Penanggulangan Penyakit HIVAIDS dan PMS

79 selama tahun 2005 menunjukkan peningkatan yang cukup bermakna sebagaimana terlihat dalam Tabel 4.7 berikut. TABEL 4.7 PENEMUAN PENDERITA HIVAIDS TAHUN 2000 – 2005 Pengidap HIV Penderita AIDS Penderita AIDS Meninggal Tahun Per tahun Kumulatif Per tahun Kumulatif Per tahun Kumulatif 2000 403 1.172 255 607 47 233 2001 732 1.904 219 826 99 280 2002 648 2.552 345 1.171 100 379 2003 168 2.720 316 1.487 261 479 2004 649 3.369 1.195 2.682 361 740 2005 875 4.244 2.638 5.321 592 1.332 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Tahun 2005, jumlah penderita AIDS secara kumulatif relatif kecil Case Rate 1,33 per 100.000 penduduk tahun 2004 meningkat menjadi 2,65 per 100.000 penduduk tahun 2005, namun dalam perjalanan penyakit dari HIV positif menjadi AIDS dikenal istilah ”windows periods” yang tidak diketahui dengan pasti periodisasinya sehingga kelompok ini menjadi sangat potensial dalam menularkan penyakit. Pada kelompok ini di samping dilakukan pengobatan yang lebih utama adalah dilakukan konseling untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam ikut aktif mencegah terjadinya penularan lebih lanjut Pada Desember 2003, WHO menetapkan kebijakan ”Three by Five Initiative” yaitu mentargetkan secara global akses pengobatan Anti Retro Viral ARV terhadap 3 juta ODHA Orang Dengan HIV AIDS pada tahun 2005. Indonesia menetapkan bahwa target untuk aksesibilitas ODHA terhadap pengobatan ARV sebesar 10.000 orang pada tahun 2005, yang dimulai dengan pemberian ARV pada 5.000 ODHA pada tahun 2004. Dan hingga tahun 2005 pengobatan ARV telah diakses oleh 5.400 ODHA. Di samping itu Departemen Kesehatan telah menetapkan 50 rumah sakit tambahan sebagai tambahan Pusat Rujukan pengobatan Anti Retro Viral ARV sehingga menjadi 75 rumah sakit, hal ini sebagai komitmen untuk mendukung 3 by 5 initiative, sehingga lebih banyak lagi ODHA yang dapat terlayani pengobatan ARV. Upaya pemantauan yang dilakukan pada kelompok berisiko melalui kegiatan survei dan kegiatan rutin serta skrining darah donor selama 6 tahun terakhir dapat dilihat dalam Tabel 4.8 berikut. TABEL 4.8 HASIL PELAKSANAAN PROGRAM HIVAIDS PMS TAHUN 2000 – 2005 Kegiatan Satuan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Pemeriksaan STS Spesimen 9.567 50.000 100.000 175.000 150.000 160.000 Survei HIVAIDS Syphilis Sample 9.567 50.000 100.000 175.000 150.000 160.000 Skrining darah donor Kolf 395.098 585.726 1.200.000 1.300.000 1.300.000 1.350.000 Sumber: Ditjen PP-PL, Profil PP-PL 2005 80

5. Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD

Upaya pemberantasan DBD dititik beratkan pada penggerakan potensi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk gerakan 3 M+, Juru Pemantauan Jentik Jumantik untuk memantau Angka Bebas Jentik ABJ, serta pengenalan gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga. Metode yang tepat guna untuk mencegah DBD adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN melalui 3 M plus Menguras, Menutup dan Mengubur plus menabur larvasida, penyebaran ikan pada tempat penampungan air serta kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat mencegahmemberantas nyamuk Aedes berkembang biak. Pola perkembangan DBD pada tahun 2005 berbeda dengan pola tahun 2004. Pada tahun 2004 terjadi KLB dari bulan Januari sampai Maret 2004, selanjutnya kasus menurun dan meningkat kembali pada bulan Desember. Sementara di tahun 2005 kasus hampir selalu tinggi setiap bulan dan ada peningkatan kasus pada bulan Februari, Agustus dan Desember.

6. Pengendalian Penyakit Malaria

Penegakan diagnosa penderita secara cepat dan pengobatan yang tepat merupakan salah satu upaya penting dalam rangka pemberantasan penyakit Malaria di samping pengendalian vektor potensial. Terdapat dua model pendekatan dalam upaya penegakan diagnosa penderita, yaitu wilayah Jawa Bali dilakukan secara aktif Active Case Detection oleh Juru Malaria Desa dengan mendatangi warga yang mengeluh gejala klinis Malaria, sedangkan untuk wilayah luar Jawa Bali dilakukan secara pasif dengan menunggu pasien datang berobat ke pelayanan kesehatan. Upaya pengobatan tidak hanya diberikan kepada penderita klinis atau penderita dengan konfirmasi laboratorium namun juga diberikan pada kelompok tertentu untuk tujuan profilaksis. Di Jawa Bali kasus positif malaria menurun secara bermakna dari 101.852 kasus pada tahun 2000 menjadi 5.233 kasus pada tahun 2005. Jumlah penderita klinis, sediaan darah diperiksa, sediaan darah positif dan positif malaria falsiparum + mix di Jawa-Bali tahun 2000-2005 dapat dilihat pada Gambar 4.28 di bawah ini. GAMBAR 4.28 JUMLAH PENDERITA KLINIS, SEDIAAN DARAH DIPERIKSA SEDIAAN DARAH POSITIF, POSITIF MALARIA FALSIPARUM+MIX, TAHUN 2000 – 2005 400000 800000 1200000 1600000 Klinis 1475704 1210530 998791 756833 480048 376547 SD diperiksa 1475704 1210530 998791 756833 480048 376547 Positif 101852 86277 64708 27765 7774 5522 Pf+mix 30089 36121 27091 12984 2324 1174 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Sumber : Ditjen PP-PL, Depkes 81

7. Pengendalian Penyakit Kusta

Upaya pelayanan terhadap penderita penyakit Kusta antara lain adalah melakukan penemuan penderita melalui berbagai survei anak sekolah, survei kontak dan pemeriksaan intensif penderita yang datang ke pelayanan kesehatan dengan keluhan atau kontak dengan penderita penyakit Kusta. Semua penderita yang ditemukan langsung diberikan pengobatan paket MDT yang terdiri atas Rifampicin, Lampren, dan DDS selama kurun waktu tertentu. Sedangkan untuk penderita yang ditemukan sudah dalam kondisi parah akan dilakukan rehabilitasi melalui institusi pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas pelayanan lebih lengkap. Hasil dari berbagai kegiatan penemuan kasus baru penderita Kusta yang dilakukan selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut. TABEL 4.9 PEMERIKSAAN PENDUDUK, PENEMUAN KASUS BARU , PENDERITA CACAT DAN PENDERITA DIOBATI SECARA NASIONAL TAHUN 2003 SD 2005 Suspek Positif Tahun Suspek Diperiksa PB MB CDR Penderita Cacat Penderita Diobati 2003 163.781 3.594 11.956 7,3 8,0 2004 212.462 3.615 12.957 7,8 8,6 17.519 2005 t.a.d 4.056 15.639 8,9 8,7 t.a.d Catatan : MB = Multi Basiller, PB = Pausi Basiller Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Penderita cacat tingkat II cacat akibat kerusakan syaraf dan cacat terlihat mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, tahun 2004 sebesar 1.430 8,6 menjadi 1.722 8,7 pada tahun 2005. Proporsi cacat tingkat II dan proporsi anak di antara kasus baru penyakit Kusta masih di atas indikator program 5, proporsi masih relatif stabil. Hal ini berarti penularan masih terjadi di masyarakat dan kasus ditemukan terlambat sehingga pada saat penemuan penderita sudah mengalami cacat tingkat II. Proporsi cacat tingkat II dan proporsi anak tahun 2000 – 2005 dapat dilihat pada Gambar 4.29 di bawah ini. GAMBAR 4.29 PROPORSI CACAT TINGKAT II DAN PROPORSI ANAK TAHUN 2000 – 2005 8,7 10,6 7,7 8,6 8 8 8,8 10,2 10,5 8,9 9,1 10 5 10 15 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Cacat Tk.II anak Sumber : Ditjen PP-PL, Depkes, 2005