 dapat dilihat pada Lampiran 3.13 dan 3.14. Gambaran penderita Kusta dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.13 berikut. TABEL 3.13 JUMLAH PENDERITA KUSTA MENURUT TIPE DAN ANGKA PENEMUAN PENDERITA CDR PER 100.000 PENDUDUK TAHUN 2000 – 2005 Jumlah Penderita Kusta Tahun Tipe MB Tipe PB Semua Tipe CDR 100.000 Penduduk 2000 11.267 3.430 14.697 7,22 2001 10.768 3.293 14.061 6,91 2002 12.376 3.853 16.229 7,77 2003 11.956 3.594 15.549 7,29 2004 12.957 3.715 16.672 - 2005 15.639 4.056 19.695 8,99 CDR = Case Detection Rate, MB = Multi Basiler, PB = Pausi Basiler Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Di antara penderita baru yang ditemukan, 8,74 sudah mengalami kecacatan tingkat II kecacatan yang dapat dilihat dengan mata. Angka ini masih di atas indikator program yaitu 5. Keadaan ini menggambarkan masih berlanjutnya penularan dan kurangnya kesadaran masyarakat akan penyakit Kusta sehingga ditemukan sudah dalam keadaan cacat. Proporsi penderita anak berumur 0-14 tahun di antara penemuan kasus baru Kusta adalah 9,09 yang juga masih di atas indikator program 5. Proporsi terbesar pada tahun 2005 terdapat di Provinsi Maluku Utara sebesar 18,48, disusul Nusa Tenggara Barat sebesar 12,71 dan Jawa Tengah sebesar 12,28. 31 Perkembangan proporsi kecacatan tingkat II dan perkembangan proporsi anak pada penderita Kusta baru selama 5 tahun terakhir terlihat pada Gambar 3.14 dan Gambar 3.15 di bawah ini. GAMBAR 3.14 PROPORSI KECACATAN TINGKAT II PADA PENDERITA BARU KUSTA TAHUN 2000 - 2005 8,4 8,9 7,7 8 8,6 8,74 7 7,5 8 8,5 9 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Cacat ti n g k a t 2 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI GAMBAR 3.15 PROPORSI PENDERITA ANAK 0-14 TH PADA PENDERITA BARU KUSTA TAHUN 2000-2005 10.2 10.05 8.9 10.6 10.7 2 4 6 8 10 12 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun P e n d e ri ta anak Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Sementara itu, dari peta berikut ini terlihat bahwa Indonesia masih banyak menyimpan kantong-kantong Kusta yang kebanyakan berada di Kawasan Timur Indonesia. Pada tahun 2005 ada 12 provinsi yang masih belum mencapai eliminasi Kusta, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua, sedangkan Kepulauan Riau, Sulawesi Barat dan Irian Jaya Barat tidak ada datanya. 32 GAMBAR 3.16 PREVALENSI KUSTA TAHUN 2005 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

f. Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi PD3I

PD3I penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantasditekan dengan pelaksanaan program imunisasi. PD3I yang dibahas dalam bab ini mencakup penyakit Difteri, Pertusis Batuk Rejan, Tetanus, Tetanus Neonatorum, Campak, Polio dan Hepatitis B. Jumlah kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi menurut provinsi tahun 2005 dapat dilihat pada Lampiran 3.15. 1 Tetanus Neonatorum Penanganan Tetanus Neonatorum tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah usaha pencegahan yaitu pertolongan persalinan yang higienis ditunjang dengan imunisasi Tetanus Toxoid TT pada ibu hamil. Tingkat kematian akibat penyakit ini yang tercermin dalam CFR, cenderung mengalami fluktuasi dari tahun 2000 sampai tahun 2005. Pada tahun 2000, tercatat CFR sebesar 65,12 lalu turun menjadi 54,64. Angka CFR ini kembali naik menjadi 61,90 pada tahun 2002, kemudian sempat mengalami penurunan menjadi 56 pada tahun 2003. Penurunan kembali terjadi pada tahun 2004 dengan CFR sebesar 50,29, namun pada tahun 2005 CFR kembali naik menjadi 58,57 dengan 82 kematian dari 140 kasus. Hal ini diduga karena masih banyaknya ibu hamil yang tidak mendapatkan imunisasi TT. GAMBAR 3.17 JUMLAH KASUS DAN CFR TETANUS NEONATORUM DI INDONESIA TAHUN 2000 – 2005 50 100 150 200 250 300 Ju m la h k a su s ke m a tia n 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 CF R Kasus 281 183 147 175 173 140 Meninggal 183 100 91 98 87 82 CFR 65,12 54,64 61,90 56,00 50,29 58,57 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI 33 Jumlah kasus tetanus neonatorum menurut provinsi tahun 2005 dapat dilihat pada Lampiran 3.15 dan Lampiran 3.16. 2 Campak Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa KLB. KLB Campak 2005 terjadi sebanyak 122 kali dengan jumlah kasus sebanyak 1.467 dan CFR 0,48 Lampiran 3.26. Frekuensi KLB ini meningkat dibandingkan 2 tahun sebelumnya. Frekuensi KLB tahun 2002 tercatat sebesar 247, lalu turun menjadi 89 pada tahun 2003. Pada tahun 2004 angka ini justru naik menjadi 97 kemudian meningkat lagi pada tahun 2005. Kecenderungan yang sama terjadi pada tingkat kematian akibat Campak. Tahun 2002, CFR Campak sebesar 1,45 kemudian turun menjadi 0,3 pada tahun 2003. CFR pada tahun 2004 naik menjadi 1,56 lalu kembali turun menjadi 0,48 pada tahun 2005. Perkembangan frekuensi KLB Campak, Jumlah penderita dan CFR dalam 6 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.14 berikut. TABEL 3.14 FREKUENSI, JUMLAH PENDERITA, DAN CFR KLB CAMPAK TAHUN 2000-2005 Tahun Frekuensi KLB Jumlah Penderita CFR 2000 101 1.259 0,3 2001 32 85 1,6 2002 247 5.509 1,45 2003 89 2.914 0,3 2004 97 2.818 1,56 2005 122 1.467 0,48 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Sementara itu, jumlah kasus Campak menurut kelompok umur pada tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 3.15 di bawah ini. TABEL 3.15 JUMLAH KASUS CAMPAK MENURUT KELOMPOK UMUR TAHUN 2005 Umur Kasus 1 tahun 1.855 1-4 tahun 5.513 5-9 tahun 4.391 10-14 tahun 2.233 15 tahun 1.850 Jumlah 15.842 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Pada tahun 2005, dari 15.842 kasus penyakit campak, 13.731 kasus 86,67 diantaranya tidak mendapatkan imunisasi campaktidak diketahui. Jumlah kasus penyakit campak menurut provinsi tahun 2005 dapat dilihat pada Lampiran 3.15 dan 3.17.