Kepemilikan Sapi Perah Gambaran Umum Tentang Usaha Sapi Perah di Kabupaten Subang

90 demikian setelah empat atau lima tahun berjalan maka pada tahun 2011 dan 2012 banyak peternak yang telah menyelesaikan atau melunasi pembayaran kreditnya.

4.3.3 Tenaga Kerja USP

Tenaga kerja yang mengurus USP di daerah ini pada umumnya ialah kepala keluarga dan anggota keluarga laki-laki dan perempuan yang telah dewasa atau dalam usia produktif. Jumlah jam kerja mengurus sapi perah per hari sangat bervariasi tergantung pada jumlah sapi yang dipelihara; dan juga tergantung kepedulian terhadap USP masing-masing. Dari hasil wawancara dan observasi diperoleh gambaran alokasi waktu pengurusan per ekor sapi per hari seperti tertera dalam Tabel 10. Tabel 10 Distribusi responden menurut jumlah waktu pengurusan per ekor sapi per hari Jumlah waktu mengurus jam Jumlah peternak orang Persentase 2 jam 6 5,2 3 jam 68 59,1 4 jam 41 35,7 Jumlah 115 100,0 Sebagian besar peternak menggunakan waktu 3 jam per hari untuk mengurus satu ekor sapi dengan perincian: mencari pakan, memandikan, memberi pakan, membersihkan kandang, memerah susu, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya. Responden de ngan USP kategori “berkembang cukup memadai” pada umumnya menghabiskan waktu pengurusan lebih dari 3 jam per ekor sapi per hari. Mereka pada umumnya lebih kreatif, teliti, serius dalam mengurus hal-hal berkaitan dengan kesehatan sapi dan kandangnya.

4.3.4 Pemakanan Sapi

Berdasarkan keterangan dari sebagian besar 97,4 responden bahwa sapi piaraan mereka diberi makan tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang, dan sore yaitu tumbuhan hijau dan konsentrat. Sumber pakan tumbuhan hijau 91 semuanya dari hasil aritan responden di areal perkebunan atau hutan sekitar kampung; sedangkan sumber konsentrat semua responden membeli dari Koperasi Peternak Susu Bandung Utara KPSBU. Di lokasi ini kerjasama para pelaku USP dengan KPSBU dalam banyak hal, termasuk pengadaan konsentrat untuk pakan sapi perah. Usaha kedua belah pihak saling menguntungkan atau saling tergantung satu sama lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Aviliani 2008 yang menyatakan bahwa tingkat ketergantungan peternak terhadap koperasi masih sangat tinggi. Pernyataan senada dikemukakan oleh Purwantini 2001 bahwa pengembangan usaha ternak sapi perah rakyat tidak dapat dilepaskan dari peran koperasi susu sebagai lembaga mitra peternak sapi perah.

4.3.5 Pembibitan dan Pemeliharaan Sapi Perah

Dalam rangka pembibitan dan pemeliharaan kesehatan sapi, semua responden telah menerapkan inseminasi buatan, pemberian vaksin, pemberian vitamin, dan pemberian obat anti cacing kepada sapi secara rutin mengikuti jadwal sebagaimana mestinya di bawah bimbingan Dinas Peternakan dan KPSBU setempat.

4.3.6 Perkembangan USP

Distribusi responden menurut tingkat kemajuan atau perkembangan USP yang dikelolanya, yaitu: 36 orang 44,3 dalam kategori “berkembang cukup memadai; dan 64 orang 55,7 dalam kategori “berkembang kurang memadai”. Kriteria penilaian didasarkan pada bobot atau nilai kumulatif dari: a manajemen ketersediaan pakan hijauan ternak; b manajemen ketersediaan pakan konsentrat; c kondisi kesehatan sapi; d jumlah susu segar yang dihasilkan; e mutu susu segar yang dihasilkan; f biogas hasil olahan limbah sapi sendiri; g pupuk organik hasil pengelolaan limbah sapi sendiri; h keadaan fisik konstruksi kandang sapi; i lokasi kandang sapi; j kebersihan dan kesehatan ruang kandang; k sanitasi lingkungan kandang sapi; l pertambahan populasi sapi per tahun; m postur tubuh sapi perah; n jumlah dan mutu sumberdaya manusia; dan o jumlah sapi piaraan laktasi, kering kandang, dan dara. Faktor sanitasi atau kesehatan lingkungan dijadikan salah satu kriteria khusus dalam menentukan mutu USP dengan