Pemanfaatan Obat Generik PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

90 Dari gambar di atas terlihat bahwa proporsi penulisan resep obat generik di sarana pelayanan kesehatan selama dua tahun terakhir tidak banyak mengalami perubahan yaitu 74,4 pada tahun 2004 dan 73,3 pada tahun 2003. Sebanyak sebelas provinsi melaporan cakupan penulisan obat generik ≥ 90 dengan cakupan tertinggi Provinsi Gorontalo dan Banten 100, Jambi 99,95, Bangka Belitung 99,76, enam provinsi memiliki cakupan ≤ 50 dengan angka terendah dilaporkan Provinsi Irian Jaya Barat 5,85, Lampung 27,3, Kalimantan Timur 28,87 dan DI Yogyakarta 35,91. Sedangkan provinsi dengan persentase tertinggi dilaporkan Provinsi Nusa Tenggara Barat 95,17, Jambi 94,77, dan Sulawesi Utara 92,29; sedangkan Provinsi Sulawesi Barat dan DKI Jakarta tidak ada data. Rincian persentase penulisan resep obat generik menurut provinsi tahun 2004 disajikan pada Lampiran 4.22.

3. Penanganan Penyalahgunaan NAPZA Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

Lainnya Penanganan penyalahgunaan NAPZA pada rumah sakit di Indonesia terdiri dari kegiatan kuratif, rehabilitatif dan aftercare dengan jenis NAPZA yang dipergunakan adalah Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. Tahun 2005 kegiatan kuratif pengobatan penyalahgunaan NAPZA pada rumah sakit berjumlah 6.130 dengan rincian 5.182 jenis Narkotika, 630 Psikotropika dan 248 zat adiktif lainnya. Kegiatan rehabilitatif berjumlah 263 terdiri dari 236 Narkotika, 24 Psikotropika, 3 Zat Adiktif lainnya. Sedangkan kegiatan aftercare berjumlah 40 terdiri dari 15 Narkotika, 23 Psikotropika dan 2 Zat Adiktif lainnya. Kegiatan penanganan penyalahgunaan NAPZA pada rumah sakit tahun 2005 dapat dilihat pada Gambar 4.39. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.23. GAMBAR 4.39 KEGIATAN PENANGANAN PENYALAHGUNAAN NAPZA DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2005 6130 263 40 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Kuratif Rehabilitatif Aftercare Sumber : Ditjen Bina Yanmedik, Depkes, 2006 91

G. PELAYANAN KESEHATAN DALAM SITUASI BENCANA

Bencana di Indonesia dapat dikategorikan menjadi 2 macam yaitu bencana lingkungan hidup dan bencana alam. Bencana lingkungan hidup terjadi akibat dari kerusakan lingkungan seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, kecelakaan industri, tumpahan minyak di laut, sedangkan bencana alam terjadi sebagai akibat aktifitas lapisankerak bumifenomena alam seperti gempa bumi, gelombang tsunami, letusan gunung berapi, badai atau angin ribut yang kejadiannya sulit diprediksi. Data kesiapsiagaan dan penanggulangan sanitasi pada situasi bencana selama tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini. Rekapitulasi kejadian bencana tahun 2005 terdapat di Lampiran 4.24. TABEL 4.11 DAERAHWILAYAH RAWAN BENCANA DI INDONESIA TAHUN 2005 NO JENIS BENCANA DAERAHLOKASI BENCANA 1. 2. 3. 4. 5. Banjir Gempa Bumi dan Tsunami Air Pasang Banjir dan Kebakaran Hutan Tanah Longsor Kalimantan Selatan Kepulauan Nias, Sumatera Utara Pangkal Pinang, Bangka Belitung Kalimantan Tengah Sumatera Barat Sumber : Ditjen PP-PL, Depkes, RI

1. Bencana Lingkungan Hidup

Bencana kebakaran hutan dan lahan terjadi karena pembukaan lahan yang dilakukan dengan pembakaran dan diperparah dengan kondisi cuaca kering di musim kemarau. Pada tahun 2005 kebakaran hutan mencapai puncaknya pada bulan Agustus sampai Oktober 2005. Asap ini terbawa angin hingga mencapai Kuala Lumpur di Malaysia. Hasil pemantauan hotspot titik panas oleh Kementerian Lingkungan Hidup KLH sejak bulan Januari 2005 di wilayah Sumatera berjumlah 9.279 hotspot yang tersebar di Provinsi Bangka Belitung 100 hotspot, Bengkulu 5 hotspot, Aceh 177, Jambi 414, Riau 7.249 dan Sumatera Utara 1.334 hotspot. Di wilayah Sumatera paling banyak terpantau di areal perkebunan dengan cara membakar. Jumlah hotspot berdasarkan penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 4.40 berikut.