Cedera dan Kecelakaan Lalu Lintas KLL

53 terbakar, keracunan, tenggelam, kekerasan, dan lain-lain pada penduduk berumur 15 tahun adalah 0,4. Berdasarkan SurkesnasSKRT 2004, prevalensi penduduk berumur 15 tahun yang mengalami KLL 1 tahun terakhir adalah 2,9 dengan prevalensi tertinggi pada kelompok umur 15-24 tahun. Sedangkan prevalensi penduduk berumur 15 tahun yang mengalami cedera bukan karena KLL adalah 2,8 dengan prevalensi tertinggi pada kelompok umur 65 tahun ke atas.

f. Keracunan

Selama periode 2001-2005, jumlah kasus dan penderita tertinggi terjadi pada tahun 2005 dengan 112 kasus dan 7.679 penderita. GAMBAR 3.42 KERACUNAN MAKANAN DI INDONESIA TAHUN 2001-2005 72 2952 23 82 2625 27 35 907 6 74 5948 22 112 7679 9 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 2001 2002 2003 2004 2005 Kasus Penderita Mati Sumber: Profil PP-PL 2005 Berdasarkan laporan KLB keracunan makanan tahun 2005, rata-rata penderita mempunyai keluhan yang sama yaitu diare, sakit perut, pusing, dan muntah tanpa pendarahan dan hanya sebagian penderita mempunyai keluhan yang disertai demam. Dari hasil investigasi didapatkan bahwa beberapa kejadian keracunan makanan positif diakibatkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio cholera, E. Coli, histamin, jamur, dan Salmonela. GAMBAR 3.43 KEJADIAN KERACUNAN MAKANAN DI INDONESIA TAHUN 2005 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 Kasus 3 2 1 5 2 1 2 3 1 7 3 40 28 1 3 1 2 1 1 3 1 1 Penderita 394 13 14 81 32 22 128 202 63 898 74 4469 540 35 141 27 315 18 88 75 18 32 M eninggal 2 1 2 1 2 1 NAD Sumut Sumbar Riau Kepri Jambi Sumsel Bengkulu Babel Banten DKI Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTT Kalsel Kalbar Sulsel Sultra M aluku Sumber: Profil PP-PL 2005 54 Data keracunan makanan per provinsi pada tahun 2005 menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah kasus dan jumlah penderita tertinggi yaitu 40 kasus dan 4.469 penderita. Sedangkan provinsi dengan CFR tertinggi yaitu Riau CFR=2,5.

C. STATUS GIZI

Status gizi masyarakat dapat diukur melalui indikator-indikator, antara lain bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah BBLR, status gizi balita, status gizi wanita usia subur Kurang Energi Kronis KEK, dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium GAKY, sebagaimana diuraikan berikut ini.

1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah BBLR

Angka BBLR secara nasional belum tersedia, walaupun demikian proporsi BBLR dapat diketahui berdasarkan hasil estimasi dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI. Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa proporsi BBLR pada periode tahun 1992- 1997 dan 2002-2003. TABEL 3.25 PROPORSI BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH TAHUN 1992-1997 DAN 2002-2003 1992-1997 2002-2003 Nasional 7,7 7,6 Perkotaan 6,6 Perdesaan 8,4 Provinsi 3,6 - 15,6 Sumber: SDKI Berat Badan Lahir Rendah kurang dari 2.500 gram merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu: BBLR karena prematur usia kandungan kurang dari 37 minggu atau BBLR karena intrauterine growth retardation IUGR, yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara berkembang banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, Anemia, Malaria, dan menderita Penyakit Menular Seksual PMS sebelum konsepsi atau pada saat hamil. BBLR bersama kehamilan pendek mengakibatkan gangguan yang menjadi penyebab nomor 3 kematian pada masa perinatal di rumah sakit tahun 2005 Tabel 3.2. Sementara itu data BBLR yang dihimpun dari rumah sakit umum, Rumah Sakit Ibu Anak, dan Rumah Sakit Bersalin pada tahun 2005 memberikan gambaran bahwa persentase bayi lahir hidup dengan BBLR di rumah sakit sebesar 27,9. 2. Gizi Balita Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi balita adalah dengan anthropometri yang menggunakan indeks Berat Badan Umur BBU. Kategori yang digunakan adalah: gizi lebih z-score +2 SD; gizi baik z-score –2 SD sampai +2 SD; gizi kurang z-score -2 SD sampai –3 SD; gizi buruk z-score -3SD.