Akses Terhadap Air Minum

11 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Tahun Ca kupa n Cakupan 74,11 64,87 79,91 79 79,8 2001 2002 2003 2004 2005 terlindung, yaitu 98,45, disusul oleh Bali 92,33 dan DI Yogyakarta 90,62. Persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung yang paling rendah berada di Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu sebesar 53,86, disusul oleh Bengkulu 56,92 dan Papua 57,94. Pada kelompok sumber air minum terlindung, rumah tangga di Indonesia sebagian besar memiliki sumur terlindung dengan persentase 35,63. Persentase rumah tangga yang menggunakan sumber air minum ledeng menempati urutan ke-2 yaitu 17,99, kemudian pompa 13,73, mata air terlindung 8,52, air kemasan 4,06 dan air hujan 2,70. Sedangkan pada kelompok air minum tak terlindung, rumah tangga di Indonesia, sebagian besar memanfaatkan sumur tak terlindung dengan persentase 9,75, disusul oleh mata air tak terlindung sebesar 3,96, air sungai sebesar 3,21 dan lainnya sebesar 0,45. Persentase rumah tangga menurut sumber air minum, provinsi dan wilayah secara lebih rinci disajikan pada Lampiran 2.12, 2.12.a, dan Lampiran 2.12.b. GAMBAR 2.6 PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT SUMBER AIR MINUM TAHUN 2005 T e rlindung 8 2 .6 7 T a k T e rlindung 1 7 .3 7 Kualitas air minum merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satu indikator kualitas air minum yang sering digunakan adalah kualitas bakteriologi yang terdiri dari unsur E.Coli dan Total Coliform. Pada tahun 2003 kualitas bakteriologi air minum sebesar 79,91, angka ini sedikit menurun pada tahun 2004 menjadi 79, kemudian mengalami peningkatan menjadi 79,8 pada tahun 2005. GAMBAR 2.7 CAKUPAN AIR MINUM YANG MEMENUHI SYARAT KUALITAS BAKTERIOLOGI TAHUN 2001 - 2005 Sumber : Statistik Kesra, 2005 12 Persentase rumah tangga yang menggunakan sumber air minum terlindung di wilayah perkotaan lebih tinggi daripada di wilayah perdesaan, yaitu 93,8 di wilayah perkotaan, dan 74,03 di wilayah perdesaan. Persentase rumah tangga menurut sumber air minum per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.12. 3. Fasilitas Tempat Buang Air Besar Kepemilikan dan penggunaan fasilitas tempat buang air besar juga diperhatikan dalam menentukan kualitas hidup penduduk. Statistik Kesra Tahun 2005 membagi rumah tangga berdasarkan kepemilikan fasilitas tempat buang air besar yang terdiri dari; sendiri, bersama, umum, dan tidak ada. Secara nasional, persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar sebesar 60,28, rumah tangga yang memiliki bersama 13,60, umum sebesar 6,18 dan tidak ada sebesar 19,93. Terdapat perbedaan signifikan antara persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas tempat buang air besar di perkotaan dan perdesaan. Persentase di perkotaan sebesar 71,41, sedangkan di perdesaan sebesar 51,78. Provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas tempat buang air besar tertinggi adalah Riau sebesar 79,50 menyusul Kepulauan Riau sebesar 78,71 dan Lampung sebesar 75,48. Sedangkan persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas tempat buang air besar terendah terdapat di Provinsi Gorontalo sebesar 29,18 menyusul Nusa Tenggara Barat sebesar 34,54 dan Papua sebesar 44,26. Persentase rumah tangga menurut fasilitas tempat buang air besar, tipe daerah dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.14. GAMBAR 2.7 PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT FASILITAS TEMPAT BUANG AIR BESAR TAHUN 2005 Tidak Ada 19.93 Umum 6.18 Bersama 13.6 Sendiri 60.28 E. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT Untuk menggambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan, akan disajikan beberapa indikator yaitu: persentase penduduk yang berobat jalan dan mengobati sendiri selama sebulan yang lalu, menurut tempat tinggal perkotaan dan perdesaan, persentase penduduk yang berobat jalan selama sebulan yang lalu menurut Sumber: Profil Ditjen PPPL, Depkes, 2005 Sumber : Statistik Kesra, 2005 13 tempatcara berobat, jenis obat yang digunakan dan persentase anak 2-4 tahun yang pernah disusui. Indikator yang disajikan mengacu pada Statistik Kesra Tahun 2005. 1. Upaya Penduduk dalam Pencarian Pengobatan Statistik Kesra Tahun 2005 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang memilih untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan yang lalu ternyata lebih besar dibandingkan persentase penduduk yang berobat jalan. Sebanyak 69,88 penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu memilih untuk mengobati sendiri. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan tahun 2004 sebesar 72,44. Sedangkan yang memilih untuk berobat jalan hanya sebesar 34,43 dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2004 yang sebesar 38,21. Dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu dan memutuskan untuk berobat jalan sebagian besar berada di Provinsi Bali, yaitu 46,51 yang disusul oleh Nusa Tenggara Timur, 44,38 dan Jawa Barat sebesar 38,07. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Riau 22,53, Kalimantan Tengah 24,23, dan Maluku 24,37. Dalam hal keputusan untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan yang lalu, Provinsi Gorontalo menempati urutan teratas dengan persentase sebesar 77,88, disusul oleh Maluku sebesar 77,62 dan Kalimantan Selatan sebesar 77,35. Sedangkan provinsi dengan persentase penduduk yang mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan yang lalu adalah Papua 47,14, Nusa Tenggara Timur 55,71 dan Bali 62,94. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.16. 2. Tempat Penduduk Berobat Jalan Persentase penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu dan memutuskan untuk berobat jalan, dikelompokkan berdasarkan tempat berobat, yaitu Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta, Praktek Dokter, PuskesmasPustu, Praktek Nakes, Praktek Batra dan Dukun Bersalin. Menurut Statistik Kesra Tahun 2005, tempat yang paling banyak dikunjungi adalah PuskesmasPustu yaitu sebesar 35,16, disusul oleh praktek Dokter sebesar 26,59, dan Praktek Nakes sebesar 20,34. Persentase penduduk yang berobat jalan ke Puskesmas pada tahun 2005 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya tahun 2004 tercatat sebesar 37,26. Jumlah tersebut merupakan peningkatan dari tahun 2003 yang sebesar 33,11. Pada tahun 2005, tercatat provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke PuskesmasPustu terbesar adalah Nusa Tenggara Timur sebesar 66,60, disusul oleh Maluku sebesar 56,83 dan Kalimantan Tengah 52,70. Sedangkan provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke PuskesmasPustu terendah adalah Sumatera Utara sebesar 22,27, disusul oleh Bali sebesar 27,51 dan Jawa Timur yang sebesar 27,97. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.17.

3. Anak 2-4 Tahun yang Pernah Disusui

Statistik Kesra Tahun 2005 juga menampilkan informasi mengenai persentase anak yang pernah disusui berdasarkan lamanya disusui. Indikator ini dikelompokkan menjadi 5 kategori, yaitu 0 bulan, 5 bulan, 6-11 bulan, 12-17 bulan, 18-23 bulan, dan 24 bulan. Sebagian besar anak umur 2-4 tahun disusui selama 24 bulan, hal ini terlihat dari persentase 14 sebesar 42,80 yang kemudian disusul oleh bayi 12-17 bulan 21,86, dan bayi 18-23 bulan 21,21. Wilayah dengan persentase anak yang pernah disusui selama 24 bulan tertinggi adalah Provinsi DI Yogyakarta sebesar 57,87, disusul oleh Jawa Tengah 52,37 dan Kalimantan Selatan 50,01. Sedangkan persentase terendah adalah Provinsi Maluku 14,12, disusul oleh Sumatera Utara 21,59 dan Kepulauan Riau 23,39. Secara nasional, persentase bayi yang disusui selama 24 bulan mengalami fluktuasi selama 3 tahun terakhir. Pada tahun 2003, persentase mencapai 43,08, angka ini turun menjadi 41,36 pada tahun 2004 yang kemudian kembali naik pada tahun 2005 mencapai 42,80. Rincian per provinsi dan wilayah dapat dilihat pada Lampiran 2.19, 2.19.a, dan 2.19.b. Uraian di atas merupakan penjelasan secara umum tentang Indonesia tahun 2005 secara ringkas. Penjelasan yang diberikan melingkupi berbagai aspek, seperti kependudukan, perekonomian, pendidikan, kesehatan lingkungan, dan beberapa perilaku penduduk yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor kesehatan.