Penyakit Rabies Penyakit Diare

42 Kasus GHPR terbanyak dilaporkan dari Provinsi Nusa Tenggara Timur 2.820 kasus sedangkan terkecil adalah Provinsi Sulawesi Barat 19 kasus. Kasus Rabies yang menyebabkan kematian pada manusia Lyssa terbanyak dilaporkan dari Provinsi Sulawesi Utara 29 kasus sedangkan Lyssa tidak dilaporkan di Provinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. GAMBAR 3.26 KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES GHPR DAN LYSSA PER PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2005 5 0 0 1 0 0 0 1 5 0 0 2 0 0 0 2 5 0 0 3 0 0 0 N A D S umu t S um ba r Ri a u Ja m bi S ums el Ben gk ul u La m p un g Ja ba r B ant en Ja kar ta Ja te ng DI Y Ja tim K al ba r K als e l Ka lte ng K al tim Su lu t Su lte ng S uls e l Su ltr a Su lb ar N T T Ma lu ku Ma lu ku U ta ra 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5 G H P R L YS S A Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Jumlah dan persentase kabupaten terjangkit dan jumlah kasus gigitan hewan penular Rabies serta hasil pemeriksaan specimen hewan menurut provinsi tahun 2005 dapat dilihat dalam Lampiran 3.30. i. Filariasis Program eliminasi Filariasis dilaksanakan atas dasar kesepakatan global WHO tahun 2000 yaitu β€œThe Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem The Year 2020”. Jumlah kasus Filariasis pada tahun 2004 sebanyak 6.430 orang yang tersebar di 231 kabupaten pada 30 provinsi. Terdapat 88 kabkota yang berstatus endemis Filariasis, tersebar di 22 provinsi. Jumlah ini meningkat pada tahun 2005, yaitu terdapat kasus kronis sebanyak 10.239 orang yang tersebar di 33 provinsi, lebih dari 301 kabupatenkota. Temuan kasus terbanyak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 2.354. Sampai saat ini di Indonesia telah ditemukan 3 spesies cacing Filaria, yaitu Wucherecia bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. 43 GAMBAR 3.27 JUMLAH KASUS FILARIASIS TAHUN 2001-2005 6,181 6,217 6,635 6,430 10,239 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 Jumlah Kasus 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Jumlah penderita Filariasis menurut provinsi pada tahun 2001 – 2005 dapat dilihat pada Lampiran 3.31. j. Frambusia Penyakit Frambusia sampai saaat ini belum dapat dieliminasi dari seluruh wilayah Indonesia, meskipun secara nasional angka prevalensinya sudah kurang dari 1 per 10.000 penduduk. Prevalensi rate secara nasional pada tahun 20042005 adalah 0,23 per 10.000 penduduk. Daerah yang angka prevalensinya masih cukup tinggi, terutama di daerah-daerah wilayah Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Timur 7,13, Sulawesi Tenggara 6,84, dan Maluku 1,53. Tingginya angka prevalensi di daerah tersebut disebabkan karena penderita Frambusia banyak tinggal di daerah pedalaman yang sulit mendapatkan pelayanan kesehatan serta keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Perkembangan angka prevalensi Frambusia di Indonesia tahun 1984-2005 dapat dilihat pada Gambar 3.28 di bawah ini. GAMBAR 3.28 PREVALENSI FRAMBUSIA DI INDONESIA TAHUN 1984-2005 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

19.3 22.1

13.3 8.2

6.6 9.5

2.2 7

3 1 1 0.8

0.8 2

4 0.1

0.24 0.15 0.260.23 5

10 15 20 25 84 85 85 86 86 87 87 88 88 89 89 90 90 9 1 91 9 2 92 9 3 93 94 94 95 95 96 96 97 97 98 98 99 99 00 00 01 01 02 02 3 03 4 04 5 Tahun P R

10. 000 penduduk

44 Jumlah kasus dan prevalensi Frambusia di Indonesia tahun 2005 dapat dilihat dalam Lampiran 3.32.

k. Antraks

Jumlah kasus dan kematian Antraks pada tahun 2005 telah berhasil ditekan bila dibandingkan tahun 2004, bahkan sampai dengan akhir Desember 2005 tidak dilaporkan adanya kematian karena Antraks CFR = 0. Kasus dan kematian Antraks di Indonesia tahun 2000-2005 dapat dilihat pada tabel dan gambar di bawah ini. TABEL 3.20 JUMLAH KASUS DAN KEMATIAN ANTRAKS 2000 – 2005 Tahun Jumlah Kasus Meninggal CFR 2000 34 2001 25 2 8 2002 35 8 22,9 2003 40 2 5 2004 109 8 7,3 2005 30 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI GAMBAR 3.29 KASUS DAN KEMATIAN ANTRAKS DI INDONESIA TAHUN 2000 -2005 2 0 4 0 6 0 8 0 1 0 0 1 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K a s u s 2 5 3 5 4 0 1 0 9 3 0 M e n in g g a l 2 8 2 8 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI Sampai saat ini daerah tertular Antraks tercatat di 11 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat, Jambi, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan DI Yogyakarta. Provinsi yang melaporkan adanya kasus Antraks pada manusia hanya di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Kasus Antraks pada tahun 2005 paling banyak dilaporkan dari Kota Makasar dan Kab. Gowa Sulawesi Selatan yaitu 16 kasus Antraks tipe kulit, tanpa kematian CFR=0. Kasus dan kematian Antraks menurut provinsi tahun 2005 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.